Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Melodi Cinta di Kampus Biru

6 Februari 2024   14:18 Diperbarui: 6 Februari 2024   14:28 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/nottsleep 

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Larasati menyeruput latte-nya dengan gusar, matanya tak lepas dari buku sketsa di hadapannya. Frustasi. Garis demi garis yang ia goreskan tak mampu menangkap emosi yang ingin ia tuangkan. Deadline presentasi semakin dekat, namun inspirasinya seperti mogok kerja.

"Hei, boleh gabung?"

Suara bariton yang dalam memecah konsentrasinya. Laras mendongak dan mendapati seorang pria berdiri di samping mejanya. Tubuh atletis, wajah tegas dengan rahang kokoh, dan sorot mata tajam terpadu serasi dalam balutan jaket almamater kampus. Bima, sang ketua BEM yang legendaris dengan reputasi dingin dan disiplin.

Laras tersentak, hampir tersedak latte-nya. "Uh, silakan," ucapnya terbata-bata.

Bima menarik kursi dan duduk di seberangnya. Aroma maskulin samar menyeruak, membuat Laras semakin salah tingkah. Biasanya, Bima bagaikan singa yang tak pernah melirik kelinci seperti Laras. Tapi ini berbeda. Ada kelembutan tersirat di balik sorot matanya yang seolah tertarik pada coretan tak jelas di buku sketsa Laras.

"Lagi pusing?" Bima bertanya, suaranya lebih lembut dari perkiraan Laras.

Laras mengangguk pelan. "Deadline presentasi seni lukis, tapi ideku buntu," akunya dengan nada cemas.

Bima mengamati gambar-gambar di buku sketsa. "Hmm, apa kamu pernah mencoba melukiskan perasaan?"

Laras mengerutkan kening. "Maksudnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun