Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Pilu Negeri Harmoni

6 Februari 2024   06:48 Diperbarui: 6 Februari 2024   06:53 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/pikbest 

Bab 1: Bau Harmoni yang Menyengat

Udara Jakarta siang itu terasa pengap, seolah tersumbat oleh asap knalpot dan ambisi tak berkesudahan. Bagas, berbalut kemeja lusuh bekas wawancara kerja, berjalan gontai menyusuri koridor gedung pemerintahan yang megah namun kumuh. Aroma cat baru tak mampu menutupi bau menyengat lain - bau korupsi yang menjalar seperti benalu.

"Selamat siang, Bapak," sapa Bagas sopan pada pria berpostur tegap yang sedang mengobrol dengan suara berbisik di dekat ruang Kepala Dinas.

Pria itu menoleh, alisnya bertaut curiga. "Siapa kamu?"

"Bagas, Bapak. Saya baru diterima sebagai staf junior di Bagian Pengadaan."

"Oh, anak baru ya," pria itu mengumbar senyum penuh arti. "Kalau mau sukses di sini, ada aturan mainnya, mengerti?"

Bagas mengernyit bingung. "Aturan main? Maksud Bapak?"

Pria itu mencondongkan badan, suaranya merendah. "Uang pelicin, Nak. Biar proyek lancar, semua pihak senang."

Bagas tersentak. Ini baru hari pertamanya, tapi tawaran suap sudah terhidang di depan mata. Otaknya berputar cepat, mengingat idealisme yang dipegang teguh selama ini.

"Bapak, maaf kalau saya menolak. Saya tidak bisa terlibat dalam hal seperti itu," tegas Bagas, suaranya bergetar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun