Pertanyaan itu bagai petir di siang bolong. Para pejabat saling pandang, bingung harus bereaksi bagaimana.
Bagas melihat kesempatan ini. Dia mengumpulkan keberanian, lalu bersuara lantang.
"Bukan suap saja, Pak. Ada proyek fiktif yang merugikan negara!"
Ruangan hening seketika. Semua mata tertuju pada Bagas. Dia telah memilih jalannya, meski berisiko.
Bab 5: Di Balik Jeruji dan Sinar Harapan
Pengakuan Bagas bagai bom waktu yang meledak. Para pejabat kalang kabut, berusaha menutupi jejak dan mencari cara untuk membungkamnya. Tuduhan dibalikkan, Bagas difitnah sebagai pelaku utama korupsi proyek fiktif. Dia ditangkap, dijebloskan ke penjara, dan dunianya seketika runtuh.
"Kau gila, Bagas! Kenapa kau mengaku?" Laras berbisik cemas saat menjenguk Bagas di penjara.
Bagas menatapnya dengan tatapan lelah. "Aku tidak bisa diam lagi, Laras. Aku muak melihat mereka merampok hak rakyat."
Penjara terasa sunyi dan mencekam. Bagas dijauhi sesama tahanan yang takut terpancing kasusnya. Di balik jeruji, dia merasa putus asa, seolah perjuangannya sia-sia.
Suatu malam, seorang narapidana tua mendekati Bagas. "Kau anak muda pemberani," katanya dengan suara serak. "Jangan menyerah. Kebenaran selalu menang, walau terkadang butuh waktu."
Narapidana itu, mantan aktivis yang dipenjara karena melawan korupsi, memberikan Bagas secercah harapan. Dia berbagi pengalaman, strategi, dan pesan-pesan tentang pentingnya keadilan.