Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Pilu Negeri Harmoni

6 Februari 2024   06:48 Diperbarui: 6 Februari 2024   06:53 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka tidak percaya, melayangkan tinju dan tendangan brutal. Bagas meringis kesakitan, tapi tak mau mengaku.

Tiba-tiba, suara sirine memecah ketegangan. Mobil patroli polisi datang dengan sigap, membubarkan para preman itu. Bagas dilarikan ke rumah sakit, luka lebam menghiasi tubuhnya.

Di ruang perawatan, Laras menjenguknya dengan raut wajah cemas. "Kau baik-baik saja, Bagas?"

Bagas mengangguk lemah. "Mereka tahu ada mata-mata, Laras. Aku takut ini baru permulaan."

Laras mengelus tangannya dengan lembut. "Aku tahu ini berat, tapi jangan menyerah. Kita sudah sejauh ini, tidak bisa mundur sekarang."

Bagas terdiam, dilema melanda dirinya. Dia takut, tapi dia juga tidak ingin meninggalkan perjuangan.

Keesokan harinya, Bagas dipanggil menghadap atasannya. Suasana tegang, tuduhan dilontarkan tanpa henti.

"Kau pasti mata-mata KPK! Kau pengkhianat!" bentak Kepala Dinas.

Bagas tetap bungkam, tidak ingin terpancing emosi. Dia tahu ini jebakan untuk memancing pengakuan.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka. Seorang wartawan senior masuk dengan langkah tegas, diikuti beberapa kameramen.

"Maaf mengganggu," kata wartawan itu. "Tapi kami mendapat informasi, ada praktik suap di instansi ini. Benarkah itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun