Bagas mendongak, melihat Laras berdiri di ambang pintu dengan senyum penuh arti. "Iya, lagi sibuk ngurus laporan."
"Ngurus laporan apa?" Laras bertanya sambil mendekat.
Bagas ragu-ragu sejenak. "Proyek pembangunan jembatan di daerah terpencil. Tapi ada yang aneh..."
Laras mencondongkan badan, matanya berbinar. "Apa yang aneh?"
Bagas menceritakan semua yang dia dengar dan amati. "Proyeknya terkesan dipaksakan, detailnya samar, dan anggarannya terlalu besar. Sepertinya ada yang mau mengambil keuntungan besar."
Laras mengangguk pelan. "Instingmu tajam, Bagas. Proyek fiktif seperti ini sering dipakai untuk menggelapkan uang negara. Kita harus mencari bukti kuat."
Hari-hari berikutnya, Bagas dan Laras bekerja sama seperti detektif amatir. Mereka mencari celah informasi, meminta bantuan informan Harmoni Sejati, dan bahkan diam-diam menyusup ke lokasi proyek fiktif yang ternyata masih berupa lahan kosong.
"Ini gila," Bagas berbisik sambil mengamati lahan kosong itu. "Proyek apa yang mau dibangun di sini kalau masih hutan belantara?"
Laras mengeluarkan kamera kecil dari tasnya. "Bukti visual penting, Bagas. Ambil sebanyak mungkin."
Tiba-tiba, mereka dikejutkan oleh suara langkah kaki. Seorang pria berbadan tegap muncul dari balik pohon, menatap mereka dengan curiga.
"Siapa kalian? Mau apa di sini?" pria itu bertanya dengan nada mengancam.