Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Pilu Negeri Harmoni

6 Februari 2024   06:48 Diperbarui: 6 Februari 2024   06:53 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagas ragu-ragu sejenak, sebelum akhirnya menyusul Laras. Mungkin, di tengah aroma Harmoni yang menyengat ini, dia menemukan secercah harapan untuk sebuah harmoni yang sesungguhnya.

Bab 2: Persekutuan Rahasia

Laras membawa Bagas ke sebuah kedai kopi sederhana di belakang gedung pemerintahan. Suasananya kontras dengan hiruk pikuk kantor, hening dan aroma kopi yang menenangkan.

"Mau coba kopinya?" Laras menawarkan sambil duduk di bangku kayu yang sudah lapuk.

Bagas mengangguk pelan, masih mencerna pertemuan singkat mereka. "Tadi di lorong...maksudmu apa soal orang yang berjuang?"

Laras tersenyum misterius. "Ada kelompok kecil yang berusaha melawan korupsi dari dalam. Kami menyebutnya 'Harmoni Sejati'."

Bagas terangkat alisnya. "Kelompok rahasia? Bukankah itu berbahaya?"

"Memang," Laras menghela napas. "Tapi diam saja juga sama bahayanya. Korupsi merampok masa depan kita semua. Harmoni Sejati mengumpulkan bukti, melaporkan penyelewengan, dan berupaya mengungkap jaringan koruptor."

Bagas terdiam, pikirannya berkecamuk. Dia ingin berbuat sesuatu, tapi ketakutan masih membayangi.

"Kamu ragu?" Laras seolah bisa membaca pikirannya.

Bagas mengangguk pelan. "Aku takut. Tawaran suap tadi baru permulaan, bukan? Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika melawan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun