"Setimpal lah sama hasilnya. Tu co-card kamu jadi bernilai. Bisa dipajang nanti jadi kenangan indah." kataku mencoba mengerti keadaan kamu yang memang kelihatan lelah. Jas Alamamater sudah tidak dipakai lagi, Blazer agak basah karena keringat, dan sepatu lebih kotor daripada saat kau berangkat tadi pagi.
Tiba-tiba perhatianku pada penampilanmu buyar saat kau kembali menyahut.
"Ndi...."
"Eh, ya? Kenapa Na?"
"Aku bingung...."
"Bingung kenapa?" Aku sudah tahu kau pasti bingung karena sedari tadi hanya dudul di bangku ini sambil menatap tanah.
"Aku belum bisa bawa motor nih. Gimana motorku? Masa mau ditinggalin di sini."
"Lho Mba Angga mana?" kataku.
"Itu dia. Tadi sih katanya dia ada ngumpul sama teman-temannya mau nyelesaiin tugas presentasi besok. Aku bilang gapapa. Tahunya aku lupa kalo nggak ada dia aku gak bisa bawa motorku pulang sendiri."
"Aku pernah bisa bawa Motor pas masih di Purwokerto kemarin. Tapi pas jatuh pertama kali, udah. Trauma aku gak mau lagi. Lum berani bawa motor sampe sekarang."
"Ini aja sebenernya aku belum mau dibawain motor ma Ayah. Tapi dianya bilang gapapa lah daripada aku jalan kaki terus Kampus-Kost tiap hari. Takut penyakit pembuluh darah di kakiku kambuh."