Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Seringai

2 Maret 2016   23:00 Diperbarui: 3 Maret 2016   01:15 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hanya itu saja?” tanyaku.

“Kau mau menuliskan bagaimana caramu mengembalikan uangku dengan gamblang di kertas ini?” tanyanya sambil tertawa.

------

Lelaki bau busuk itu datang lagi tiga bulan setelah rumahku berubah dari gubuk menjadi rumah sebenarnya.

“Cepat sekali?” aku sedikit protes, “takut tak lunas dalam tiga tahun?”

“Aku hanya ingin memberitahu satu hal kalau aku berubah pikiran,” katanya.

“Maksudmu?”

“Belakangan ini usahaku banyak yang sepi dan aku harus menggunakan simpananku sebagai cadangan modal. Aku tidak jadi menerima cara pembayaran yang seperti dulu.”

Aku merasa lemas. Uang darinya sudah kugunakan membangun kembali rumah reyot berisi hutang peninggalan suamiku.

Belakangan tamu-tamuku semakin banyak, tapi tadinya aku berharap aku akan mengumpulkan uang dengan cepat karena aku tak perlu membayar lelaki bau busuk itu dengan uang. Cukup hanya dengan tidur dua kali seminggu dengannya.

Sekarang bayang-bayang itu hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun