Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Seringai

2 Maret 2016   23:00 Diperbarui: 3 Maret 2016   01:15 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu suara hati kecilku pun segera menguap ketika kudapati puluhan lembar berwarna merah di dalam amplop. Aku seperti melihat jalan terang terbentang di depanku.

“Aku yang terlalu picik,” gumamku lagi, “maka dunia menjadi gelap dan pekat. Ternyata terang benderang saja jika mau membuka diri sedikit saja.”

Aku merasa geli.

“Prinsip. Tak ada yang menerima prinsip sebagai alat tukar pembayaran. Hanya uang, hanya uang,” gumamku lagi.

------

“Apa yang akan kau lakukan dengan uang itu?” tanya lelaki bau busuk padaku ketika aku datang.

“Kau tahu rumahku kan?” tanyaku.

Lelaki bau busuk itu tertawa.

“Ya, ya,” katanya sambil tampak berpikir. Sebentar kemudian ia tampak manggut-manggut dan bangkit meninggalkanku untuk masuk ke ruangan dalam di rumahnya.

Ia keluar lagi dengan setumpuk uang dan selembar kertas.

“Apa yang tidak untukmu?” katanya dengan senyum lebar, “kau cukup bisa dipercaya, dan itu sudah terbukti.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun