“Apa?”
“Ini hanya pilihan, aku tak memaksa. Kalau kau tak mau tak apa, karena aku juga lebih suka dibayar dengan uang daripada dengan tidur. Tapi kan, lumayan kalau anakmu mau membantumu. Kau bisa cepat kaya dari tamu-tamumu. Kau sendiri tahu, kau membayar hutangmu dengan tidur denganku. Tapi sesudahnya? Aku memberimu uang. Menurutmu aku orang yang bagaimana?”
Aku diam saja. Dan berusaha memberangus lagi suara hati kecilku. Benar katanya. Aku tak harus membayarnya dengan uang. Aku bisa mengumpulkan uang dari tamuku tanpa terganggu. Bukankah ini juga demi kau, anak perempuanku?
“Bulan depan aku akan mulai membayar hutangku,” sahutku akhirnya.
------
“Nat,” panggilku lembut pada Natalie. Anak perempuanku.
Natalie memandangku. Aku mengeraskan pikiranku yang bimbang karena suara hati kecilku.
“Boleh ibu bicara sesuatu?”
“Apa itu, Bu?”
“Tentang masa depan...”
“Masa depan?”