Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Seringai

2 Maret 2016   23:00 Diperbarui: 3 Maret 2016   01:15 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa?”

“Ini hanya pilihan, aku tak memaksa. Kalau kau tak mau tak apa, karena aku juga lebih suka dibayar dengan uang daripada dengan tidur. Tapi kan, lumayan kalau anakmu mau membantumu. Kau bisa cepat kaya dari tamu-tamumu. Kau sendiri tahu, kau membayar hutangmu dengan tidur denganku. Tapi sesudahnya? Aku memberimu uang. Menurutmu aku orang yang bagaimana?”

Aku diam saja. Dan berusaha memberangus lagi suara hati kecilku. Benar katanya. Aku tak harus membayarnya dengan uang. Aku bisa mengumpulkan uang dari tamuku tanpa terganggu. Bukankah ini juga demi kau, anak perempuanku?

“Bulan depan aku akan mulai membayar hutangku,” sahutku akhirnya.

------

“Nat,” panggilku lembut pada Natalie. Anak perempuanku.

Natalie memandangku. Aku mengeraskan pikiranku yang bimbang karena suara hati kecilku.

“Boleh ibu bicara sesuatu?”

“Apa itu, Bu?”

“Tentang masa depan...”

“Masa depan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun