Alina mengerutkan dahinya bingung, "pulang?"
"Iya Alina, pulang ke rumah kita."
Alina menggeleng keras. "Engga Ayah, Alina gak mau. Di rumah itu Alina kesepian, Ayah gak memperdulikan Alina. Alina memang gak seberharga itu di mata Ayah."
"Kamu salah, Alina. Kamu justru sangat berharga di mata Ayah. Mungkin, kamu merasa memang sikap Ayah semakin dingin ke kamu. Tapi sebenarnya Ayah sangat peduli kepadamu, kamu sangat berarti buat Ayah. Kehilangan ibumu membuat Ayah sangat terpuruk. Ayah tahu kamu juga merasakan hal yang sama. Namun bagi ayah, melihat wajahmu yang begitu mirip dengan ibumu membuat ayah semakin terpuruk. Ayah semakin merasakan kehilangan yang selalu berujung dengan tangisan yang tidak ada henti dan membuat Ayah tidak ada gairah untuk melakukan apa-apa. Ayah gak mau lemah sayang. Kalau ayah lemah, kehidupan kamu akan terancam. Pendidikanmu, makanmu, pasti akan terancam jika Ayah lemah, " jelas ayah yang kemudian meraih kedua tangan Alina.
"Kalau ayah memang tidak bisa melihat wajah alina, lebih baik alina di sini kan?" ayah tidak akan pernah melihat wajah alina, ayah juga tidak akan menjadi lemah lagi." Alina menyeka air matanya.
"Bukan seperti itu, alina. Ayah cuma membutuhkan waktu, Nak. Mungkin, sebelumnya Ayah berfikir semuanya akan berjalan normal. Namun, setelah melihatmu begini Ayah sadar seharusnya kita berusaha bangkit bersama. Alina walaupun sedikit terlambat, izinkan Ayah untuk memperbaiki semuanya. Ayo ikut ayah untuk kembali ke dunia, Nak. Kita ukir bersama bahagianya kita di atas bayangan Ibu," ajak ayah. Alina tertegun mendengar perkataan ayah. Sorot mata ayah terlihat begitu tulus untuk mengajaknya kembali.
"Alina ayo kembali. Tidak hanya untuk ayahmu, hadirmu juga sangat berharga untukku. Aku masih membutuhkanmu." Kali ini Mochi yang berbicara.
Ekspresi Alina berubah, ia terkejut mendengar siapa yang sedang berbicara. "Mochi, kamu bisa bicara? Kamu gak miaw miaw lagi?" tanya Alina yang kemudian meraih tubuh Mochi.
Mochi tertawa, hal itu semakin membuat alina melotot. "Ya iyalah, keren gak aku kalo bisa berbicara? Gantengkan suaraku yang sebenarnya? Suara telponable gak nih?" kata Mochi di sela tertawanya.
Mendengar hal itu, Alina semakin memeluk erat tubuh mochi karena gemasnya. Ia tak menyangka kucingnya bisa berbicara di sini. "Mochi, kamu lucu banget."
Ketika mereka berpelukan, Mochi kembali membuka suara. "Alina, kembali ya? Wishkasku terancam kalau tidak ada kamu nantinya. Apa jadinya aku kalau tidak ada wishkas ya? Pasti tubuh gemuk, lucu, menggemaskan ini akan menjadi kurus seperti lidi," kata Mochi yang membuat Alina spontan membulatkan matanya.