Mohon tunggu...
Dindaadlmnt
Dindaadlmnt Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Sumatera Utara

Tidak pernah terpikir bisa berada di bidang ini, tapi yang pasti aku sangat menyukai dan menikmati setiap goresan kata yang dibalut rapi dengan beragam diksi tentunya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berharga di Setiap Sudut

6 Januari 2025   11:54 Diperbarui: 6 Januari 2025   11:54 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mochi, kamu kenapa hei?" Alina mengangkat tubuh Mochi. Ia menyadari bahwa tingkah Mochi menunjukan kekhawatiran.

"Aku tau, kamu mau aku tetap di sini untuk bermain sama kamu. Tapi gak bisa dong, kan aku harus sekolah. Gak papa ya aku tinggal dulu? Aku bakal baik-baik aja kok," kata Alina menenangkan. Tanpa berlama-lama lagi, Alina segera menurunkan Mochi dan berlari pergi meninggalkan Mochi yang semakin mengeong dengan keras.

Memang, jarak dari rumah Alina ke sekolah tidaklah jauh. Hanya perlu keluar dari gang rumahnya dan melewati satu lampu merah saja untuk bisa sampai ke sekolahnya itu. Biasanya, hanya perlu waktu 5 menit untuk sampai ke sana dengan berjalan kaki. Namun karena dirinya sudah terlambat, ia pun memutuskan untuk lari dengan sangat kencang. Alina semakin panik karena satu menit lagi bel akan berbunyi. Di tengah kepanikannya itu, ia berlari tanpa melihat ke arah lain. Sepeda motor yang dikendarai oleh seorang pemuda mengarah kencang ke arahnya.

Brakk...

Suara tabrakan membuat banyak pasang mata langsung mencari sumbernya. Mereka terkejut ketika melihat kejadian tersebut. Sepeda motor itu menabrak Alina hingga tubuhnya tepental jauh. Darah segar mengalir dari beberapa bagian tubuh Alina yang menyebabkan baju sekolahnya yang bewarna putih ikut berubah warnanya dan terkoyak. Sementara pemuda yang menabraknya tadi, hanya terluka di bagian tangan dan kakinya. Semua orang di sana segera menghampiri Alina dan pemuda tersebut untuk ditolong. Ungkapan rasa kasihan juga datang dari beberapa mulut di sana setelah melihat keadaan Alina. Namun dari mulut Alina sama sekali tidak ada rintihan kesakitan, ia pingsan setelah kejadian itu.

"Alina."

Di sinilah Alina sekarang berada, di ruangan beraroma obat dengan berbagai alat medis yang sudah tertempel di tubuhnya. Kecelakaan tadi membuat Alina belum sadarkan diri sampai detik ini. Luka yang ada di luar tubuhnya juga sudah turut dibersihkan oleh petugas rumah sakit, termasuk di bagian kepala juga tampak diperban putih. Darahnya masih terus mengalir, hal itu membuat perawat beberapa kali mengganti perbannya.

"Dok, bagaimana anak saya?" tanya seorang pria dengan rasa khawatirnya.

"Sejauh ini kami masih belum bisa memastikan untuk luka dalamnya, Pak. Akan tetapi, yang bisa saya kasihtau Cuma terkait pendarahan Alina yang masih sulit untuk dihentikan. Kami masih berusaha untuk meredakan pendarahannya agar dia tidak kehilangan banyak darah. Bapak doakan saja ya, support dia di alam bawah sadarnya untuk mau membuka matanya karena itu akan berpengaruh buat dia Pak, " jelas dokter wanita itu yang kemudian pergi menjauh.

Mendengar penjelasan dari dokter tersebut, pria itu berjalan gontai ke arah ranjang yang menjadi tempat Alina terbaring. Gemetar di tubuhnya seketika menjalar. Pria itu merasakan sakit melihat Alina yang terbaring di sana dipenuhi dengan berbagai alat medis. Dengan tangannya yang gemetar, pria itu mengusap lembut rambut putrinya itu. "Alina," panggilnya.

"A-Alina, ayo ba-bangun," ucapnya terbata-bata akibat tangisnya yang mulai terbentuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun