"Alina, kamu dengar Ayah kan? Bangun Alina, bangun!" perintah pria yang diketahui adalah ayah Alina.
"Ayah mohon, bangun. Dua kali ayah menyaksikan orang yang Ayah sayangi di posisi seperti ini. Ini sangat menyakitkan buat Ayah. Cukup ibumu yang berada di posisi seperti ini dan meninggalkan Ayah, kamu jangan Alina. Hanya kamu yang Ayah punya."
Ayah Alina masih terus mengajak Alina untung membuka matanya. Di sela ketidaksadarannya, jiwanya malah berada di suatu tempat yang sangat indah. Tempat itu dipenuhi dengan bunga-bunga indah beragam warna dan pepohonan yang berbuah sangat lebat. Banyak anak-anak yang usia di bawahnya bermain riang di sana, membentuk suasana yang begitu ramai. Pemandangan tersebut membuat kedua sudut bibir Alina melengkung sempurna. Matanya bergerak ke sana kemari seperti dirinya saat ini. Ia tidak tahu tempat apa ini dan kenapa ia bisa berada di tempat seperti ini. Tetapi yang pasti ia sangat menyukai tempat ini.
"Alina," panggil seseorang yang suaranya terasa begitu familiar.
Alina segera membalikkan tubuhnya. Betapa terkejut dia saat melihat sosok yang kini ada di hadapannya, sosok yang selalu ia rindukan. "I-ibu."
Perasaan rindu Alina yang teramat dalam membawa Alina bergerak untuk memeluk ibunya. "Ibu, Alina rindu banget. Jangan tinggalin Alina lagi, Bu."
Seyuman manis juga terukir dari wajah ibu Alina. "Ibu juga rindu sama Alina," sahut sang ibu disertai dengan belaiannya yang begitu lembut.
Alina melepaskan pelukannya dari sang ibu sejenak dan berkata "akhirnya Alina bisa ketemu lagi sama Ibu. Alina senang banget kita bisa bersama-sama lagi."
Bersamaan dengan apa yang dilontarkan Alina, kedua pelipis ibu Alina mengerut. Tidak butuh waktu lama, akhirnya ibunya mengerti maksud dari perkataan anaknya itu. "Tapi ini belum waktunya, Sayang." Ibu Alina menangkup wajah bulat Alina dnegan menggunakan kedua tangannya. "Apa maksud, Ibu?" tanya Alina sedikit menaikkan nada bicaranya.
"Waktu kamu di dunia masih panjang, Sayang," jawab ibu sejujurnya. Alina menatap sang ibu dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan. Ia merasa sangat terkejut, kecewa, marah, sedih, dan juga bingung.
"Kenapa Ibu berbicara seperti itu? Alina mau sama Ibu saja di sini. Alina gak mau hidup lebih lama lagi di dunia, Bu." Tangis Alina kini pecah. Hal itu membuat sang ibu dengan sigap menghapus air matanya yang telah mengalir deras. Pelukannya pun ia hamburkan di tubuh mungil Alina.