Studi kasus tentang pemimpin yang berhasil menerapkan nilai-nilai kebatinan dalam kepemimpinannya.
Pengembangan model pendidikan karakter yang berbasis pada ajaran Ki Ageng Suryomentaram.
Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram: Inti Pemikiran
Kebatinan menurut Ki Ageng Suryomentaram bukan sekadar ajaran spiritual, melainkan sebuah metode untuk memahami diri sendiri secara mendalam. Beliau memperkenalkan konsep "ngelmu rasa", yaitu ilmu yang berakar pada pengalaman batin dan kesadaran terhadap "rasa sejati." Rasa sejati adalah kondisi di mana seseorang mampu membedakan antara keinginan duniawi yang bersifat sementara dan ketenangan batin yang hakiki.
Dalam ajarannya, Suryomentaram mengajarkan bahwa sumber penderitaan manusia berasal dari kelekatan pada hal-hal material seperti kekayaan, kekuasaan, dan pujian. Oleh karena itu, kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai jika seseorang mampu melepaskan diri dari dorongan hawa nafsu tersebut. Kesederhanaan dan pengendalian diri adalah dua pilar utama dalam kebatinan yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram.
Ajaran ini sangat penting karena berfokus pada "menemukan diri" daripada "mengalahkan orang lain." Dalam konteks korupsi, ini berarti mencegah perilaku korup tidak hanya melalui hukum eksternal, tetapi juga dengan memperbaiki integritas batin.
Korupsi: Masalah Moral dan Batin
Korupsi sering kali berakar pada keserakahan, keinginan berlebih, dan ketidakmampuan mengendalikan diri. Banyak orang yang melakukan korupsi bukan karena kebutuhan, tetapi karena dorongan untuk memperoleh lebih dari yang seharusnya. Dalam kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, hal ini disebut sebagai ketidakmampuan memahami "rasa puas."
Suryomentaram mengajarkan bahwa manusia yang tidak mampu mengenali rasa puas akan terus terjebak dalam siklus keinginan yang tidak berujung. Hal ini menyebabkan penderitaan batin, yang kemudian mendorong mereka mencari pelarian dalam bentuk kekuasaan atau kekayaan. Korupsi, dalam pandangan kebatinan, adalah manifestasi dari kekosongan batin yang diisi dengan hal-hal material.
Dengan memahami bahwa akar korupsi adalah ketidakpuasan batin, ajaran ini menegaskan pentingnya membangun kesadaran moral. Jika seseorang mampu menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, maka godaan untuk melakukan korupsi akan berkurang secara signifikan.
Kepemimpinan Diri Sendiri: Transformasi Personal