Â
      Sepeninggal Abdullah Asy-Syatar, Syatariyah biasanya disebarkan oleh para santrinya, khususnya Muhammad Al-A'la yang dikenal dengan sebutan Qazan Syatiri. Selain itu, pengganti yang paling berperan dalam pembuatan dan menjadikan Tarekat Syattariyah sebagai otonom adalah Muhammad Ghauts dari Gwalior (w. 1562), saudara keempat penyelenggara dari seorang perintis. Adat tarekat yang bermula dari India dibawa ke Tanah Surga oleh tokoh sufi yang tidak salah lagi, Sibgatullah Canister Ruhullah (1606), salah satu murid Wajihudin dan yang mendirikan zawiyah di Madinah.
      Tarekat ini kemudian disebarkan dan tingkat tinggi dalam bahasa Arab oleh penggantinya Ahmad Syimnawi. Terlebih lagi, salah seorang khilafah yang kemudian mengantisipasi dorongan atas permintaan ini, seorang pengajar asal Palestina Ahmad al-Qusyasyi. Sepeninggal Ahmad al-Qusyasyi, Ibrahim al-Kurani kelahiran Turki mengambil alih jabatan sebagai perintis dan pendidik Permohonan Syatariyah yang paling bergengsi di wilayah Madinah.
      Tarekat Syattariyyah di Sumatera Barat barangkali merupakan fiksasi utama penyebaran paham neosufisme, sehingga diharapkan menjadi bagian penting dalam mendorong kasus kebudayaan Islam. Tarekat Sattariyyah di wilayah ini didukung oleh para ulama setempat, dimulai dari Syaikh Burhannuddin Ulakan. Akibatnya, Kholifah dan murid-muridnya harus berjuang keras menghadapi berbagai faktor dan sifat sosial, sehingga memunculkan kecenderungan-kecenderungan yang khas dan umumnya tunggal. berdasarkan sifat dan kebiasaan Tarekat Syattariyyah di berbagai daerah (Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Mutabaroh di Indonesia...hal. 171-172)
6. Tarekat Samamiyyah
      Muhammad Abd al-karim al-Madani al-Syafi'i al-Samman mendirikan permintaan Samamiyah (1130-1189/1718-1775). Keluarga Quraisy Medina tentu saja mengenalkannya kepadanya. di kalangan murid dan sahabatnya, ia juga dipanggil al-Sammani atau Muhammad Samman (dalam artikel ini ia akan dipanggil Syekh Samman). Syekh Samman tampaknya menghabiskan banyak energi di rumah Madianah dan Malik Abu Bakar al-Siddiq selama belajar di Sanjariya.
      Syekh Samman benar-benar mengajar tarekat dan berbagai bidang agama Islam. Dia memusatkan perhatian pada aturan-aturan Islam dengan lima profesional terlatih fiqh terkemuka: Muhammad al-Daqqad, Sayyid Ali - Aththar, Ali al-Kurdi. Abd alWahhab Al-       Thanhawi (di Mekah) dan Said Hilal al-Makki.
      Beliau juga berdiskusi dengan Muhammad Hayyat, seorang muhad yang dipandang memiliki sisa yang baik di Haramain dan yang memulai sebagai pendukung  Naqsbandiyyah (Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Mutabaroh di Indonesia...hal 182)
7. Tarekat Tijaniyah
      Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani yang dilahirkan di Ain Madi, Aljazair bagian selatan, dan meninggal di Fez, Maroko, pada usia 80 tahun, mendirikan Tarekat Tijaniyah (1150-1230 H/1737-1815 M). Pengikut Tijaniyah mengakui bahwa Syekh Ahmad Tijani adalah sosok suci yang tiada tara dengan kedudukan paling hakiki dan berbagai harta benda suci, yang terlihat dari siklus kelahirannya, adat istiadat keluarga, dan faktor silsilahnya.
      Sesuai pengakuannya, Ahmat Tijani berasal dari silsilah Nabi Muhammad SAW. merupakan garis keturunan keluarganya yang berasal dari Siti Fatimah al-Zahrah binti Muhammad Rasulullah SAW.