Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Hilangnya Dua

26 Mei 2024   16:12 Diperbarui: 26 Mei 2024   16:53 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu waktu telah menunjukkan pukul duabelas siang ketika terdengar bunyi bel sekolah yang menandakan waktu belajar telah usai. Seketika ruang kelas berubah menjadi gaduh dari celoteh murid-murid yang bersemangat untuk bisa segera pulang ke rumah. Dengan sabar Pak Amir sebagai guru yang saat itu sedang mengajar di kelas meminta murid-murid untuk tenang sejenak. Setelah suasana ruang kelas kembali tenang, barulah Pak Amir mengajak seluruh murid-murid untuk berdoa bersama terlebih dahulu dan setelah selesai, Pak Amir mempersilakan murid-murid meninggalkan ruang kelas dan pulang ke rumah masing-masing.

Di halaman sekolah yang berdebu, terlihat Dimas dan Rifki sedang berjalan pulang bersama dan itu adalah saat terakhir kali mereka terlihat. Kedua anak itu telah menjadi sahabat karib sejak mereka masih kecil hingga saat ini mereka telah duduk di bangku kelas lima di sebuah Sekolah Dasar Negeri. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba muncul ide di kepala Dimas untuk mengajak Rifki bermain di pantai sambil menikmati sore yang cerah. Apalagi esok hari telah memasuki masa liburan sekolah selama dua minggu.

"Rifki, apakah kamu ada rencana nanti sore?" tanya Dimas sambil berjalan di samping Rifki.

"Sepertinya aku tidak ada rencana nanti sore. Apakah kamu mau mengajak aku bermain Dimas?" tanya Rifki dengan raut wajah penasaran.

"Sebenarnya aku ingin mengajakmu bermain di pantai, sambil aku juga ingin menunjukkan sesuatu kepadamu yang tentunya belum pernah kamu lihat," jawab Dimas dengan mengedipkan sebelah matanya untuk memantik rasa ingin tau Rifki.

"Wah! Sepertinya kamu mempunyai sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dari aku. Apakah ini benar-benar sesuatu yang sangat menarik Dimas?" tanya Rifki akhirnya dengan antusias.

"Aku jamin. Pasti kamu akan menyukainya serta terpesona ketika telah mengetahuinya," jawab Dimas dengan senyum bahagia di wajahnya.

"Baiklah kalau begitu. Kita akan bertemu di pantai pada pukul empatbelas lebih tigapuluh menit. Awas! Jangan sampai kamu tidak datang Dimas," timpal Rifki dengan tawa bahagia karena nanti sore akan bermain ke pantai dengan sahabat dekatnya.

"Aku pasti datang, tenang saja," pungkas Dimas dengan senyum bahagia.

Akhirnya Dimas dan Rifki berpisah di sebuah persimpangan jalan. Kedua sahabat itu berjalan ke arah yang berlawanan menuju ke rumah masing-masing.

***

Pada waktu yang telah ditentukan, Dimas tiba lebih dulu di hamparan pantai berpasir putih dengan berlatar birunya air laut sejauh sejauh mata memandang. Saat itu Dimas sedang duduk santai di bawah sebuah pohon kelapa sambil memandang deburan ombak yang menyapu hingga ke bibir pantai dengan suara yang menenangkan hati. Dimas seakan terhipnotis oleh alunan konstan debur ombak sehingga tidak dapat mendengar suara langkah kaki yang berjalan perlahan mendekat ke arahnya dari arah sebelah kanan. Hingga akhirnya sebuah tepukan lembut mendarat tepat di bahu Dimas yang langsung membuyarkan lamunannya serta membuatnya terkejut. Kejadian kecil ini membuat Rifki tertawa terbahak-bahak, namun sebaliknya, membuat Dimas merasa malu karena tidak menyadari kehadiran Rifki di dekatnya.

Setelah kejadian kecil tadi, Dimas segera mengajak Rifki ke suatu tempat yang tersembunyi serta belum banyak orang yang tahu. Dimas dan Rifki mulai berjalan meninggalkan pantai berpasir putih dan sekarang sedang menyusuri jalan kecil dari tanah yang mengarah masuk ke dalam hutan. Dimas dan Rifki terus berjalan semakin jauh masuk ke dalam hutan yang terlihat suram serta menakutkan. Di sini sudah tidak terdengar lagi suara debur ombak di pantai, namun diganti dengan suasan sunyi serta keheningan hutan. Berjalan masuk semakin jauh ke dalam hutan membuat Rifki mulai merasa bingung dan takut, karena jalan yang dipilih oleh Dimas berkelok-kelok tak tentu arah. Sehingga akan sangat menyulitkan bagi Rifki untuk dapat menemukan jalan pulang seorang diri, dan kemungkinan terburuk yang akan Rifki hadapi adalah tersesat di dalam hutan yang masih terasa asing banginya.

Di depan samar-samar mulai terdengar seperti suara air yang sedang mengalir dan ini semakin membuat Dimas bersemangat untuk dapat memberikan kejuta yang spesial kepada sahabatnya. Akhirnya perjalanan Dimas dan Rifki berhenti di bawah sebuah bukit kecil berbatu, dan suara air mengalir sepertinya berada tepat di balik bukit berbatu ini. Tidak ada cara lain untuk mengetahui suara air yang sedang mengalir kecuali dengan mendaki bukit berbatu ini. Dengan antusias dan penuh semangat, Dimas menoleh memandang Rifki yang terlihat mulai kelelahan dan berkata. "Kau sudah siap untuk melihat kejutan yang aku katakan tadi siang?"

"Aku sudah siap Dimas. Ayo cepat tunjukkan sebelum aku kehabisan tenaga," jawab Rifki.

"Tetapi ada satu halangan yang harus kita lalui terlebih dahulu," ujar Dimas sambil menggoda sahabatnya. "Dan halangan itu adalah bukit berbatu yang berdiri kokoh tepat di hadapan kita." Terdengar suara tawa Dimas saat melihat wajah Rifki yang seolah tidak percaya mendengar kata-kata yang baru saja Dimas sampaikan.

"Ya ampun!" kata Rifki dengan suara lemah, "jadi, kita harus mendaki bukit berbatu yang ada di depan kita ini sebelum mengetahui sesuatu yang ada di baliknya?"

"Kau benar sekali Rifki. Percayalah! Apa yang akan kau lihat nanti akan sepadan dengan semua perjalanan yang telah kita lalui sejauh ini."

"Awas! Kalau sampai engkau berbohong Dimas, lihat saja nanti."

Dimas hanya tertawa mendengar sindirian dari sahabatnya itu. "Ayo! Kita mulai mendaki bukit ini dan melihat apa yang ada di baliknya," ujar Dimas. Dengan perlahan Dimas dan Rifki mulai mendaki bukit kecil berbatu yang ada di hadapannya. Pelan tapi pasti, kedua sahabat itu hampir mencapai puncak bukit dan ketika akhirnya mereka berhasil tiba di atas puncak bukit berbatu. Dimas dan Rifki hanya berdiri diam sambil mengatur napas yang sudah hampir habis. Setelah beristirahat sejenak dan napas mereka telah kembali normal, barulah terlihat pemandangan yang ada di bawah bukit berbatu ini. Terlihat sebuah aliran sungai yang membelah hutan dengan air sebening kristal, dan yang membuat mata terpana melihatnya adalah dasar sungai yang berpasir terlihat begitu jelas. Dimas dan Rifki seolah terhipnotis dengan keindahan alam yang ada di bawahnya.

"Inilah kejutan yang aku katakan tadi. Dan sekarang engkau telah melihatnya sendiri," ujar Dimas dengan perasaan puas yang tidak bisa disembunyikan lagi. "Sekarang, bagaimana pendapatmu mengenai kejutan ini Rifki?" Tawa Dimas akhirnya pecah.

"Ini sungguh luar biasa dan di luar dugaanku selama ini Dimas. Aku belum pernah melihat pemandangan yang begitu luar biasa seperti ini sebelumnya," jawab Rifki dengan raut wajah yang berseri-seri.

"Ayo! Kita segera turun ke bawah lalu mandi sambil bermain air," ajak Dimas dengan penuh semangat.

"Aku sudah tak sabar ingin merasakan segarnya air sungai ini," jawab Rifki antusias.

Dengan segera kedua sahabat itu mulai berjalan menuruni bukit berbatu menuju ke aliran sungai yang tepat berada di bawah mereka. Ketika mereka telah sampai di bawah dan berdiri di bibir sungai, tanpa menunggu lebih lama lagi, Rifki dan Dimas segera melompat ke dalam air sebening kristal diiringi dengan teriakan gembira yang memecah keheningan hutan. Kegembiraan terpancar jelas di wajah Dimas dan Rifki saat sedang bermain air, tak lupa mereka menyelam untuk melihat dasar sungai yang berpasir lembut, dengan sesekali terlihat ikan kecil yang berlalu-lalang dengan santai. Aliran sungai ini mengalir menuju ke muara yang berbatasan langsung dengan laut lepas di akhir perjalanannya. Namun, ada sesuatu yang tidak diketahui Dimas dan Rifki, bahwa arus sungai yang terlihat tenang dan indah ini dapat berubah berbahaya dalam waktu singkat.

Tak terasa senja pun akhirnya tiba yang ditandai dengan warna langit yang berubah kemerahan di sebelah barat, tidak ketinggalan hutan yang berada di sekitar aliran sungai mulai berubah menjadi gelap dan lebih menakutkan daripada sebelumnya. Pada siang itu di bagian hulu sungai telah turun hujan badai yang berlasung selama dua jam. Akibat dari hujan badai tersebut mengakibatkan air sungai meluap serta mengakibatkan banjir di sebagian wilayah. Dan sekarang, air sungai yang bercampur dengan lumpur, bebatuan besar, dan sampah sedang bergerak tak terkendali menyusuri aliran sungai. Sialnya aliran sungai itu ternyata sedang menuju ke tempat Dimas dan Rifki yang sedang asyik bermain air dan tidak menyadari akan bahaya yang akan segera datang.

Pada saat itu Dimas tengah duduk di atas sebuah bongkahan batu besar yang mencuat dari dalam air. Sedangkan Rifki sedang asyik berenang sambil sesekali menyelam ke bawah air. Samar-samar telinga Dimas mulai mendengar suara gemuruh seperti sebuah benda jatuh dari ketinggian. Semakin lama suara gemuruh yang awalnya terdengar pelan, kini mulai terdengar semakin keras dan menakutkan. Dimas mulai terlihat bingung dengan suara gemuruh yang sepertinya sedang menuju ke arahnya dengan cepat. Tidak berapa lama warna air sungai telah berubah menjadi coklat keruh dan tinggi air sungai naik secara drastis dalam waktu singkat. Akhirnya Dimas baru menyadari jika ada air bah yang sedang mengarah ke tempatnya duduk saat ini dengan kekuatan penuh serta mematikan. Dimas segera berdiri dan langsung mencari keberadaan Rifki untuk memperingatkannya agar segera naik ke daratan. Pada saat itu Rifki sedang menyelam dan sama sekali tidak mengetahui adanya bahaya yang datang mendekat dengan cepat. Pada saat menyelam itulah Rifki baru menyadari jika air sungai yang awalnya sebening kristal, kini telah berubah warna menjadi keruh. Akan tetapi, Rifki tetap tak menghiraukannya dan menganggap semua itu adalah hal yang biasa.

Dengan perasaan panik dan takut akan keselamatan dirinya juga sahabatnya, Dimas menoleh ke sana-sini untuk mencari keberadaan Rifki yang sejauh ini masih tak terlihat. Tepat pada waktunya Rifki akhirnya muncul dari dalam air dengan wajah tersenyum bahagia tanpa mengetahui bahaya yang datang dengan cepat mengancam jiwanya. Dimas lalu berteriak dengan sekuat tenaga untuk memberi tahu Rifki agar segera keluar dari dalam sungai.

"Rifki, cepatlah keluar dari dalam sungai, sekarang!" teriak Dimas dengan suara keras dan putus asa untuk menyaingi suara gemuruh air yang terdengar semakin keras.

   Ketika akhirnya Rifki mendengar teriakan Dimas yang terlihat sangat takut dan panik, barulah saat itu Rifki menyadari ada yang salah dengan sungai ini. Akan tetapi, semua itu sudah terlambat. Ketika Rifki tengah berusaha berenang sekuat tenaga menuju ke pinggir sungai untuk menyelamatkan dirinya, tiba-tiba datanglah arus yang kuat menghantam tubuh Rifki hingga membuatnya terseret semakin jauh dari pinggir sungai. Rifki hanya bisa beteriak sambil melambaikan tangan meminta tolong kepada Dimas yang saat itu tidak bisa berbuat apa-apa. Usaha yang Rifki lakukan ternyata hanya sia-sia belaka. Dalam waktu sekejap arus yang begitu kuat akhirnya menarik tubuh Rifki masuk ke bawah air. Dan itu adalah saat terakhir kali Dimas melihat tubuh Rifki hilang ditelan oleh kuatnya arus sungai yang sedang mengamuk.

   Pada saat yang sama, Dimas menyadari jika dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong sahabatnya yang sedang tenggelam dan hanya bisa menangis dengan berurai air mata hingga membuat tubuhnya gemetar hebat. Situasi buruk yang terjadi secara tiba-tiba ini benar-benar di luar perkiraan Dimas, permainan air yang sedianya begitu menggembirakan telah berubah menjadi bencana yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Tidak cukup sampai di situ, keadaan yang tengah Dimas alami saat ini benar-benar bagai di ujung tanduk. Mengingat Dimas tengah terjebak di tengah arus sungai yang sedang mengamuk serta meluap tak terkendali. Dalam kesendirian, kepanikan, ketakutan, serta rasa putus asa di tengah ancaman bahaya akan terseret oleh derasnya arus sungai yang semakin lama semakin meninggi. Saat itu Dimas hanya berpijak pada sebongkah batu besar untuk bisa bertahan hidup di tengah kepungan serta amukan arus sungai dan tak ada tempat untuk menyelamatkan diri. Namun alam akhirnya berkata lain, pada saat-saat terakhir Dimas sempat mendengar suara gemuruh yang mendekat ke arahnya bagaikan suara kereta api yang sedang melaju kencang. Ternyata itu adalah suara gemuruh arus sungai yang bergerak dengan liar serta lebih mematikan daripada sebelumnya. Tanpa ampun arus sungai yang mematikan langsung menyapu tubuh dimas yang sudah tidak berdaya dari pijakannya pada sebongkah batu besar. Dalam waktu singkat tubuh Dimas beserta sebongkah batu besar yang menjadi tempatnya berpijak sebelumnya telah hilang tertutup oleh derasnya arus sungai yang tengah mengamuk tak terkendali.

***

Setelah matahari senja akhirnya terbenam di ufuk barat dan digantikan dengan malam yang gelap, barulah saat itu terjadi kegemparan di sebuah desa kecil yang asri serta memiliki pantai berpasir putih yang indah. Semua itu bermula dari Ibu Astuti yang sedang menanti kepulangan Dimas dari bermain sejak tadi sore. Akan tetapi, hingga malam tiba Dimas belum juga pulang ke rumah. Ibu Astuti yang merasa tidak enak serta khawatir dengan keselamatan Dimas, meminta tolong kepada suaminya Pak Hassan untuk mencari Dimas di rumah temannya yang bernama Rifki.

   Mendengar permintaan istrinya yang dipenuhi dengan kesedihan dan tergambar jelas di wajahnya. Pak Hassan langsung memeluk istrinya dengan lembut untuk menenangkan lalu berkata dengan suara pelan:

   "Istriku, mungkin saat ini Dimas sedang berada di rumah Rifki setelah tadi sore bermain bersama. Apalagi saat ini telah memasuki waktu liburan sekolah. Dimas adalah anak yang penurut dan tidak pernah sebelumnya terjadi hal yang seperti ini. Sabar Istriku, semuanya akan baik-baik saja," kata Pak Hassan menerangkan kepada istrinya supaya tidak terlalu khawatir.

   "Kau benar suamiku," kata Ibu Astuti. "Akan tetapi, hati kecilku tetap merasa tidak tenang dengan keadaan ini. Seolah sesuatu yang buruk sedang terjadi kepada Dimas anak kita."

   "Baiklah istriku, aku akan segera menuju ke rumah Rifki untuk mencari keberadaan Dimas. Semoga saja Dimas ada di sana. Kamu tetap berada di rumah sambil menunggu berita dariku," pinta Pak Hassan. Lalu dengan lembut Pak Hassan mencium kening istrinya dan sebelum berangkat memandang wajah istrinya yang terlihat begitu sedih dan khawatir.

   Pak Hassan segera bergegas meninggalkan rumah dan berjalan dengan langkah terburu-buru supaya dapat segera sampai di rumah Rifki. Kurang dari lima menit berjalan kaki, akhirnya Pak Hassan telah sampai di depan sebuah rumah besar milik Pak Suryo yang merupakan salah satu orang terpandang di desa dan juga adalah orang tua dari Rifki. Pak Hassan segera membuka pintu gerbang yang saat itu terlihat tidak terkunci, lalu berjalan menuju ke teras rumah yang terlihat begitu indah dengan hiasan lampu gantung berwarna kuning. Setelah akhirnya sampai dan berdiri di depan sepasang pintu kayu besar, Pak Hassan menarik napas panjang untuk meredakan ketegangan yang mulai menjalar di dalam tubuhnya.

   Kemudian Pak Hassan mengetuk pintu kayu yang terlihat sangat kokoh sambil memandang keadaan sekitar mencari sandal yang dipakai oleh Dimas saat meninggalkan rumah sore tadi. Akan tetapi, Pak Hassan tidak mendapati sandal anaknya di teras depan rumah Pak Suryo dan ini membuat perasaannya semakin tidak enak. Lalu terdengar suara kunci diputar dari balik pintu dan sejurus kemudian pintu terbuka. Dari balik pintu berdirilah Pak Suryo pemilik rumah dengan wajah kaku tanpa menunjukkan ekspresi apa pun bagaikan sebuah patung penjaga makam kuno yang sengaja ditancapkan oleh pembuatnya. Ketika Pak Hassan memandang wajah Pak Suryo, pada saat itu juga, Pak Hassan mengetahui ada sesuatu yang terjadi dengan salah satu keluarga terpandang di desa ini.

   "Selamat malam Pak Suryo dan mohon maaf jika saya mengganggu waktu bersantai Pak Suryo bersama keluarga," kata Pak Hassan dengan sopan.

   "Tidak apa-apa Pak Hassan," jawab Pak Suryo dengan dingin dan singkat sambil melambaikan tangan. "Kalau boleh tahu, maksud kedatangan Pak Hassan kemari itu ada keperluan apa?" tanya Pak Suryo tanpa basa-basi dengan nada sarkasme yang terlihat jelas. Seolah Pak Hassan adalah orang yang telah mengganggu waktu santainya bersama keluarga.

   "Begini Pak Suryo," jawab Pak Hassan. "Apakah saat ini Dimas anak saya ada di sini bersama Rifki?"

   Mendengar tujuan Pak Hassan yang datang ke rumahnya hanya untuk menanyakan keberadaan anaknya, langsung membuat wajah Pak Suryo berubah merah seketika karena amarah yang memuncak di dalam dada.

   "Dengar baik-baik! Gara-gara anak Pak Hassan mengajak anak saya bermain tadi sore entah ke mana. Lihat akibatnya, sampai sekarang anak saya belum juga pulang ke rumah." Suara Pak Suryo terdengar sangat marah dan frsutasi dengan keadaan yang terjadi saat ini.

   "Anak saya juga belum pulang ke rumah sampai sekarang. Oleh karena itu, saya datang kemari untuk mencari dan menanyakan keberadaan anak saya," jawab Pak Hassan dengan suara pelan dan sopan.

   "Memangnya Pak Hassan tidak mengetahui, anak bapak pergi mengajak anak saya bermain entah ke mana?" ujar Pak Suryo sengit.

   "Saya sungguh tidak mengetahui Pak Suryo, anak saya mengajak Rifki bermain ke mana. Karena pada saat itu saya sedang tidak berada di rumah." Tiba-tiba kepala Pak Hassan terasa pusing dan dadanya terasa berat saat mengetahui anak Pak suryo belum juga pulang ke rumah. Dan sekarang situasinya berubah lebih rumit dan pelik daripada sebelumnya.

   "Pak Hassan harus bertanggung jawab untuk dapat menemukan keberadaan anak saya. Awas! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan anak saya. Pak Hassan akan lihat sendiri akibatnya," ancam Pak Suryo tidak main-main dengan raut wajah yang menunjukkan amarah yang siap meledak kapan pun.

   Dari bagian belakang rumah istri Pak Suryo bergegas untuk menghampiri suaminya karena mendengar suara suaminya meninggi seperti sedang marah kepada seseorang. Istri Pak Suryo merasa khawatir jika nanti sampai terjadi sesuatu kepada suaminya. Ketika istri Pak Suryo telah berdiri di samping suaminya, dengan lembut tangan kanan istri Pak Suryo memijat lembut bahu suaminya untuk menenangkan. Kemudian dengan suara lembut istri Pak Suryo berkata:

   "Sabar suamiku. Pak Hassan kan tidak tahu apa-apa dengan kejadian ini. Mungkin anak kita sedang bermain di rumah teman sekolahnya yang lain, apalagi sekarang kan sudah memasuki waktu liburan sekolah."

   "Bagaimana kalau saya segera melapor kepada bapak kepala desa tentang belum kembalinya Dimas dan Rifki ke rumah? Sehingga para warga desa lainnya dapat ikut membantu pencarian jika memang dibutuhkan," ujar Pak Hassan memberi saran kepada istri Pak Suryo yang masih berusaha menenangkan suaminya.

   "Itu ide yang bagus Pak Hassan," jawab istri Pak Suryo. "Lebih cepat mereka segera ditemukan itu akan lebih baik. Sebelum malam akan semakin larut."

   "Baiklah kalau begitu. Saat ini juga saya akan segera melapor ke rumah bapak kepala desa. Dan satu hal lagi," kata-kata Pak Hassan seperti tertahan di bibir karena sedang memikirkan sesuatu yang buruk. "Saya sebagai orang tua Dimas memohon maaf jika anak saya telah membuat keluarga Pak Suryo jadi seperti ini," ujar Pak Hassan dengan suara pelan karena malu. Pak Hassan lalu mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Pak Suryo sebagai permohonan maaf akan tetapi ditolak mentah-mentah oleh Pak Suryo.

   Setelah menerima penolakan dari Pak Suryo, Pak Hassan dengan langkah lunglai mulai berjalan meninggalkan rumah Pak Suryo dengan perasaan hancur serta terpukul dengan kejadian yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Pada saat yang sama, istri Pak Suryo dengan penuh kasih sayang mulai mengajak masuk suaminya ke dalam rumah agar dapat beristirahat sejenak guna meredakan amarah yang siap meledak kapan saja.

*** 

Malam itu Pak Tatang sedang berkumpul bersama istri dan kedua buah hatinya yang masih kecil di ruang keluarga sambil melihat acara televisi. Tiba-tiba saja terdengar suara orang yang tengah mengetuk pintu rumahnya sambil mengucapkan salam 'Assalamualaikum'.

   "Suamiku, sepertinya ada orang di depan rumah," kata Ibu Titik memberi tahu suaminya. "Biar aku saja yang melihatnya supaya engkau bisa tetap menemani anak-anak melihat acara televisi," imbuhnya dengan seulas senyum cantik menghiasi wajahnya.

   "Tidak perlu istriku, biar aku saja yang melihatnya. Kamu tetap di sini sambil menemani anak-anak yang sedang asyik melihat film di televisi," jawab Pak Tatang dengan senyum khasnya yang telah membuat Ibu Tititk jatuh cinta pada pandangan pertama.

   Pak Tatang segera bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan santai meninggalkan istri dan kedua anaknya yang ada di ruang keluarga menuju ke pintu depan. Ketika Pak Tatang tiba di ruang tamu rumahnya, Pak Tatang berhenti sejenak untuk menyalakan lampu. Setelah lampu menyala, nampaklah ruang tamu kecil rumahnya yang terlihat bersih dan rapi hasil dari tangan terampil istrinya yang selalu memastikan rumah dalam keadaa bersih. Pak Tatang tersenyum ketika membayangkan wajah istrinya yang telah menjadikan dirinya sebagai laki-laki sempurna. Pak Tatang segera menuju ke pintu depan untuk mengetahui siapa orang yang berkunjung ke rumahnya pada malam ini.

   Dengan tenang Pak Tatang mulai membuka kunci pintu dan kemudian membuka pintu depan rumahnya. Setelah pintu depan rumahnya terbuka, Pak Tatang mendapati ada seorang pria paruh baya tengah berdiri diam dengan raut wajah tegang bercampur kesedihan sedang menatapnya dengan pandangan kosong, seolah pikirannya tengah berada ribuan kilo dari tempatnya berdiri saat ini. Pada saat itu juga, Pak Tatang merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan orang yang sedang berdiri diam di hadapannya. Dengan tenang Pak Tatang mempersilakan tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamu sambil membiarkan pintu ruang tamunya tetap terbuka. Kemudian Pak Tatang berjalan masuk ke dalam rumah dan meminta kepada istrinya untuk membuatkan dua cangkir teh panas.

   Pak Tatang segera kembali ke ruang tamu lalu duduk di salah satu kursi sambil memandang tamunya yang duduk diam bagaikan seorang pertapa. Dengan penuh perhatian Pak Tatang memperhatikan wajah tamunya secara seksama dan mendapati wajah tamunya semakin lama terlihat semakin tua seiring dengan berjalannya waktu. Untuk memecah keheningan di antara dirinya dan tamunya itu, Pak Tatang mulai berbicara dengan suara yang tenang dan dalam:

   "Mohon maaf sebelumnya, apakah ada yang bisa saya bantu? Dari apa yang saya lihat sekilas, nampaknya bapak sedang mengalami sesuatu yang buruk saat ini."

   "Begini bapak kepala desa," jawab pria paruh baya dengan suara pelan, "hati dan pikiran saya sedang tidak karuan saat ini karena memikirkan kondisi anak saya dan anak Pak Suryo yang sampai sekarang belum juga pulang ke rumah semenjak bermain tadi sore. Saya takut terjadi sesuatu kepada Dimas anak saya dan juga Rifki anak Pak Suryo."

   Mendengar jawaban yang baru saja disampaikan oleh pria paruh baya yang tengah duduk di hadapannya. Seketika membuat hati Pak Tatang menjadi tidak enak dan mulai muncul rasa takut akan sesuatu yang buruk telah menimpa mereka berdua.

   "Kalau saya boleh tahu, siapakah nama bapak?" tanya Pak Tatang dengan sopan.

   "Nama saya Hassan dan orang-orang biasa memanggil saya dengan panggilan Pak Hassan," jawabnya singkat seolah sudah tidak ada lagi tenaga di dalam dirinya.

   "Apakah Pak Hassan sudah mencari keberadaan Dimas di rumah Pak suryo?" tanya Pak Tatang penuh selidik.

   "Saya baru saja dari rumah Pak Suryo dan mendapati anak saya juga anak Pak Suryo belum juga pulang ke rumah. Kejadian ini membuat Pak Suryo marah dan mengancam saya jika sampai terjadi sesuatu kepada anaknya," jawab Pak Hassan sambil menggelengkan kepalanya untuk mengusir gambaran buruk yang terus terlintas di dalam pikirannya.

   "Sebelum meninggalkan rumah tadi sore, apakah anak Pak Hassan sempat memberi tahu akan bermain ke mana?"

   "Pada saat itu saya sedang tidak berada di rumah, tetapi anak saya sempat meminta izin kepada ibunya kalau mau bermain bersama Rifki anak Pak Suryo." Pak Hassan kembali menundukkan kepalanya sambil sesekali menggelengkan kepalanya.

   "Apakah ada petunjuk anak Pak Hassan beserta anak Pak Suryo pergi bermain ke mana?"

   "Itulah masalahnya bapak kepala desa," jawab Pak Hassan lirih, "anak saya tidak memberi tahu akan bermain ke mana bersama anak Pak Suryo. Ini yang menyulitkan saya mencari keberadaan anak saya." Terjadi keheningan selama beberapa saat sebelum Pak Hassan kembali melanjutkan ceritanya. "Ini tidak seperti biasanya anak saya bermain sampai malam hari. Saya merasa sangat khawatir anak saya juga anak Pak Suryo saat ini sedang dalam kesulitan dan saya sebagai orang tua tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya." Terdengar nada putus asa dari Pak Hassan dengan semua keadaan ini.

   Dari bagian belakang rumah muncul istri Pak Tatang datang membawakan dua cangkir teh panas yang langsung dihidangkan di atas meja ruang tamu. Setelah selesai menghidangkan minuman, istri Pak Tatang segera kembali masuk ke dalam rumah. Pak Tatang mempersilakan Pak Hassan untuk meminum teh-nya guna meredakan ketegangan yang sedang dirasakannya.

   "Jika seperti itu urutan kejadiannya, malam ini saya akan meminta bantuan dari warga desa untuk ikut membantu melakukan pencarian. Kita hanya bisa berharap yang terbaik, semoga saja Dimas dan Rifki dapat segera ditemukan dan bisa berkumpul kembali bersama keluarganya," ujar Pak Tatang.

   Setelah itu Pak Tatang mulai meminum teh yang dibuatkan oleh istrinya, sambil duduk tenang serta tenggelam dalam pikirannya sendiri. Terjadi keheningan antara Pak Tatang dan Pak Hassan yang hanya dipecahkan oleh suara jarum jam dinding yang berdetak perlahan.

   "Kita akan menuju ke aula balai Desa Mojorejo malam ini juga, untuk mengadakan rapat mengenai situasi yang mendesak ini," kata Pak Tatang membuka keheningan seolah baru saja mendapatkan ilham.

   "Itu ide yang bagus bapak kepala desa. Saya setuju dengan ide itu, lebih cepat dilakukan akan lebih baik," jawab Pak Hassan lemah sambil menganggukkan kepala.

   Pak Tatang segera menghabiskan teh-nya lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah untuk memberi tahu istrinya tentang situasi yang sedang dihadapi Pak Hassan. Pak Tatang juga meminta izin kepada istrinya karena akan pergi meninggalkan rumah untuk melakukan rapat darurat di aula Desa Mojorejo malam ini. Setelah kembali dari dalam rumah, Pak Tatang segera mengajak Pak Hassan untuk segera berangkat guna mempersingkat waktu yang sangat berharga.

   Akhirnya Pak Tatang dan Pak Hassan berjalan bersama meninggalkan rumah dan langsung menuju ke aula Desa Mojorejo untuk mengadakan pertemuan darurat dengan warga desa guna meminta bantuan untuk mencari keberadaan Dimas dan Rifki. Berdiri di ambang pintu rumah yang terbuka, istri Pak Tatang dengan raut wajah khawatir memandangi kepergian suaminya ke aula Desa Mojorejo, dalam hati ia berkata "Semoga sesuatu yang buruk tidak terjadi kepada anak Pak Hassan dan Pak Suryo" lalu kembali menutup pintu dan menguncinya kembali.

***   

Malam itu aula Desa Mojorejo tidak seperti hari-hsri biasanya yang terlihat sepi dan suram ketika malam tiba. Akan tetapi malam ini suasananya sungguh berbeda, aula Desa Mojorejo telah disesaki oleh warga desa yang sebagian terlihat duduk di kursi, ada juga beberapa warga desa yang berdiri dengan pandangan bingung dan bertanya-tanya dengan situasi yang tidak biasa ini. Ada desas-desus yang menyebar di antara warga desa mengenai terjadinya sesuatu yang buruk, sehingga membuat bapak kepala desa sampai harus mengumpulkan warga desa pada malam ini.

   Duduk di depan sambil menghadap kerumunan warga yang telah memenuhi aula Desa adalah Pak Tatang selaku kepala desa dan di kiri-kanannya duduk para perangkat Desa Mojorejo. Dengan seksama Pak Tatang memperhatikan kerumunan warga desa yang telah memenuhi aula desa dan mendapati tatapan dari warga yang hadir dipenuhi dengan raut kebingungan serta penasaran dengan semua ini. Dan sebentar lagi Pak Tatang akan menyampaikan sebuah berita buruk yang belum pernah terjadi sebelumnya di Desa Mojorejo. Pak Tatang menoleh ke sebelah kanan, dan mendapati salah satu orang kepercayaannya menganggukkan kepala tanda inilah saatnya rapat dimulai.

   Sebelum bangkit berdiri, Pak Tatang memejamkan mata sejenak sambil menarik napas dalam-dalam untuk meredakan ketegangan yang semakin lama semakin meningkat. Barulah setelah itu, Pak Tatang bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menuju ke podium yang berada di samping kanan, dan dengan tenang mulai menyampaikan berita yang akan membuat gempar Desa Mojorejo malam ini.

   "Assalamualaikum dan selamat malam kepada seluruh warga yang telah dengan sukarela berkumpul di aula Desa Mojorejo. Sebelumnya saya sampaikan terima kasih banyak telah berkenan hadir di aula ini dengan pemberitahuan yang begitu singkat. Saya terpaksa harus mengumpulkan para warga karena ada sesuatu yang genting dan mendesak untuk segera kita pecahkan," kata Pak Tatang membuka pertemuan ini, lalu memberi jeda sejenak agar kata-katanya dapat diserap oleh seluruh warga desa yang hadir. Kemudian Pak Tatang kembali melanjutkan ceritanya. "Dengan berat hati saya harus menyampaikan sebuah berita buruk ini kepada seluruh warga Desa Mojorejo yang hadir di sini. Malam tadi saya sedang bersantai bersama istri dan kedua anak saya sambil melihat acara televisi. Tiba-tiba Pak Hassan datang ke rumah saya dan bercerita mengenai keberadaan anaknya juga anak Pak Suryo yang belum kembali ke rumah sejak bermain tadi sore," ujar Pak Tatang menutup ceritanya.

   Seketika aula Desa Mojorejo berubah gaduh setelah mendengar cerita yang baru saja disampaikan oleh bapak kepala desa. Terdengar suara-suara dari warga desa yang mulai berspekulasi mengenai berbagai kemungkinan yang membuat Dimas dan Rifki belum juga pulang ke rumah hingga saat ini. Mulai dari hal yang mistis hingga aksi kejahatan berupa penculikan yang menimpa anak Pak Hassan juga Pak Suryo. Di tengah-tengah keriuhan suara warga yang memenuhi aula rapat, terlihat salah seorang warga mengangkat sebelah tangannya, lalu berbicara menyampaikan pendapatnya dalam masalah ini.

   "Kalau saya boleh tahu, di manakah posisi terakhir saat kedua anak itu masih terlihat?" tanyanya.

   Mendengar pertanyaan dari salah satu warganya, Pak Tatang segera mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan warga yang saat ini memenuhi aula desa sebelum menjawab pertanyaan yang baru saja disampaikan serta melanjutkan ceritanya. Ketika suasana aula desa telah kembali tenang, Pak Tatang dapat merasakan adanya atmosfer ketegangan dari wajah-wajah yang saat ini tengah memenuhi aula d\Desa Mojorejo.

   "Dari cerita yang disampaikan Pak Hassan kepada saya," ujar Pak Tatang memulai, "selepas pulang dari sekolah, Dimas meminta izin kepada ibunya untuk bermain bersama Rifki pada sore hari. Setelah itu keberadaan Dimas dan Rifki tidak pernah diketahui lagi hingga saya menyampaikan berita buruk ini kepada para hadirin yang hadir malam ini," pungkas Pak Tatang.

   "Apakah telah terjadi penculikan terhadap Dimas dan Rifki?" tanya warga desa lainnya dari tengah ruangan dengan suara lantang.

   "Ini sungguh buruk jika benar telah terjadi penculikan anak di Desa Mojorejo ini," imbuh warga lainnya sambil menggelengkan kepala seakan tidak percaya dengan ini semua.

   "Saya memohon kepada hadirin yang hadir untuk tenang dan tidak berspekulasi semain jauh," pinta Pak Tatang. "sampai saat ini kita masih belum mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi kepada Dimas dan Rifki. Jadi, kita tidak bisa langsung mengambil sebuah kesimpulan atas terjadinya tindak kejahatan berupa penculikan anak. Karena informasi yang kita miliki sampai sejauh ini sangatlah minim."

   "Itu benar. Apa yang baru saja disampaikan oleh bapak kepala desa," ujar warga lainnya mengutarakan persetujuannya.

   "Lalu, langkah apa yang akan kita ambil dalam situasi darurat seperti sekarang? Apakah kita akan berdiam diri saja menunggu kedua anak itu kembali ke rumah masing-masing atau?" tanya seorang warga desa lainnya.

   "Begini bapak-bapak sekalian," kata Pak Tatang kembali berbicara dari depan podium, "saya selaku kepala Desa Mojorejo ingin meminta bantuan dari seluruh warga yang hadir di sini untuk membantu melakukan proses pencarian guna menemukan keberadaan Dimas dan Rifki secepatnya. Apakah bapak-bapak sekalian bersedia membantu?" tanya Pak Tatang kepada hadirin yang telah memenuhi aula desa.

   "Kami bersedia." Terdengar jawaban serentak dari seluruh warga yang hadir di dalam aula Desa Mojorejo.

   "Malam ini juga saya akan membentuk beberapa regu yang terdiri dari beberapa orang untuk melakukan proses pencarian di beberapa tempat sekaligus. Harapannya, dengan mengerahkan beberapa regu pencari di beberapa titik, keberadaan Dimas dan Rifki dapat segera ditemukan dan bisa kembali berkumpul bersama keluarganya."

   Kemudian sisa rapat berikutnya digunakan oleh bapak kepala desa beserta jajaran untuk membentuk beberapa regu tim pencari. Bapak kepala desa memahami, bahwa pencarian pada malam hari tidak akan pernah bisa maksimal. Akan tetapi proses pencarian harus tetap dilakukan karena semakin lama Dimas dan Rifki tidak ditemukan, akan semakin sulit menemukan keduanya. Waktu adalah segalanya dalam situasi seperti saat ini. Setelah beberapa regu tim pencari akhirnya terbentuk, kini tibalah saat untuk memulai proses pencarian dengan petunjuk yang hampir tidak ada sama sekali.

   Ketika bapak kepala desa akan memberangkatkan beberapa regu tim pencari, tiba-tiba sesuatu yang tak terduga terjadi. Di luar aula Desa Mojorejo yang sebelumnya cerah tiba-tiba turun hujan yang sangat deras disertai dengan angin yang bertiup kencang seakan badai sedang mengamuk. Dalam situasi seperti saat ini, tidak mungkin bagi bapak kepala desa memberikan izin untuk melakukan proses pencarian di tempat terbuka. Jika seandainya tetap dipaksakan untuk melakukan proses pencarian dalam kondisi cuaca yang tidak bersahabat seperti sekarang, kondisi ini akan sangat membahayakan bagi para pencari yang sedang bertugas di lapangan. Situasi yang tengah dihadapi saat ini menjadi dilema bagi bapak kepala desa untuk mengambil sebuah keputusan pentikng. Bapak kepala desa tidak bisa berbuat apa-apa saat menghadapi kekuatan alam yang sedang mengamuk serta tidak bersahabat seperti sekarang.

   Untuk meredakan ketegangan yang sedang drasakannya, bapak kepala desa memutuskan berjalan pergi meninggalkan aula desa menuju ke koridor yang berada di luar. Setelah berada di luar aula desa, bapak kepala desa hanya berdiri diam sambil menyilangkan kedua tangannya di punggung. Dalam diam, pandangan mata bapak kepala desa menatap jauh ke depan ke tempat di mana hanya ada kegelapan yang tengah menyelimuti Desa Mojorejo yang tengah diguyur hujan badai. Sementara pikirannya masih bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi kepada kedua anak yang hilang entah ke mana. Apalagi dalam keadaan hujan badai seperti sekarang, bapak kepala desa hanya bisa menggelengkan kepala untuk mengusir gambaran buruk tentang nasib kedua anak itu.

   Hujan badai yang sebelumnya sempat mengguyur Desa Mojorojo akhirnya reda ketika waktu telah mendekati tengah malam. Dengan sangat terpaksa, bapak kepala desa akhirnya membatalkan rencana melakukan proses pencarian pada malam ini karena sudah tidak memungkinkan lagi, dan meminta kepada seluruh warga yang berada di dalam aula desa untuk segera pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat. Karena esok pagi pencarian akan dilakukan dengan kekuatan penuh dan serentak guna menemukan keberadaan kedua anak yang tengah hilang entah ke mana. Akhirnya para warga desa yang sebagian sudah terlihat kelelahan dan mengantuk mulai berjalan meninggalkan aula desa menuju ke rumah masing-masing. Dan orang terakhir yang pergi meninggalkan aula desa serta mengunci pintunya adalah Pak Tatang. Di malam yang dingin serta berselimut mendung tebal Pak Tatang berjalan seorang diri menyusuri jalanan desa yang becek sambil merenungkan kejadian belum pulangnya Dimas dan Rifki ke rumah.

***   

Empat hari telah barlalu sejak dimulainya proses pencarian secara besar-besaran untuk menemukan keberadaan Dimas dan Rifki. Akan tetapi, sampai sejauh ini proses pencarian kedua anak yang hilang belum membuahkan hasil yang diinginkan dan sepertinya tidak mengalami kemajuan yang berarti. Padahal seluruh area sampai sudut-sudut desa yang terpencil, tidak ketinggalan tempat-tempat yang jarang dikunjungi warga desa telah disisir dengan seksama. Tetap saja tidak ada petunjuk sekecil apa pun yang dapat menjelaskan hilangnya Dimas dan Rifki dari Desa Mojorejo.

   Pada malam keempat pencarian, kepala desa seperti biasa mengadakan evaluasi juga mendiskusikan langkah selanjutnya yang akan diambil mengenai hilangnya Dimas dan Rifki secara misterius. Pada rapat malam ini yang dihadiri hampir seluruh warga Desa Mojorejo yang telah ikut membantu dalam melakukan proses pencarian secara sukarela. Bapak kepala desa sangat ingin mengetahui kemajuan yang telah dicapai pada hari ini.

   "Selamat malam bapak-bapak sekalian," kata bapak kepala desa membuka rapat. "Saya sampaikan terima kasih banyak atas bantuan tenaga, pikiran, juga waktu yang telah diberikan dalam melakukan upaya pencarian selama empat hari ini. Pada rapat kali ini, saya ingin mengetahui perkembangan yang telah dicapai sejak dimulainya pencarian pada pagi hari tadi hingga berakhirnya upaya pencarian pada sore hari. Untuk itu saya ingin mendengar laporan dari ketua regu satu tim pencari. Untuk waktu dan tempat saya persilakan."

   ketua regu satu tim pencari segera bangkit berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke podium yang berada di depan ruangan. Seketika ruang rapat menjadi hening, karena seluruh warga desa yang hadir di aula ingin mendengar apa yang akan disampaikan.

   "Selamat malam bapak kepala desa dan seluruh warga desa yang berkumpul di aula malam ini," kata ketua regu satu tim pencari mulai menyampaikan laporannya. "Izinkan saya menyampaikan laporan hasil pencarian pada hari keempat ini. Dengan berat hati saya sampaikan kepada bapak kepala desa dan juga kepada seluruh warga desa, bahwa sampai saat ini masih belum ditemukan adanya tanda-tanda keberadaan Dimas dan Rifki. Saya selaku ketua regu satu tim pencari telah berusaha semaksimal mungkin melakukan upaya pencarian dengan mendatangi tempat-tempat yang sekiranya kami duga menjadi tempat tujuan Dimas dan Rifki bermain." Ketua regu satu tim pencari kembali diam sesaat sebelum melanjutkan pemaparannya. "Namun sampai sejauh ini, kami belum berhasil menemukan tanda-tanda keberadaan Dimas dan Rifki, seolah kedua anak ini hilang begitu saja bagai di telan bumi tanpa meninggalkan jejak sama sekali." Seketika aula rapat menjadi semakin sunyi, ditambah dengan atmosfer ketegangan yang semakin lama terasa semakin memuncak setelah mendengar laporan dari ketua regu satu tim pencari. "Oleh karena itu," kata ketua regu satu tim pencari melanjutkan, "semua keputusan saya serahkan kembali kepada bapak kepala desa selaku penanggung jawab dari proses pencarian ini. Demikian laporan saya kepada bapak kepala desa, juga kepada seluruh warga desa yang hadir di aula rapat malam ini. Dan satu hal lagi, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua warga yang hadir di sini karena saya belum berhasil menemukan keberadaan Dimas dan Rifki." Setelah selesai menyampaikan laporan yang ditutup dengan permohonan maaf, ketua regu satu tim pencari berjalan meninggalkan podium dengan raut wajah sedih dan kembali menuju ke tempat duduknya.

   Rapat malam ini dikhususkan untuk mendengarkan laporan hasil pencarian dari ketua regu dua, tiga dan empat. Dari semua laporan yang telah disampaikan sejauh ini kepada bapak kepala desa, juga kepada seluruh warga desa yang hadir di aula rapat malam ini. Dapat disimpulkan bahwa, sampai sejauh ini belum ada hasil yang signifikan dan sepertinya keempat regu pencari semuanya menemui jalan buntu. Oleh karena itu, bapak kepala desa harus segera mengambil keputusan tentang bagaimana kelanjutan upaya proses pencarian dari Dimas dan Rifki ini.

   Setelah semua regu selesai menyampaikan laporannya, kini giliran bapak kepala desa yang berjalan menuju ke podium untuk menyampaikan sebuah keputusan sulit yang harus diambil dalam situasi ini.

   "Bapak-bapak sekalian. Kita semua telah mendengar laporan pencarian dari keempat regu pencari yang dibentuk untuk melakukan upaya pencarian guna menemukan keberadaan Dimas dan Rifki yang hilang entah ke mana. Kita semua telah mengetahui dan mendengar bersama dari laporan yang disampaikan tadi, bahwa keempat regu yang melakukan upaya pencarian sampai hari keempat tidak menemukan kemajuan yang berarti dan sepertinya selalu menemui jalan buntu. Kejadian ini sungguh pelik bagi saya selaku kepala desa, terlebih kepada keluarga korban yang selama ini menanti dengan harap-harap cemas hasil dari upaya pencarian ini. Setelah mempertimbangkan dengan seksama berbagai faktor yang ada, dengan berat hati, saya mengambil keputusan untuk menghentikan sementara upaya pencarian terhadap hilangnya Dimas dan Rifki sampai ditemukan tanda-tanda yang bisa menuntun dipecahkannya masalah ini. Keputusan ini pasti berat diterima oleh keluarga korban, tetapi saya selaku kepala desa akan selalu siap jika dibutuhkan untuk melakukan upaya pencarian kembali." Bapak kepala desa berhenti sejenak sambil memandang kepada seluruh warga yang memenuhi aula Desa Mojorejo. Terlihat wajah-wajah dengan raut kesedihan mendengar keputusan yang baru saja diambil. Kemudian bapak kepala desa kembali melanjutkan kata-katanya, "demikian informasi serta keputusan sulit yang dapat saya sampaikan kepada seluruh warga desa yang telah hadir di aula desa, dan saya selaku kepala Desa Mojorejo memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kekurangan selama memimpin upaya pencarian terhadap hilangnya Dimas dan Rifki. Akhirnya, rapat malam ini saya tutup dan saya sampaikan terima kasih banyak," pungkas bapak kepala desa dengan raut wajah penuh kesedihan.

   Setelah bapak kepala desa menutup rapat dan turun dari podium, barulah warga yang sejak awal berkumpul di dalam aula Desa Mojorejo mulai berangsur-angsur meninggalkan ruang rapat untuk kembali ke rumah masing-masing. Tidak begitu lama, aula Desa Mojorejo yang sebelumnya penuh dengan warga desa kini terlihat kosong dan sepi. Hanya ada dua orang yang tengah duduk diam sambil tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Keheningan aula Desa Mojorejo malam itu seakan menjadi saksi bisu dari sebuah peristiwa menghilangnya dua anak secara misterius hingga akhirnya menjadi sebuah tanda tanya besar.

   "Menurutmu apa yang sebenarnya terjadi kepada Dimas dan Rifki?" Terdengar suara lemah bapak kepala desa bertanya kepada orang kepercayaannya yang duduk di sampingnya

   "Aku sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karena baru pertama kali ada kejadian seperti ini yang menimpa desa kita," jawab orang kepercayaan bapak kepala desa dengan suara pelan.

   "Kau benar." Hanya kata itu yang keluar dari mulut bapak kepala desa.

   Setelah percakapan singkat itu, aula Desa Mojorejo kembali terasa hening dan hanya terlihat dua orang yang tengah duduk diam bagai seorang pertapa dengan raut wajah lelah.

~Selesai~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun