Malam itu Pak Tatang sedang berkumpul bersama istri dan kedua buah hatinya yang masih kecil di ruang keluarga sambil melihat acara televisi. Tiba-tiba saja terdengar suara orang yang tengah mengetuk pintu rumahnya sambil mengucapkan salam 'Assalamualaikum'.
  "Suamiku, sepertinya ada orang di depan rumah," kata Ibu Titik memberi tahu suaminya. "Biar aku saja yang melihatnya supaya engkau bisa tetap menemani anak-anak melihat acara televisi," imbuhnya dengan seulas senyum cantik menghiasi wajahnya.
  "Tidak perlu istriku, biar aku saja yang melihatnya. Kamu tetap di sini sambil menemani anak-anak yang sedang asyik melihat film di televisi," jawab Pak Tatang dengan senyum khasnya yang telah membuat Ibu Tititk jatuh cinta pada pandangan pertama.
  Pak Tatang segera bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan santai meninggalkan istri dan kedua anaknya yang ada di ruang keluarga menuju ke pintu depan. Ketika Pak Tatang tiba di ruang tamu rumahnya, Pak Tatang berhenti sejenak untuk menyalakan lampu. Setelah lampu menyala, nampaklah ruang tamu kecil rumahnya yang terlihat bersih dan rapi hasil dari tangan terampil istrinya yang selalu memastikan rumah dalam keadaa bersih. Pak Tatang tersenyum ketika membayangkan wajah istrinya yang telah menjadikan dirinya sebagai laki-laki sempurna. Pak Tatang segera menuju ke pintu depan untuk mengetahui siapa orang yang berkunjung ke rumahnya pada malam ini.
  Dengan tenang Pak Tatang mulai membuka kunci pintu dan kemudian membuka pintu depan rumahnya. Setelah pintu depan rumahnya terbuka, Pak Tatang mendapati ada seorang pria paruh baya tengah berdiri diam dengan raut wajah tegang bercampur kesedihan sedang menatapnya dengan pandangan kosong, seolah pikirannya tengah berada ribuan kilo dari tempatnya berdiri saat ini. Pada saat itu juga, Pak Tatang merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan orang yang sedang berdiri diam di hadapannya. Dengan tenang Pak Tatang mempersilakan tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamu sambil membiarkan pintu ruang tamunya tetap terbuka. Kemudian Pak Tatang berjalan masuk ke dalam rumah dan meminta kepada istrinya untuk membuatkan dua cangkir teh panas.
  Pak Tatang segera kembali ke ruang tamu lalu duduk di salah satu kursi sambil memandang tamunya yang duduk diam bagaikan seorang pertapa. Dengan penuh perhatian Pak Tatang memperhatikan wajah tamunya secara seksama dan mendapati wajah tamunya semakin lama terlihat semakin tua seiring dengan berjalannya waktu. Untuk memecah keheningan di antara dirinya dan tamunya itu, Pak Tatang mulai berbicara dengan suara yang tenang dan dalam:
  "Mohon maaf sebelumnya, apakah ada yang bisa saya bantu? Dari apa yang saya lihat sekilas, nampaknya bapak sedang mengalami sesuatu yang buruk saat ini."
  "Begini bapak kepala desa," jawab pria paruh baya dengan suara pelan, "hati dan pikiran saya sedang tidak karuan saat ini karena memikirkan kondisi anak saya dan anak Pak Suryo yang sampai sekarang belum juga pulang ke rumah semenjak bermain tadi sore. Saya takut terjadi sesuatu kepada Dimas anak saya dan juga Rifki anak Pak Suryo."
  Mendengar jawaban yang baru saja disampaikan oleh pria paruh baya yang tengah duduk di hadapannya. Seketika membuat hati Pak Tatang menjadi tidak enak dan mulai muncul rasa takut akan sesuatu yang buruk telah menimpa mereka berdua.
  "Kalau saya boleh tahu, siapakah nama bapak?" tanya Pak Tatang dengan sopan.
  "Nama saya Hassan dan orang-orang biasa memanggil saya dengan panggilan Pak Hassan," jawabnya singkat seolah sudah tidak ada lagi tenaga di dalam dirinya.