Mohon tunggu...
Achmad Fahad
Achmad Fahad Mohon Tunggu... Penulis - Seorang penulis lepas

menyukai dunia tulis-menulis dan membaca berbagai buku, terutama buku politik, psikologi, serta novel berbagai genre. Dan saat ini mulai aktif dalam menghasilkan karya tulis berupa opini artikel, beberapa cerpen yang telah dibukukan dalam bentuk antologi. Ke depan akan berusaha menghasilkan karya-kerya terbaik untuk menambah khasanah literasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Hilangnya Dua

26 Mei 2024   16:12 Diperbarui: 26 Mei 2024   16:53 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ayo! Kita segera turun ke bawah lalu mandi sambil bermain air," ajak Dimas dengan penuh semangat.

"Aku sudah tak sabar ingin merasakan segarnya air sungai ini," jawab Rifki antusias.

Dengan segera kedua sahabat itu mulai berjalan menuruni bukit berbatu menuju ke aliran sungai yang tepat berada di bawah mereka. Ketika mereka telah sampai di bawah dan berdiri di bibir sungai, tanpa menunggu lebih lama lagi, Rifki dan Dimas segera melompat ke dalam air sebening kristal diiringi dengan teriakan gembira yang memecah keheningan hutan. Kegembiraan terpancar jelas di wajah Dimas dan Rifki saat sedang bermain air, tak lupa mereka menyelam untuk melihat dasar sungai yang berpasir lembut, dengan sesekali terlihat ikan kecil yang berlalu-lalang dengan santai. Aliran sungai ini mengalir menuju ke muara yang berbatasan langsung dengan laut lepas di akhir perjalanannya. Namun, ada sesuatu yang tidak diketahui Dimas dan Rifki, bahwa arus sungai yang terlihat tenang dan indah ini dapat berubah berbahaya dalam waktu singkat.

Tak terasa senja pun akhirnya tiba yang ditandai dengan warna langit yang berubah kemerahan di sebelah barat, tidak ketinggalan hutan yang berada di sekitar aliran sungai mulai berubah menjadi gelap dan lebih menakutkan daripada sebelumnya. Pada siang itu di bagian hulu sungai telah turun hujan badai yang berlasung selama dua jam. Akibat dari hujan badai tersebut mengakibatkan air sungai meluap serta mengakibatkan banjir di sebagian wilayah. Dan sekarang, air sungai yang bercampur dengan lumpur, bebatuan besar, dan sampah sedang bergerak tak terkendali menyusuri aliran sungai. Sialnya aliran sungai itu ternyata sedang menuju ke tempat Dimas dan Rifki yang sedang asyik bermain air dan tidak menyadari akan bahaya yang akan segera datang.

Pada saat itu Dimas tengah duduk di atas sebuah bongkahan batu besar yang mencuat dari dalam air. Sedangkan Rifki sedang asyik berenang sambil sesekali menyelam ke bawah air. Samar-samar telinga Dimas mulai mendengar suara gemuruh seperti sebuah benda jatuh dari ketinggian. Semakin lama suara gemuruh yang awalnya terdengar pelan, kini mulai terdengar semakin keras dan menakutkan. Dimas mulai terlihat bingung dengan suara gemuruh yang sepertinya sedang menuju ke arahnya dengan cepat. Tidak berapa lama warna air sungai telah berubah menjadi coklat keruh dan tinggi air sungai naik secara drastis dalam waktu singkat. Akhirnya Dimas baru menyadari jika ada air bah yang sedang mengarah ke tempatnya duduk saat ini dengan kekuatan penuh serta mematikan. Dimas segera berdiri dan langsung mencari keberadaan Rifki untuk memperingatkannya agar segera naik ke daratan. Pada saat itu Rifki sedang menyelam dan sama sekali tidak mengetahui adanya bahaya yang datang mendekat dengan cepat. Pada saat menyelam itulah Rifki baru menyadari jika air sungai yang awalnya sebening kristal, kini telah berubah warna menjadi keruh. Akan tetapi, Rifki tetap tak menghiraukannya dan menganggap semua itu adalah hal yang biasa.

Dengan perasaan panik dan takut akan keselamatan dirinya juga sahabatnya, Dimas menoleh ke sana-sini untuk mencari keberadaan Rifki yang sejauh ini masih tak terlihat. Tepat pada waktunya Rifki akhirnya muncul dari dalam air dengan wajah tersenyum bahagia tanpa mengetahui bahaya yang datang dengan cepat mengancam jiwanya. Dimas lalu berteriak dengan sekuat tenaga untuk memberi tahu Rifki agar segera keluar dari dalam sungai.

"Rifki, cepatlah keluar dari dalam sungai, sekarang!" teriak Dimas dengan suara keras dan putus asa untuk menyaingi suara gemuruh air yang terdengar semakin keras.

   Ketika akhirnya Rifki mendengar teriakan Dimas yang terlihat sangat takut dan panik, barulah saat itu Rifki menyadari ada yang salah dengan sungai ini. Akan tetapi, semua itu sudah terlambat. Ketika Rifki tengah berusaha berenang sekuat tenaga menuju ke pinggir sungai untuk menyelamatkan dirinya, tiba-tiba datanglah arus yang kuat menghantam tubuh Rifki hingga membuatnya terseret semakin jauh dari pinggir sungai. Rifki hanya bisa beteriak sambil melambaikan tangan meminta tolong kepada Dimas yang saat itu tidak bisa berbuat apa-apa. Usaha yang Rifki lakukan ternyata hanya sia-sia belaka. Dalam waktu sekejap arus yang begitu kuat akhirnya menarik tubuh Rifki masuk ke bawah air. Dan itu adalah saat terakhir kali Dimas melihat tubuh Rifki hilang ditelan oleh kuatnya arus sungai yang sedang mengamuk.

   Pada saat yang sama, Dimas menyadari jika dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong sahabatnya yang sedang tenggelam dan hanya bisa menangis dengan berurai air mata hingga membuat tubuhnya gemetar hebat. Situasi buruk yang terjadi secara tiba-tiba ini benar-benar di luar perkiraan Dimas, permainan air yang sedianya begitu menggembirakan telah berubah menjadi bencana yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Tidak cukup sampai di situ, keadaan yang tengah Dimas alami saat ini benar-benar bagai di ujung tanduk. Mengingat Dimas tengah terjebak di tengah arus sungai yang sedang mengamuk serta meluap tak terkendali. Dalam kesendirian, kepanikan, ketakutan, serta rasa putus asa di tengah ancaman bahaya akan terseret oleh derasnya arus sungai yang semakin lama semakin meninggi. Saat itu Dimas hanya berpijak pada sebongkah batu besar untuk bisa bertahan hidup di tengah kepungan serta amukan arus sungai dan tak ada tempat untuk menyelamatkan diri. Namun alam akhirnya berkata lain, pada saat-saat terakhir Dimas sempat mendengar suara gemuruh yang mendekat ke arahnya bagaikan suara kereta api yang sedang melaju kencang. Ternyata itu adalah suara gemuruh arus sungai yang bergerak dengan liar serta lebih mematikan daripada sebelumnya. Tanpa ampun arus sungai yang mematikan langsung menyapu tubuh dimas yang sudah tidak berdaya dari pijakannya pada sebongkah batu besar. Dalam waktu singkat tubuh Dimas beserta sebongkah batu besar yang menjadi tempatnya berpijak sebelumnya telah hilang tertutup oleh derasnya arus sungai yang tengah mengamuk tak terkendali.

***

Setelah matahari senja akhirnya terbenam di ufuk barat dan digantikan dengan malam yang gelap, barulah saat itu terjadi kegemparan di sebuah desa kecil yang asri serta memiliki pantai berpasir putih yang indah. Semua itu bermula dari Ibu Astuti yang sedang menanti kepulangan Dimas dari bermain sejak tadi sore. Akan tetapi, hingga malam tiba Dimas belum juga pulang ke rumah. Ibu Astuti yang merasa tidak enak serta khawatir dengan keselamatan Dimas, meminta tolong kepada suaminya Pak Hassan untuk mencari Dimas di rumah temannya yang bernama Rifki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun