Mendengar permintaan istrinya yang dipenuhi dengan kesedihan dan tergambar jelas di wajahnya. Pak Hassan langsung memeluk istrinya dengan lembut untuk menenangkan lalu berkata dengan suara pelan:
  "Istriku, mungkin saat ini Dimas sedang berada di rumah Rifki setelah tadi sore bermain bersama. Apalagi saat ini telah memasuki waktu liburan sekolah. Dimas adalah anak yang penurut dan tidak pernah sebelumnya terjadi hal yang seperti ini. Sabar Istriku, semuanya akan baik-baik saja," kata Pak Hassan menerangkan kepada istrinya supaya tidak terlalu khawatir.
  "Kau benar suamiku," kata Ibu Astuti. "Akan tetapi, hati kecilku tetap merasa tidak tenang dengan keadaan ini. Seolah sesuatu yang buruk sedang terjadi kepada Dimas anak kita."
  "Baiklah istriku, aku akan segera menuju ke rumah Rifki untuk mencari keberadaan Dimas. Semoga saja Dimas ada di sana. Kamu tetap berada di rumah sambil menunggu berita dariku," pinta Pak Hassan. Lalu dengan lembut Pak Hassan mencium kening istrinya dan sebelum berangkat memandang wajah istrinya yang terlihat begitu sedih dan khawatir.
  Pak Hassan segera bergegas meninggalkan rumah dan berjalan dengan langkah terburu-buru supaya dapat segera sampai di rumah Rifki. Kurang dari lima menit berjalan kaki, akhirnya Pak Hassan telah sampai di depan sebuah rumah besar milik Pak Suryo yang merupakan salah satu orang terpandang di desa dan juga adalah orang tua dari Rifki. Pak Hassan segera membuka pintu gerbang yang saat itu terlihat tidak terkunci, lalu berjalan menuju ke teras rumah yang terlihat begitu indah dengan hiasan lampu gantung berwarna kuning. Setelah akhirnya sampai dan berdiri di depan sepasang pintu kayu besar, Pak Hassan menarik napas panjang untuk meredakan ketegangan yang mulai menjalar di dalam tubuhnya.
  Kemudian Pak Hassan mengetuk pintu kayu yang terlihat sangat kokoh sambil memandang keadaan sekitar mencari sandal yang dipakai oleh Dimas saat meninggalkan rumah sore tadi. Akan tetapi, Pak Hassan tidak mendapati sandal anaknya di teras depan rumah Pak Suryo dan ini membuat perasaannya semakin tidak enak. Lalu terdengar suara kunci diputar dari balik pintu dan sejurus kemudian pintu terbuka. Dari balik pintu berdirilah Pak Suryo pemilik rumah dengan wajah kaku tanpa menunjukkan ekspresi apa pun bagaikan sebuah patung penjaga makam kuno yang sengaja ditancapkan oleh pembuatnya. Ketika Pak Hassan memandang wajah Pak Suryo, pada saat itu juga, Pak Hassan mengetahui ada sesuatu yang terjadi dengan salah satu keluarga terpandang di desa ini.
  "Selamat malam Pak Suryo dan mohon maaf jika saya mengganggu waktu bersantai Pak Suryo bersama keluarga," kata Pak Hassan dengan sopan.
  "Tidak apa-apa Pak Hassan," jawab Pak Suryo dengan dingin dan singkat sambil melambaikan tangan. "Kalau boleh tahu, maksud kedatangan Pak Hassan kemari itu ada keperluan apa?" tanya Pak Suryo tanpa basa-basi dengan nada sarkasme yang terlihat jelas. Seolah Pak Hassan adalah orang yang telah mengganggu waktu santainya bersama keluarga.
  "Begini Pak Suryo," jawab Pak Hassan. "Apakah saat ini Dimas anak saya ada di sini bersama Rifki?"
  Mendengar tujuan Pak Hassan yang datang ke rumahnya hanya untuk menanyakan keberadaan anaknya, langsung membuat wajah Pak Suryo berubah merah seketika karena amarah yang memuncak di dalam dada.
  "Dengar baik-baik! Gara-gara anak Pak Hassan mengajak anak saya bermain tadi sore entah ke mana. Lihat akibatnya, sampai sekarang anak saya belum juga pulang ke rumah." Suara Pak Suryo terdengar sangat marah dan frsutasi dengan keadaan yang terjadi saat ini.