Barang-barang tersebut dijual di Pasar Batu Merah. Setelah tiba di pasar, Ibu langsung membawa saya ke rumah keluarga di OSM. Lalu, ia kembali ke pasar dan berjualan sepanjang hari.
Entah mengapa, setiap kali saya ikut ibu ke Kota Ambon untuk berjulan, saya tidak pernah diberikan waktu/kesempatan untuk berjualan, atau melihat ibu jualan di pasar. Mungkin, ibu tak ingin saya menjadi penjual yang biasa mendapatkan uang, seperti sebagian siswa dari kampung kami di kota.Â
Karena asyik berjuaan dan bisa mendapat uang sendiri, tak jarang mereka mengabaikan urusan sekolahnya, dan tak jarang pula ada yang putus studi. Atau, jika tetap lanjut sampai tamat, hasil belajar mereka seadanya.
Tahun 1997, saya masuk ke Kota Ambon, juga ikut ibu yang pergi berjualan. Kali ini, saya tidak lama berada di OSM, karena harus mendaftar dan kemudian masuk sekolah di STM Waiheru (sekarang SMK 3) Ambon, dengan dihantar oleh paman saya, Abang Ramusi (keluarga dari ibu saya). Saya sekolah di sana sampai meletus konflik 99, dan saya pindah dan lanjut sekolah di STM Baubau (Betoambari) hingga tahun 2000.
Kembali pada rihlah (sejarah) pelabuhan Tahoku. Sejak tahun 1980an, perahu dan kapal-kapal kecil dari Hoamual singgah di pelabuhan Tahoku. Sektar dua dekade terakhir, perahu dan kapal itu digandikan oleh speed boat dengan kecepatan tinggi, sehingga waktu tempuh bisa lebih cepat antara 3 sampai 5 jam untuk menyisir dan tiba di 19 Dusun Hoamual barat/belakang.
Sekarang, sudah ada jalur alternatif menuju 19 Dusun, yakni melalui Luhu dan Gunung Malintang ke pesisir atau sebaliknya, selanjutnya disebut Jalur Luhu.Â
Kalau dari pesisir, orang-orang naik motor atau mobil dari pesisir melintasi Gunung Malintan menuju Luhu, lalu naik speed boat ke pelabuhan Tahoku, selanjutnya naik mobil ke Kota Ambon. Begitu pula sebaliknya. Namun, jalur ini hanya digunakan oleh sedikit orang saja.
Jalur Luhu dipilih terutama ketika kondisi laut tidak bersahabat untuk melintasi Tanjung Sial. Ada kendala di jalur ini, yakni kondisi buruk jalan lintas Gunung Malintang menuju pesisir, dan sebaliknya.
Setengah abad pelabuhan TahokuÂ
Kalau dihitung dari akhir tahun 1970an atau awal 1980an, maka sudah kurang lebih setengah abad Tahoku menjadi pintu masuk orang-orang Buton dari pesisir barat Hoamual ke Kota Ambon.Â