Landasan sosiologis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. (Syatriadin, 2017) Misalnya di dalam suatu masyarakat industri, maka hukumnya harus sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Dengan dasar sosiologis, diharapkan suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat akan diterima oleh masyarakat, tidak terjadi resistensi atau penolakan. Sehingga akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya.
Landasan filosofis berkaitan dengan rechtsidee, dimana semua masyarakat akan merasakan keberadaan sebuah peraturan perundang-undangan karena dianggap sesuai dengan tujuan dari hukum yaitu menjamin keadilan, ketertiban. Kepastian hukum, dan kesejahteraan masyarakat. Landasan filosofis peraturan perundang-undangan selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara hendak diarahkan. (Rhiti, 2016) Cita hukum atau rechtsidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik atau buruk, pandangan terhadap individual dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, dan sebagainya. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut, baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai. Maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat (Zainal, 2008).
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan asas-asas materi muatan peraturan perundang-undangan menurut hukum positif dicantumkan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi:
 a. Asas kejelasan tujuan, artinya setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang bendak dicapai.
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, artinya setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang Peraturan perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang
c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, artinya dalam pembentukan peraturan perundang- undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Asas dapat dilaksanakan, artinya setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
f. Asas pendayagunaan dan ke hasilgunaan, artinya setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan berne gara
g. Asas kejelasan rumusan, artinya setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Asas keterbukaan, artinya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam. Pembentukan peraturan perundang-undangan.
Disamping asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, selanjutnya di dalara Pasal 6