Julie merebahkan kepalanya di dada Ruben, di sana ia merasa detak jantung Ruben yang seakan-akan memberi ia kekuatan untuk meluruskan benang kusut kehidupan dirinya.
Mulutnya tak terkunci, air mata Julie mengalir deras membasahi kemeja Ruben, terasa rangkulan tangan Ruben penjara yang tak akan melepaskan dirinya lagi, serasa tangan itu memaksanya untuk tidak berlari lagi.
Julie menengadahkan wajahnya, lurus ditatapnya mata Ruben. Khawatir sinar mata itu berubah warna dan kesejukan. Jawaban Ruben adalah palu terakhir kisah hidupnya.
‘’Maukah kau menjadi istriku Julie.’’
Kini keduanya menangis, air mata mereka membasahi wajah-wajah dengan kejujuran mereka. Gorden berwarna gelap itu tersingkap, tiba-tiba saja sinar keemasan mentari menari masuk memeriahkan suasana. Tak ada kebohongan, tak ada luka, yang ada adalah harapan baru, kebahagiaan.
-----
Dua hari Ruben menunggu kedatangan Julie, namun Julie tak kunjung tiba. Hati Ruben kacau, dua  malam tidurnya terganggu, gundah seakan-akan menunggu kemenangan lotre.
Tak sabar Ruben mendatangi pintu pagar dimana Julie menghuni rumah kecil. Belum pernah Ruben datang menjenguk Julie di situ, terlarang! Terlihat rumah kecil itu sepi, pintu pagar terkunci dari dalam.
Pada sisi tembok dekat pagar, terlihat gumpalan kertas, tak menarik perhatian namun cukup menantang mata Ruben.
Susah payah dengan memakai tangkai dahan kayu, ditariknya gumpalan kertas itu. Tiba-tiba saja Ruben merasa, bahwa kertas itu memang dengan sengaja Julie letakkan di situ agar Ruben menemukannya.Â
‘’Ruben kekasihku, betapa aku merindukanmu