Mohon tunggu...
Narendra Setya Nugraha
Narendra Setya Nugraha Mohon Tunggu... Editor - Seminaris

Seminaris Seminari Mertoyudan St.Petrus Canisius

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kepingan Baru

23 Maret 2024   09:34 Diperbarui: 29 Maret 2024   19:45 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pribadi/Rendra

Toh, anak lelaki mana yang bisa pandai di sekolahnya bukan? Paling tidak mereka bisa mendapat peringkat tiga di kelas. 

Aku menjalani hidup baik adanya. Semua berjalan berputar. Ibu dan bapakku baik saja. Walau hanya memiliki mereka, aku tetap boleh hidup dengan baik di lingkunganku. Kegelapan mulai memasuki kehidupanku. Suatu kejadian mengharuskan aku merelakan bapaku yang wafat saat sedang menjalankan proyek di Tidar. 

Sejak saat itu hidupku mulai turun ke jurang kegelapan. Seminggu setelah kejadian itu, ibu memutuskan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Ia berjanji akan kembali ke rumah satu bulan lagi.

Aku, Darto hidup sendirian di rumah dengan uang tujuh ratus ribu rupiah. Tanpa sosok orang yang lebih tua momong diriku. Aku mencoba tabah hidup sendirian. Satu minggu berlalu, semua baik. Dua minggu, aku merasakan rindu. Empat minggu berlalu, aku berharap ibu kembali. Enam minggu berlalu, di mana ibuku? 

Aku sudah tidak tahan dengan perlakuan dunia ini kepadaku. Aku pergi ke luar rumah. Mencari jawaban. Grabag, Magelang kota, Tidar, Mertoyudan, dan Muntilan telah aku jalani. Aku, Darto yang memiliki umur empat belas tahun hidup sendirian. Terminal kota Muntilan menjadi pemberhentianku saat ini, mungkin untuk yang terakhir kali.

***

"Boleh aku memanggilmu Bapak?"

"Dan kau, adalah anakku." Dialog itu, menyatukan kami berdua. Kami berdua kehilangan. Sekarang, kami menemukan. Kami berdua berpisah, sekarang kembali bersatu. Semua dinamika ini adalah berkat Yang Kuasa. Ia yang telah mengambil dan yang telah mengembalikan. Ia yang memberi pengalaman, dan Ia yang memberi pembelajaran. 

***

Sore itu aku turun dari bis, aku telah selesai mengamen. Sekarang, aku menuju ke angkringan dekat tempat angkot biasa berjejer pada siang hari. Aku memesan segelas wedang jahe dan nyruput dengan perasaan syukur atas hidupku yang mulai membaik. Walaupun hidupku jauh dari kata layak, sebagai anak remaja. Setidaknya aku masih bisa makan, dengan uang halal.

"Pak, Pak Soelis sudah pulang belum?" Tanyaku pada penjaga angkringan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun