Mohon tunggu...
Zulfan Elba
Zulfan Elba Mohon Tunggu... Buruh - Last Hope for Last Love

Penulis amatir yang masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Last Hope for Last Love Jilid 2: Analis BenCi

30 Juni 2022   08:02 Diperbarui: 30 Juni 2022   08:19 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Niat baik untukmu telah aku persiapkan sebagai reaktor perasaan diantara kita. Memang bukan hal yang mudah untuk menyusul dia yang jauh disana, namun dengan keyakinan dan tekad yang bulat membuat diriku penuh semangat. Kerinduanku padamu telah terfermentasi berbulan-bulan lamanya, hingga diri ini terus meronta untuk segera bertemu denganmu. Berkawan dengan kerinduan dan berteman dengan kesunyian, itulah yang kurasakan selama ini.   

Namun dibalik itu semua ada senyawa bernama perasaan yang harus diriku tanyakan padanya. Apa sebenarnya perasaan dia terhadap diriku selama ini ? Apakah dia juga merindukanku ? Ya, pertanyaan yang masih menjadi misteri saat itu. Diriku hanya bisa selalu berdoa untuk kebaikan dirinya. Semoga suatu saat, aku bisa melepaskan ikatan-ikatan elektron kerinduan yang membelenggu diriku selama ini.

Seminggu setelah ulang tahunnya, dia memberitahuku bahwa dirinya akan kembali ke kota. Aku pun menyambut baik kabar itu. Endapan molekul kerinduanku pun mulai mengapung setelah melalui gaya sentrifugal dari dirinya. Aku pun terus menanyakan waktu untuk bertemu dengannya. Sudah tiga kali aku bertanya, namun sepertinya dia belum ingin bertemu denganku. Aku harus mengerti bahwa prioritas utamanya kembali ke kota adalah untuk menyelesaikan pendidikannya.

Kekaguman ku semakin bertambah ketika diriku tahu bahwa dia menggunakan sepeda motor untuk kembali ke kota bersama teman-temannya. Jarak yang cukup jauh dari tempat tinggalnya di Desa Seburing menuju kota Pontianak ditempuh paling cepat 3 - 4 jam. Hal itu sangat relevan dengan impianku, yaitu travelling. Meskipun sudah dianggap biasa oleh dirinya, namun untuk seorang wanita itu bukanlah hal yang biasa bagi diriku. Rela bersahabat dengan cuaca panas maupun hujan untuk seorang wanita di zaman seperti ini sangatlah langka. Bagaikan sebuah berlian, tentunya dirimu akan jadi bahan rebutan para pria. Apalah daya diriku ini yang hanya mampu merebut hatimu lewat doa, bukan lewat banyaknya harta.

Dirinya Berkata Jujur, Membuatku Harus Mundur

Disuatu pagi menjelang siang, aku bersama adik-adikku pergi ke Masjid Raya Mujahidin. Sambil menunggu waktu shalat, kami pun mengambil gambar disekitaran masjid. Waktu shalat semakin dekat, kami pun mulai memasuki area ibadah. Awalnya kami berniat untuk melanjutkan pengambilan gambar, namun ada hal yang tiba-tiba mengganjal di benakku. Diawali dengan rasa penasaran, diriku pun membuka aplikasi komunikasi dan semuanya pun terjawab. 

Sebuah gambar berhasil membuat mataku pedih, uap - uap emosiku mengalami evaporasi dan dadaku merasakan sesak yang cukup dalam. Hal itu terpampang jelas di postingan hariannya, bersama seorang pria yang menurutku sangat mirip dengan pacarnya sewaktu SMA. 

Aku tahu hal itu meskipun dirinya berusaha menutupi identitas pria itu dengan emoticon. Aku pun berusaha untuk menurunkan temperatur emosiku. Lantunan maaf pun diriku hadirkan untuk Tuhan. Diriku merasa bahwa ini adalah petunjuk dari Tuhan untuk diriku menjauhinya sementara waktu. Untuk kesekian kalinya, Masjid Raya Mujahidin menjadi saksi pilihan terbaik buat perjalanan hidupku.

Jujur, aku masih belum bisa menerima kenyataan yang pahit saat itu. Perubahan kimiawi pada diriku kembali kambuh, hingga membuatku kembali jenuh menjatuhkan perasaan kepada wanita. Mengalami adisi pada kejenuhan, membuatku harus melakukan eliminasi habis-habisan lebih dulu untuk menerima seseorang masuk kedalam hati. Sintesis pengorbanan yang kuberikan padanya tidak sesuai dengan hasil yang ku inginkan. Beruntung, diriku tak sepenuhnya memberikan perasaan padanya.

Metabolisme kisah asmara yang sangat tidak seimbang dengan kenyataan, membuatku mengalami dekomposisi. Aku pun langsung mengajak sahabat terbaikku untuk bertemu membahas hal ini. Ku sampaikan semua fakta dan realita yang ada, tanpa sedikitpun menambah zat toksik didalamnya. Dia yang selama ini menjadi saksi perjuanganku pun berkata, " Sudahlah Bro, sabar. Mungkin ini jalan terbaik untuk elu. Dan elu pun beruntung belum berkorban terlalu banyak untuknya, jadi gua rasa tidak terlalu menyakitkan ". Mendalami perkataannya itu, aku pun berusaha untuk menerima dan ikhlas atas semua yang terjadi. 

Rembulan bersinar, aku pun kembali dengan beranda sosial media yang penuh dengan pemberitahuan. Bermula saat diriku terkejut ketika dia memposting sebuah kata - kata yang menyindir " lelaki buaya darat ", aku pun terlibat percakapan di media sosial tersebut hingga akhirnya meyakinkanku bahwa dia telah memiliki pacar. Aku menghela nafas panjang dan perlahan aku pun coba mengatur katup amarahku. Di akhir percakapan itu aku pun berkata, " Ya akhirnye Zul udh tau siape cowok Kakak. Sebenarnye banyak hal yang mau Zul omongkan sm Kakak. Tapi karena emang Kakak udh ade cowok, Zul tau harus ngapain Kak. Makasih lho selama ini udh buat Zul bise suke sm Kakak ".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun