Abah menyerahkan satu amplop putih, serta satu kantong kresek berwarna hitam. Saat aku ingin berpamitan pulang. "Dan ini untuk Rangga."
"Terima kasih, Bah. Tapi Rangga sejak zuhur tadi tidak..."
"Iya. Aku tahu."
Abah tersenyum sambil menepuk bahuku pelan. Aku merasa, Abah merahasiakan sesuatu padaku.
***
Aku terburu-buru mengunci pintu masjid. Sampai selesai salat Tarawih, Rangga belum juga pulang. Dan memutuskan pergi ke tempat Mang Amin biasa berjualan mi ayam.
Hanya ada Mang Amin yang tampak bersiap mendorong gerobak untuk pulang. Tapi Rangga tak ada.
"Siang tadi, Rangga ke rumah Mamang. Mohon izin malam ini tak bisa bantu Mamang."
"Sejak siang?"
"Iya."
"Kira-kira Rangga ke mana, Mang?"
Mang Amin tak menjawab pertanyaanku. Wajah lelahnya menatapku.
"Mungkin dia keliling!"
"Bisa jadi. Tapi..."
"Udah. Tunggu aja di Masjid!"
Ini baru pertama kali terjadi. Sejak Abah ke tiba-tiba datang ke masjid, dan memperkenalkan Rangga padaku. Dua tahun lalu.
"Namanya Rangga. Dia juga sepertimu. Selain tinggal bersama di Masjid, Rangga juga akan satu sekolah denganmu."