Engkong menarik nafas panjang. Kali ini, kembali kulihat kepala yang dipenuhi rambut putih itu bergerak ke kiri dan ke kanan.
"Aku tak peduli anggapan orang-orang! Sebab tujuanku, mengabdikan sisa umurku untuk ilmu pengetahuan!"
Lagi. Tak ada yang berani membantah. Pos Ronda kembali hening.
"Lantas, apa alasan Engkong malu, dan berhenti memelihara sapi?"
Ayahku, kembali bersuara. Kulihat senyuman hadir kembali di sudut mulut Engkong.
"Aku mau tanya. Kalian sekarang ngapain masih duduk di sini? Padahal sebentar lagi waktu berbuka?"
Aku menatap wajah ayah, juga wajah tiga sekawan. Nyaris sama! Tampak ada garis kerutan yang menghiasi dahi mereka. Agaknya curiga, dengan pertanyaan Engkong barusan.
"Kalian akan beranjak dari sini, ketika beduk mushalla berbunyi, tah?"
Seperti kawanan burung pelatuk. Empat wajah penuh kerutan itu, bersamaan mengangguk. Engkong tiba-tiba berdiri. Kemudian jari telunjuknya diarahkan padaku.
"Kau masih muda! Seharusnya, kau mengerti, perkembangan ilmu pengetahuan untuk mendukung kemajuan teknologi, kan?"
Tanpa sadar, kunggukkan kepalaku. Jari telunjuk Engkong perlahan mengarah ke ujung Gang. Persis ke arah Mushalla.