"Aku tak malu, saat dijuluki peternak sapi yang gagal! Wong, mereka nantimya juga akan sadar, yang kulakukan adalah untuk perkembangan ilmu pengetahuan! Bayangkan, jika sapi-sapi besar itu, bisa dengan gampang dibudidayakan tanpa mengikuti rumusan rumit perkembangbiakan! Akan menjadi solusi cepat dan tepat untuk ketahanan pangan!"
Semua yang berada di pos ronda terpana. Namun, tak satupun punya keberanian menyela. Aku juga mendengar, jika Engkong memang pernah dijuluki begitu.
"Aku tahu, kedua sapiku itu adalah sapi jantan! Â Namun, itu gunanya ilmu pengetahuan! Walaupun kecil, selalu ada kemungkinan-kemungkinan! Ayam betin bisa bertelur tanpa ayam jantan, kan? Jadi, tugasku sebagai pensiunan untuk melakukan eksperimen, kenapa hal itu tak bisa dilakukan sebaliknya?"
"Itu kan berlaku pada Ayam?" Kudengar dengar suara pelan Om Kape.
 "Jika sebaliknya, harusnya eksperimen Engkong, bagaimana caranya ayam jantan bertelur. Bukan sapi jantan!" Kali ini, Pakde Rud menyela.
Mata Engkong mendelik! Bergantian menatap Paklek Rief, Aku, juga ayahku. Namun, kami bertiga masih memilih tak bersuara.
"Kalian harus tahu. Kalau melakukan penelitian itu, jangan tanggung! Biar hasilnya juga tak tanggung-tanggung!"
Pos Ronda dikuasa sunyi.
"Mana lebih besar? Ayam jantan atau sapi jantan?"
Kalimat terakhir Engkong seakan ditujukan padaku. Namun, Mulutku kembali terkatup rapat, usai kudengar bisikan ayahku. "tak usah jawab."
"Terus, Kenapa Engkong malu? Kemudian memutuskan tak lagi memelihara sapi? Apakah eksperimen Engkong benar-benar gagal, seperti anggapan orang-orang?" Akhirnya, Ayahku memberanikan diri bersuara.