Aku mendampingi ayah untuk serah terima dengan Ranu. Ranu terlihat gagah. Berpakaian serba putih. Usai acara, setengah memaksa, Ranu mengajakku keluar ruang acara.
"Temani aku, Bang!"
"Hah? Kemana?"
"Kuburan Ayah!"
"Hei! Jangan seenaknya! Kau sekarang Bupati!"
Aku tahu, ucapanku pasti sia-sia. Ranu, sosok yang tak peduli dengan acara seremonial atau protokoler. Aku dan Ranu bergegas melangkah menuju tempat parkir. Namun terhent, saat kudengar seseorang memanggil namaku.
Rojali sudah berdiri di hadapku. Segera sadar, untuk bertukar salam dan mengucapkan selamat kepada Ranu. Sesaat mata Rojali menikam manik mataku, sekilas bertukar salam, dan segera pergi. Tak ada ucapan ataupun pesan. Ranu menatapku. Kutepuk pundaknya segera mengajak pergi.
Di dalam mobil. Saat perjalanan menuju kuburan Ayah Ranu. Aku kembali mengingat tatapan mata Rojali. Kukira, tatapan yang sama. Saat ayah Ranu menatap mata ayahku dulu. Sepuluh tahun lalu.
Curup, 24.10.2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H