"Iya! Aku tahu!"
"Aku ke rumah, malam ini!"
***
Rumah berangsur sepi. Beberapa orang sibuk menyusun kursi. Merapikan seisi rumah juga halaman. Senyum terpaksa terlihat jelas dari wajah Ranu, saat duduk di hadapku.
"Boleh kutanyakan sesuatu, Bang?"
"Apa?"
"Kenapa aku? Dan bukan Abang?"
Mata Ranu meminta jawaban. Aku memahami, sore ini, Ranu melangkah lebih jauh menoreh sejarah hidupnya. Akupun mengingat kisah sepuluh tahun lalu. Saat ayahnya menitipkan Ranu pada ayahku.
Aku juga sangat mengerti, jika Ranu yang diinginkan ayah sebagai pengganti. Dan, aku masih mengingat percakapan dua minggu lalu. Ketika malam itu Rojali menghubungiku.
"Tenang! Rojali tak akan mengganggumu!"
"Tapi..."