"Bang!"
Empat orang di hadapanku terdiam. Empat pasang mata saling bertukar pandang. Saat jari telunjuk kuangkat ke udara. Perhatianku beralih pada siaran langsung TV. Bergantian, satu-persatu anak bangsa pilihan ditampilkan dan diperkenalkan. Beberapa nama asing menyeruak di kepalaku. Segera kumatikan, saat penyiar mulai berbincang dengan tiga narasumber di layar TV.
"Aku tak mau seperti itu!"
Nyaris bersamaan, empat pasang mata mengikuti jari telunjukku yang mengarah ke layar TV yang mati. Kembali, kembali empat mata saling bertukar pandang. Sesaat sunyi menguasai ruang kerjaku. Ranu, pemimpin di antara empat orang itu, menatapku.
"Tapi, Itu sudah..."
"Apa? Tradisi?"
"Maksudnya..."
"Pernah lihat petinju saat masuk ring? Kuda pacuan juga begitu, kan?"
Perlahan wajah Ranu tertunduk, mengikuti tiga wajah anak buahnya. Semua tahu, jika nada suaraku begitu, tak ada lagi bantahan.
Aku berdiri, meraih ponsel dan kotak rokokku. Berjalan pelan memutari meja kerja. Kutepuk pelan bahu Ranu. Semua mata yang ada di ruangan itu menatapku. Menunggu.
"Waktu kita berapa lagi?"