Dan terakhir nenek itu bilang, "Saya tidak melarang kalian bergaul. Tapi jangan macam-macam dulu. Sekolah saja belum beres-beres, kerjaan belum ada, sudah pintar cinta-cintaan segala. Manalagi asal usulnya tidak jelas. Statusnya tidak karuan, macam-macam saja," orang tua itu meninggalkan tempat duduknya sesudah dia melemparkan tatapan kepada Inal yang mengandung makna curiga.
Ultimatum buat Inal untuk segera angkat kaki dari rumah itu, tapi dia pergunakan kesempatan emas ini untuk ngomong dengan Melani. Mumpung orang tua itu masih berada di dalam dan mungkin saja akan keluar lagi dengan pandangan yang lebih sinis dan mengerikan!
"Di sini ketat, ya?"
"Ah, tidak juga. Memang gitu kok orang tua. Terlalu prihatin. Ini belum seberapa, tapi teman saya tadi kan diusir. Salahnya juga sih dia ngomong cinta segala. Didengar oleh Nenek, habislah dia."
"Mungkin saya juga akan mengalami nasib yang sama."
"Entahlah. Tapi saya melihat kau lebih bisa membawa diri. Pertama kali saya melihat kau, anggapan saya kamu orangnya sableng. Tapi sekarang kok sopan sekali. Saya suka itu."
Tiba-tiba hati Inal terpekik girang. Tapi tatkala orang tua itu muncul lagi lekas-lekas Inal berdiri dan pamitan, "Saya permisi dulu, Nek, belum sholat Isya, nih. Assalamu'alaikum."
"Waalaikum salam," jawab orang tua itu ternganga di sela-sela wajahnya yang sudah mengeriput.
Inal melangkah bagai dikejar setan. Tapi yang jelas hatinya bahagia bukan main. Rupanya dia juga memperhatikan saya, dia suka saya, dia bilang saya bisa membawa diri. Hm... suatu saat saya akan ke rumahnya lagi. Entah besok, minggu depan, bulan depan atau kapan saja. Yang pasti saya akan 'pacari' dulu neneknya!
Sepeninggal Inal, Melani langsung ditanya, "Kenapa temanmu cepat pulang?"
"Memangnya ada apa Nek?"