"Saya ikut, ya?
"Ke mana?"
"Makan bakso."
"Terserah kamu. Tidak ada yang larang, kok. Asal tahu saja, bayar sendiri!"
"Kalau perlu saya yang bayarin kamu."
Melani terkejut. Kepalanya menggeleng cepat. Dia betul-betul tidak mengerti maksud cowok jangkung di hadapannya. Baru saja dia mendengar cowok itu mengomel. Marah-marah karena ditertawai, sekarang malah mau mentraktirnya. Baik hati sekali.
"Kenapa?"
Kembali Melani menggelengkan kepala. Cowok ini sangat menarik, pikirnya. Matanya bagus dan alisnya membentuk bayangan camar. Kata-katanya lucu meskipun kadang sulit dimengerti.
"Hanya sekadar pernyataan rasa syukur, saya dapat bersua dengan kamu dalam keadaan begini, Melani."
"Hm... saya tidak nolak tapi untuk sementara saya tidak ingin ditraktir."
Inal melangkahkan kakinya mengikuti Melani menyeberang jalan menuju cafe Daeng Amir di seberang jalan itu. Tetapi ketika Melani melihat cowok itu telah duduk di depannya, dia jadi mengeluh. Tiba-tiba dia ingat apa yang dikatakan Inal barusan.