Pacar-pacar Rais itu memang cantik. Pantas saja dia tidak berminat sama Melani, lalu menyodorkannya kepada Inal dan dia mau membantu menguruskannya. Tapi, selama ini, apa yang dapat diharapkan dari dia? Mengurus ketiga pacarnya saja sudah repot.
Ya, sama sekali tidak ada yang bisa diharapkan, bukan berarti Inal tidak mempercayainya, tapi mana buktinya. Inal sudah memutuskan dalam hati bahwa dia akan berusaha sendiri.
********
Inal hampir terjatuh karena tersandung batu di depannya ketika perhatiannya tertumpu pada seraut wajah mungil yang sedang turun dari becak. Alis mata itu terangkat sesaat, kemudian bibirnya berkerut menahan tawa. Dengan gemas bercampur nekat Inal membatalkan langkahnya menuju rumah Rais, lalu berbalik menghampiri gadis itu.
"Kau mentertawakan orang celaka," gerutu Inal pura-pura marah, padahal hatinya memekik riang karena baru kali ini dia mendapat peluang bersua gadis itu.
Alis mata bagaikan camar itu semakin bertaut. Kepalanya menggeleng perlahan, tapi masih ada sisa senyum yang berusaha disembunyikan.
"Saya tidak mentertawakanmu," sergahnya dengan suara bening. Sejenak Inal terpana melihat kepolosan gadis dihadapannya.
"Betul'?"
"Ya!"
"Tapi kau berusaha menahan senyum ketika saya hampir terjatuh tadi!"
Ujung bibir Melani kali ini betul-betul terangkat. Inal mengabadikan ukiran senyum itu, dan dengan hati-hati menyimpannya di sudut hatinya. Ingatannya sejenak melayang ke pentas pemilihan 'Taulolonna Gowa' beberapa bulan lalu. Suatu pentas pemilihan gadis terbaik Gowa. Ketika itu disaksikannya sendiri gadis ini dinobatkan menjadi 'Taulolonna Gowa' untuk tahun ini.