Mata pisau mendarat tepat pada leher Samudera, air mancur merah mengalir deras. Ivan syok berat dengan apa yang dilihatnya barusan. Keadaan Ivan masih mematung bersandar di dinding. Dia tak tahu apa yang seharusnya dilakukan, dia merasa ingin mengeluarkan isi perutnya. Ivan berusaha melemaskan otot-ototnya untuk kabur dari tempat itu. Dia akhirnya bangkit perlahan-lahan, saat ingin berjalan telinganya mendengar sesuatu.
“Ivan…Ivan.” Itu suara normal Arya.
“Tolong…” lanjut Arya dengan suara lemas dan napasnya terengah-engah.
Ivan membalikkan badan dan ternyata Arya sudah kembali ke dirinya semula dengan posisi berlutut. Tepat di belakang Arya muncul sosok wanita tadi.
“Kumohon maafkan kami. Kami tidak bermaksud mengganggumu. Kumohon lepaskan kami juga,” ucap Ivan memohon dengan sangat.
Sosok itu hanya diam tak membalas ucapan Ivan. Dia menunduk untuk lebih dekat dengan Arya. Kedua tangan kasarnya yang dirantai menyentuh kepala dan pipi sebelah kiri Arya. Kondisi menegang, Arya tidak bisa berbuat apa-apa.
KREK!
Suara leher yang diputar 180 derajat membelalakkan mata Ivan untuk kedua kalinya. Ivan merasa lemas tidak mampu berdiri, dirinya menangis tersedu-sedu setelah kehilangan dua sahabatnya.
“Kau boleh pergi” jawab sosok itu akhirnya menjawab permintaan Ivan.
“Kau akan kulepaskan setelah hitungan ketiga. Larilah sejauh mungin, aku bisa muncul dimana saja” tawaran sosok wanita itu dengan suara serak.
“Satu…”