Arya dan Samudera menghentikan langkah lalu menoleh kearah yang ditunjuk Ivan. Mereka bertiga merasa terpanggil dengan sudut ruangan tersebut. Tidak disangka mereka menemukannya secara ajaib. Mereka hanya perlu menunggu waktu untuk bisa masuk ke dalamnya. Sepuluh menit berlalu, suasana terjadi sesuai yang mereka inginkan.
“Kondisi sekitar sudah aman? Sudah hampir 5 menit tak ada orang lalu lalang” tanya Arya
“Sebentar aku cek pintu luar dulu” jawab Samudera. Setelah memeriksa area pintu luar ruangan dia kembali ke tempat semula.
“Sudah aman” ucap Samudera berbisik dan mengacungkan ibu jari.
“Setelah ini kita jangan bicara sampai kita berjalan cukup jauh” saran Arya berbisik.
“Kenapa?” tanya Ivan bingung.
“Ya biar gak ketahuan lah. Gimana sih kamu?” jawab Samudera agak kesal.
Ivan hanya bisa tersenyum malu. Mereka mulai berjalan memasuki ruang bawah tanah dengan perlahan-lahan tanpa menciptakan suara, tangga yang licin membuat langkah mereka menjadi lambat. Kaki Arya mulai menyentuh lantai dan ternyata ada genangan air setinggi mata kaki di seluruh lantai ruangan. Saking jernihnya air genangan itu mereka sampai tidak mengetahuinya. Beberapa langkah berjalan sudah ada belokan pertama, alat penerang dan kamera mulai diaktifkan. Langkah demi langkah dilanjutkan sepelan mungkin agar tidak menciptakan suara air yang menggema walau sekarang sepatu mereka sudah basah kuyup. Perjalanan terus maju genangan air pun semakin naik, sudah setinggi betis mereka. Sepanjang lorong hanya beberapa lampu kecil yang menyala. Samudera memeriksa jam tangannya, menunjukan bahwa sudah lebih dari lima menit mereka berjalan tanpa bicara sepatah kata pun.
“Kau bilang disini ada penjara? Dimana?” tanya Samudera pada Ivan yang akhirnya mengeluarkan pertanyaan.
“Ada kok di sepanjang lorong ini, aku pernah melihat fotonya. Mungkin tak lama lagi”
Secara tiba-tiba, Samudera menemukan sebuah mulut pintu ke ruangan lain. Dia mengarahkan lampu sorotnya ke arah tersebut sembari berjalan lalu berhenti sejenak.