Mohon tunggu...
ArvenGoranz
ArvenGoranz Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

hanya memperbesar kemungkinan untuk selalu di_kenang, walaupun menyadari tidak pernah di_menangkan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Dinamika Demokrasi Pasca-Pemilu 2024: Menjaga Kestabilan Politik dan Penguatan Institusi Pemerintahan di Indonesia

26 Oktober 2023   00:56 Diperbarui: 26 Oktober 2023   00:58 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENGARUH DINAMIKA DEMOKRASI PASCA-PEMILU 2024: MENJAGA KESTABILAN POLITIK DAN PENGUATAN INSTITUSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA

ArvenGoran'z

yuvenalispeka@gmail.com

Mahasiswa PPKn FKIP Undana

ABSTRAK

Dalam pembuatan Jurnal ini penulis menggunakna metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif ini dimana penulis mengumpulkan data-data mengenai Dinamika Demokrasi, Pasca-Pemilu 2024, Kestabilan Politik dan Penguatan Institusi Pemerintahan di Indonesia. Objek kajian yang disoroti oleh penulis jurnal ini yakni bentuk dinamika demokrasi, kestabilan politik, penguatan intitusi pemerintahan di Indonesia agar pemilu 2024 ini dapat berjalan sesuai dengan harapan. Penulis lebih memilih judul jurnal ini dikarenakan, penulis mengamati setiap perjalanan periode pemilu dari tahun 1999 sampai 2019 ini berjalan tidak baik-baik saja sedangkan moment ini merupakan moment besar yang dilakukan lima tahun sekali. Penuis merasa bahwa pemilu yang dilkukan setiap lima tahun sekali ini belum berjalan sesuai harapan bangsa. Penulis menyadari bahwa pemilu 2024 ini akan menjadi moment terpenting bagi Indonesia dikarenakan pada saat itulah masyarakat melai menggunakan hak dan kewajibannya dalam menentukan pilihan, pilihan yang dianggap akan membawa warna baru bagi negara ini. Penulis juga menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk tetap mempertahankan bentuk aturan dan kesepakatan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 terkait dengan pemilihan umum. Pemerintah harus sebisa mungkin menjalankan tupoksi kerjanya agar masyarakat pun dapat menjalankan segala bentuk tuntutan yang menuntut keluasan tangan oleh masyarakat.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis melalui Studi Pustaka. Sumber data yang diperoleh penulis melalui buku, artikel, jurnal dan beberapa karya tulis ilmiah lainnya. Dari metode yang digunakan ini penulis mengkaji permasalahan-permasalahan yang dihadapi demokrasi, kestabilan politik, institusi pemerintah Indonesia dalam menjalankan pemilu 2024 ini. Penulis menggunakan perbandingan periode pemilu sebelum-sebelumnya sebagai tolak ukur dinamika demokrasi, kestabilan politik, dan institusi pemerintah dalam menjalankan pemilu 2024 ini. Referensi-refrensi yang diproleh kemudian dikaji oleh penulis serta penulis juga menuliskan kesimpulan oleh penulis hingga membentuk suatu landasan dalam membuat jurnal tersebut. Dalam penelitian ini juga penulis menggunakan segala referensi-referensi yang telah diperoleh tersebut sebagai bentuk penguatan akan segala kajian. Segala bentuk kajian tersebut berdasarkan bentuk kajian literatur atau kajian kualitatif. Proses pengumpulan segala bentuk data atau permasalahan yang hendak dikaji ini cukup merumitkan bagi penulis dikarenakan begitu banyak referensi-referensi yang diproleh hingga membingungkan penulis. Namun berdasarkan segala bentuk tekat dan pemahaman yang seadanya penulis mampu menentukan segala bentuk kajian yang menjadi sorotan oleh penulis itu sendiri. Penulis juga menyadari bahwa dari penggunaan metode kualitatif ini setiap kajian yang diprolehnya tersebut benar-benar berkualitas dan berbobot. Penulis dapat mengatakan demikian dikarenakan setiap referensi-referensi yang digunakan oleh penulis  tersebut mempunyai kedudukan yang tinggi. Kedudukan disini bukan soal kursi yang diproleh dari setiap penulis referensi-referensi tetapi bagaimana pemilihan penulis-penulis sebagai landasan yang memiliki pengaruh besar didalam dinamika demokrasi pemilu itu sendiri.

Kata Kunci: Pasca-Pemilu 2024, Dinamika Demokrasi, Stabilitas Politik, Penguatan Institusi Pemerintahan di Indonesia.

PENDAHULUAN 

Indonesia pasca Orde Baru mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis. Dengan diterapkan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik. Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan b erasosiasi untuk mendirikan dan atau membentuk partai politik (parpol). Tidak seperti era sebelumnya, pada masa pasca Orde Baru ini yang disebut sebagai era reformasi, setiap kelompok atau golongan bebas membentuk dan mendirikan parpol serta tidak ada pembatasan jumlah partai politik (Jadidah, 2020). 

Tidaklah sulit untuk melacak akar identitas demokrasi Indonesia apabila kita menengok sejenak pada aspek kesejarahan bangsa. Demokrasi Indonesia secara fundamental terletak pada dasar negara sekaligus landasan idiil bangsa yakni Pancasila, khususnya sila ke-4, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Bersandar pada maklumat tersebut, dinyatakan secara tegas dalam Pancasila sebagai konsensus bangsa bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berbasis kerakyatan (Anugrah, dan Jacop, 2018:31) 

Demokrasi sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Bung Hatta, bahkan pernah mengatakan bahwa perwujudan demokrasi dapat dilihat dalam dinamika kehidupan masyarakat desa di Indonesia. Artinya, demokrasi pun ternyata punya akar yang kuat dalam struktur sosial masyarakat di Indonesia. Demokrasi yang kita kenal sekarang adalah demokrasi yang bersumber dari negara-negara Barat. Demokrasi yang berakar pada semangat liberal, yang menjunjung tinggi kebebasan dan pengakuan hak-hak individu. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan didasarkan pada kehendak mayoritas, tanpa memandang perbedaan-perbedaan status sosial dan ekonomi (Maarif, 1996). 

Di Indonesia, demokrasi yang telah berjalan sudah menunjukkan bahwa tidak akan selamanya demokrasi dijalankan sesuai dengan hukum. Otentiknya pada komposisi demokrasi di Indonesia sejak pada awal merdeka sampai dengan lahirnya Maklumat Wakil Presiden No. 10, demokrasi Pancasila, terpimpin, sampai akhirnya adanya era reformasi yang mengarah lebih banyaknya peranan pemerintahan negara dalam menyalurkan problematika terhadap demokrasi di Indonesia. Namun rakyat sebagai pemangku kedaulatan negara diharuskan untuk mengikuti keinginan dan kekuatan para elite politik yang berkuasa dalam melaksanakan demokrasi (Irawan, 2016: 55). 

Persoalan yang muncul terkait dengan banyaknya parpol yang dibentuk dan mengikuti pemilu tersebut tidak berbanding lurus dengan fungs-fungsi yang diembanya. Keberadaan partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, melakukan pendidikan politik, dan penyelesaian konflik, belum dijalankan dengan maksimal. Berbagai survey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey, publik kecewa dan tidak puas terhadap eksistensi parpol. Partai politik yang ada sangat mengecewakan rakyat karena tidak memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, tetapi sebaliknya memperjuangkan kepentingan partai dan kelompoknya (Romli, 2016: 199-200). 

Pemilu adalah hasil kebudayaan manusia yang lahir dari perkembangan akal dan budi. Orang biasanya akan menyebut praktik-praktik pemilihan pemimpin yang terjadi di masa Yunani Kuno sebagai contoh penerapan Pemilu. Meskipun masih jauh dari pengertian Pemilu yang dikenal saat ini, namun proses pemilihan pemimpin di Yunani saat itu diakui telah memenuhi prasyarat Pemilu karena terlaksananya kedaulatan rakyat melalui pemilihan langsung (DKPP RI, 2015:4) 

Pemilu 2024 di Indonesia telah memainkan peran penting dalam mengukir sejarah demokrasi di negara ini. Namun, seiring dengan peralihan kekuasaan dan perubahan politik yang tak terhindarkan, tantangan besar muncul dalam mempertahankan stabilitas politik yang telah dicapai dan dalam memperkuat lembaga-lembaga pemerintahan yang menjadi landasan bagi tatanan demokrasi yang berkembang. Sebagaimana demokrasi berkembang, pemilu bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari babak baru yang menuntut kebijakan yang cerdas, penyesuaian yang cermat, dan kerja sama yang erat dari semua pihak terlibat (Zusrianty, 2022.) 

Bahan-bahan kajian dari sumber lain yang berkaitan dengan topik yaitu, Amir, (2020), dengan judul "Keserentakan Pemilu 2024 yang Paling Ideal Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia." Perspektif yang dipergunakan untuk menggambarkan dan menganalisis problematika keserentakan pemilu 2024. Terselenggaranya pemilu serentak pada tanggal 17 April 2019 merupakan sejarah baru dalam proses pemilihan umum yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU/2013 perkara pengujian UndangUndang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun pemilu serentak sudah dinilai lebih baik dari pemilu-pemilu sebelummnya bukan berarti dalam pelaksaanannya tidak memiliki kekurangan. Masalah yang paling menggemparkan adalah banyaknya korban jiwa oleh penyelenggara pemilu yang dinilai sebagai dampak pelaksanaan pemilu serentak 2019 serta masalh masalah teknis lainnya. Melihat dari berbagai sisi yang ditumbulkan dari pemilu 2019, maka Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melakukan uji materiil Undangundang terhadap UndangUndang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi yang dituangkan kedalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019. 

Dalam konteks ini, kajian mendalam terkait dinamika demokrasi pasca-pemilu 2024 menjadi semakin penting. Tidak hanya menganalisis hasil pemilu itu sendiri, tetapi juga perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi setelahnya. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor kunci yang mempengaruhi stabilitas politik dan penguatan institusi pemerintahan di Indonesia setelah pemilu 2024. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat guna menjaga momentum demokrasi yang telah dicapai serta memperkuat fondasi pemerintahan yang demokratis di Indonesia. Dalam upaya untuk menangani tantangan-tantangan ini, kerjasama yang erat antara para pemangku kepentingan politik, masyarakat sipil, dan lembaga pemerintahan menjadi krusial demi keberlangsungan demokrasi yang stabil dan inklusif.

METODE 

Dalam pembuatan Jurnal ini penulis menggunakna metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif ini dimana penulis mengumpulkan data-data mengenai Dinamika Demokrasi, Pasca-Pemilu 2024, Kestabilan Politik dan Penguatan Institusi Pemerintahan di Indonesia. Objek kajian yang disoroti oleh penulis jurnal ini yakni bentuk dinamika demokrasi, kestabilan politik, penguatan intitusi pemerintahan di Indonesia agar pemilu 2024 ini dapat berjalan sesuai dengan harapan. Penulis lebih memilih judul jurnal ini dikarenakan, penulis mengamati setiap perjalanan periode pemilu dari tahun 1999 sampai 2019 ini berjalan tidak baik-baik saja sedangkan moment ini merupakan moment besar yang dilakukan lima tahun sekali. Penuis merasa bahwa pemilu yang dilkukan setiap lima tahun sekali ini belum berjalan sesuai harapan bangsa. Penulis menyadari bahwa pemilu 2024 ini akan menjadi moment terpenting bagi Indonesia dikarenakan pada saat itulah masyarakat melai menggunakan hak dan kewajibannya dalam menentukan pilihan, pilihan yang dianggap akan membawa warna baru bagi negara ini. Penulis juga menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk tetap mempertahankan bentuk aturan dan kesepakatan yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Dasar 1945 terkait dengan pemilihan umum. Pemerintah harus sebisa mungkin menjalankan tupoksi kerjanya agar masyarakat pun dapat menjalankan segala bentuk tuntutan yang menuntut keluasan tangan oleh masyarakat. 

Penelitian ini dilakukan oleh penulis melalui Studi Pustaka. Sumber data yang diperoleh penulis melalui buku, artikel, jurnal dan beberapa karya tulis ilmiah lainnya. Dari metode yang digunakan ini penulis mengkaji permasalahan-permasalahan yang dihadapi demokrasi, kestabilan politik, institusi pemerintah Indonesia dalam menjalankan pemilu 2024 ini. Penulis menggunakan perbandingan periode pemilu sebelum-sebelumnya sebagai tolak ukur dinamika demokrasi, kestabilan politik, dan institusi pemerintah dalam menjalankan pemilu 2024 ini. Referensi-refrensi yang diproleh kemudian dikaji oleh penulis serta penulis juga menuliskan kesimpulan oleh penulis hingga membentuk suatu landasan dalam membuat jurnal tersebut. Dalam penelitian ini juga penulis menggunakan segala referensi-referensi yang telah diperoleh tersebut sebagai bentuk penguatan akan segala kajian. Segala bentuk kajian tersebut berdasarkan bentuk kajian literatur atau kajian kualitatif. Proses pengumpulan segala bentuk data atau permasalahan yang hendak dikaji ini cukup merumitkan bagi penulis dikarenakan begitu banyak referensi-referensi yang diproleh hingga membingungkan penulis. Namun berdasarkan segala bentuk tekat dan pemahaman yang seadanya penulis mampu menentukan segala bentuk kajian yang menjadi sorotan oleh penulis itu sendiri. Penulis juga menyadari bahwa dari penggunaan metode kualitatif ini setiap kajian yang diprolehnya tersebut benar-benar berkualitas dan berbobot. Penulis dapat mengatakan demikian dikarenakan setiap referensi-referensi yang digunakan oleh penulis tersebut mempunyai kedudukan yang tinggi. Kedudukan disini bukan soal kursi yang diproleh dari setiap penulis referensi-referensi tetapi bagaimana pemilihan penulis-penulis sebagai landasan yang memiliki pengaruh besar didalam dinamika demokrasi pemilu itu sendiri.

PEMBAHASAN

Dewasa ini Pemilihan Umum (Pemilu) telah menjadi bagian tak terpisahkan bagi negara-negara penganut demokrasi. Pemilu menjadi mekanisme dalam proses pergantian jabatan, khususnya di dua cabang kekuasaan, yakni di lembaga legislatif dan lembaga eksekutif. Seiring perkembangan zaman, Pemilu telah berubah menjadi sistem tersendiri yang selanjutnya melahirkan pelbagai corak, model, dan cara yang disesuaikan dengan sistem pemerintahan negara masing-masing. Di negara penganut sistem pemerintahan presidensial, model Pemilu akan berbeda dengan negara penganut sistem pemerintahan parlementer. Bahkan, negara-negara yang sistem pemerintahannya sama pun, model Pemilu atau untuk memilih siapa Pemilu juga dapat berbeda (DKPP RI, 2015:3-4).

 

A.      Perkembangan Demokrasi di Dunia

Perjalanan demokrasi di negara-negara Barat telah berlangsung hampir tiga abad lamanya. Berawal dari perlawanan terhadap kekuasaan monarki yang sewenangwenang, demokrasi lahir dengan semangat mendobrak relasi kekuasaan yang tradisional-patrimonial dan berupaya mewujudkan kesederajatan dalam hubungan rakyat dan penguasa. Legitimasi kekuasaan tidak lagi bersumber dari atas layaknya pada model teokrasi, tapi berakar dari bawah, dari mandat yang diberikan rakyat. Karena itu, siapa pun yang memegang tampuk kekuasaan harus mendengar dan mewujudkan suara rakyat bila ingin kekuasaannya diakui. Vox populi vox dei, demikian semboyan para pejuang demokrasi. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Bila penguasa mengabaikan suara rakyat, niscaya kekuasaannya tidak akan langgeng karena ia akan kehilangan kepercayaan rakyat, dan hilanglah mandat yang dipegangnya (Mariana, 2009).

 

B.       Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Praktik demokrasi yang diterapkan di Indonesia sejak awal kemerdekaan sebenarnya telah mengadopsi semangat itu. Bahkan lebih dari itu, nilai-nilai kebebasan ala Barat dipadukan dengan nilai-nilai budaya lokal yang menampakan karakteristik khas demokrasi ala Indonesia. Kuatnya pengaruh budaya lokal merefleksikan nuansa kepemimpinan patrimonial dalam praktik demokrasi di Indonesia (Bintaro, 2021). Dengan demikian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat. Atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat (Irawan, 2016: 54).

Perjalanan demokrasi di Indonesia sangat dinamis dan penuh dengan dinamika. Dinamika demokrasi tersebut dipengaruhi oleh aktor-aktor yang terlibat langsung terhadap pilar-pilar demokrasi seperti partai politik dan pemegang kekuasaan negara seperti presiden. Presiden Sukarno sebagai presiden pertama di Indonesia sangat banyak memberikan warna dalam mempengaruhi jalannnya demokrasi di Indonesia. Demokrasi di Indonesia mengalami perubahan-perubahan bentuk. Satu masa disebut masa demokrasi parlementer, atau kadang disebut juga demokrasi liberal. Pada saat yang lain disebut demokrasi terpimpin, atau pada orde baru disebut dengan demokrasi Pancasila. Perbedaan penamaan itu kadang membingungkan, karena antara nama dengan praktiknya tidak sesuai, atau sekalipun namanya berbeda, tetapi dalam penerapannya tetap hampir sama, yakni demokrasi itu hanya milik penguasa dan bukan milik rakyat. Padahal esensi demokrasi harus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, bukan dari rakyat oleh penguasa dan untuk penguasa. Penguasa itu bisa berupa presiden, anggota dewan atau partai politik (Irham, 2016).

Perkembangan demokrasi di Indonesia terdapat dua tahap yakni tahapan sebelum atau pra kemerdekaan dan tahapan sesudah atau pasca kemerdekaan. Perkembangan demokrasi di Indonesia sesudah kemerdekaan mengalami ketidakstabilan dari masa kemerdekaan sampai saat sekarang ini, permasalahan inti yang dihadapi adalah bagaimana demokrasi itu membentuk dirinya dalam berbagai sisi negatif kehidupan berbangsa dan bernegara (Rahman, 2021). Sebagai tatanan kehidupan, pokok tatanan kehidupan demokratis secara empiris terhubung dengan permasalahan pada korelasi antar pemerintah dengan rakyat, atau sebaliknya korelasi antar rakyat dengan pemerintah dalam posisi seimbang dan saling melaksanakan pengawasan satu sama lain. (Purnamawati, 2020: 254-255).

Demokrasi prosedural sukses dipraktikan melalui pemilihan umum sejak tahun 1955 hingga 2004, meski selama 32 tahun pemilihan umum sempat tereduksi sekedar mekanisme formal untuk melegitimasi penguasa (Mariana, 2009). Pemilihan Umum 1999 menjadi awal baru dalam praktik demokrasi prosedural di Indonesia. Era multipartai dimulai lagi, dengan semangat baru untuk mencari figur alternatif selain para aktor yang telah mapan dalam lingkaran rezim Orde Baru. Partai partai politik baru bermunculan "merayakan" kebebasan yang dibawa oleh reformasi. Pemilihan Umum 1999 memang memunculkan pemerintahan baru yang diisi oleh figur-figur reformis, tapi periode 5 (lima) tahun berikutnya ternyata tidak semulus yang diharapkan. Alih-alih memulihkan krisis moneter dan krisis kepercayaan masyarakat, para elit justru sibuk berkonflik, berlomba "mencicipi" bagian dari kekuasaan (Rauf, 2018).

Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem demokrasi harus dijamin bahwa rakyat terlibat penuh dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan. 1 Demokrasi perwakilan sebagai sistem demokrasi modern terdiri dari tiga macam, yaitu demokrasi dengan sistem parlementer, demokrasi dengan pemisahan kekuasaan, dan demokrasi yang dikontrol oleh rakyat secara langsung melalui referendum dan inisiatif (Asshiddiqie, 2016).

 

C.      Periode Penyelenggaraan Pemilihan di Indonesia

Pemilu identik dengan kedaulatan rakyat, karena dengan Pemilu lah kedaulatan tersebut diakomodasi. Pada abad ke XIX mulai terbentuk partai-partai politik dengan badan-badan perwakilan yang mencerminkan kemauan rakyat yang sesungguhnya, atau representasi dari rakyat. Kondisi tersebut terus berkembang dan menjadi ciri dari demokrasi modern, hingga saat ini. Hampir seluruh negara di dunia, saat ini, di dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Ini berarti negara tersebut telah menganut asas kedaulatan rakyat dan kekuasaan pemerintah bersumber pada kehendak rakyat. Prinsip dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi  (DKPP RI, 2015:6-7).

       Pemilihan umum merupakan wujudnya nyata penerapan demokrasi di Indonesia yang memberikan peran bagi warga negara untuk dapat ikut serta secara langsung memilih pejabat publik. Hal ini membuktikan bahwa kedaulatan tetap berada ditangan rakyat. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis merupakan "qonditio sine qua non", the one can not exist without the others. Dalam arti bahwa Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk mencapai demokrasi atau merupakan prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik (Ahmadi, 2018:8). Pemilu hanyalah instrumen dan dapat dijamin berdasarkan asas konstitusi dan arah kebijakan negara yang dimaksud. Oleh karena itu, metode dapat dipertahankan atau diubah jika dipandang sebagai jalan demokrasi yang benar dalam kondisi tertentu. Penentuan suatu pilihan harus melewati banyak penelaahan pemikiran dan pengalaman untuk memastikan baik buruknya pilihan itu sendiri (Amir, 2020: 115).

       Dengan penjelasan tersebut, maka semakin terang bahwa pemilihan umum merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatu negara demokrasi. Pelaksanaan kedaulatan rakyat dilakukan dengan menjalankan pemilihan umum. Rakyat dapat memberikan suara politiknya dengan ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih wakil-wakilnya yang akan memimpin negaranya dan juga menyuarakan kepentingannya. Pemilihan umum yang dilakukan oleh beberapa negara saat ini, partai politik merupakan wadah Organisasi (Kelembagaan) yang penting untuk menyalurkan aspirasi politik seorang warga negara. Partai politik merupakan suatu wadah yang secara konstitusional diakui di banyak negara saat ini sebagai Organisasi (Kelembagaan) yang mewakili dan menjadi penghubung antara pemerintah dan rakyatnya. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu dengan cara ikut pemilihan umum. Partai politik juga melakukan kegiatan meliputi seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan (legislatif dan eksekutif) dalam sebuah Pemilu (DKPP RI, 2015:7).

1)       Periode Pemilihan Umum Tahun 1999 (masa revormasi)

Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan lembaga penyelenggara pemilu pengganti Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang dibentuk oleh presiden. KPU telah menyelenggarakan pemilu mulai tahun 1971 sampai pemilu 1997. Dasar pembentukan KPU pertama ini adalah Ketetapan MPR RI Nomor XIVIMPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan MPR RI Nomor IIIIMPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Pada Pasal 1 Poin 5 Tap MPR RI No. XIV/MPR1998 disebutkan bahwa: Pemilihan umum diselenggarakan oleh badan penyelenggara pemilihan umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai-partai politik peserta pemilu dan pemerintah, yang bertanggung jawab kepada presiden. KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat bebas dan mandiri, yang pembentukannya diresmikan dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Thhun 1999 (Indriyani, 2018).

Dalam pelaksanaan pemilu, KPU hanya bertindak sebagai penyelenggara, sedangkan yang menjadi penanggung jawab adalah presiden. KPU berkedudukan di ibukota negara. KPU mempunyai anggota sebanyak 48 orang dari unsur partai politik dan 5 (lima) orang wakil pemerintah. KPU dibantu oleh Sekretariat Umum KPU dalam menyelenggarakan pemilu. Penyelenggara pemilu tingkat pusat adalah Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang memiliki jumlah dan unsur anggota sama dengan KPU. Sedangkn penyelenggaraan di tingkat daerah dilaksanakan oleh PPD I, PPD II, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Untuk penyelenggaraan di luar negeri dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang beranggotakan atas wakil-wakil parpol peserta pemilu ditambah beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat (Winardi, 2010)

Pemungutan suara pada pemilu pertama di era reformasi dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sistem pemilu 1999 sama dengan pemilu 1997, yaitu sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. Sebagaimana termaktub pada Pasal 1 Ayat (7) UU Nomor 3 Thhun 1999 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan bahwa "pemilihan umum dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar" (Arrsa, 2014:515).

2)       Periode Pemilihan Umum Tahun 2004

KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, terap, dan mandiri. Jika dalam pemilu sebelumnya KPU hanya bertindak selaku penyelenggara, pada tahun 2004 teriadi perubahan di mana KPU tidak hanya menyelenggarakan pemilu, tetapi juga sekaligus bertanggung jawab atasnya. Laporan penyelenggaraan pemilu selanjutnya disampaikan oleh KPU kepada DPR dan Presiden (Liany, 2016.)

Berbeda dengan KPU 1999, keanggotaan KPU 2004 tidak berasal dari wakil-wakil partai politik peserta pemilu dan pemerintah, melainkan perorang yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18. Dalam Pasal 19 selanjutnya diatur bahwa, calon anggota KPU diusulkan oleh presiden untuk mendapat persetujuan DPR untuk ditetapkan sebagai anggora KPU. Calon anggota KPU provinsi diusulkan oleh gubernur untuk mendapat persetujuan dari KPU untuk ditetapkan sebagai anggota KPU provinsi. Calon anggota KPU kabupaten/kota diusulkan oleh bupati/ walikota untuk mendapat persetujuan Kpu provinsi untuk ditetapkan sebagai anggota KPU kabupaten/kota. Pada pasal 16 ayat (2) sampaiayat (4) ditentukan bahwa KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dibantu seorang wakil ketua merangkap anggota, dan para anggota. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota Kpu dan semua anggora KPU memiliki hak suara yang sama. KPU 2004 terdiri dari Kpu provinsi dan KPU kabupaten kota. selanjutnya dalam pasal 17 ayat (3) disebutkan bahwa dalam mejalankan tugasnya KPU mempunyai sekretariat (Haris, 2005)

3)        Periode Pemilihan Umum Tahun 2009

Penyelenggara pemilu pada tahun 2009 memiliki persamaan dengan pemilu pada tahun 2004.Yaitu diselenggarakan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. Selain badan penyelenggara pemilu tersebut, terdapat tambahan beberapa kepanitiaan bersifat sementara (adhoc) yang ikut serta dalam menyelenggarakan pemilu, yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/ kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) (Ade, 2023).

       Dalam penyelenggaran pemilu 2009 terdapat dinamika politik bisa dijadikan pembelajaran terkait partai politik peserta pemilu. Setelah mahkamah konstitusi membatalkan otomatisasi partai-partai yang tidak lolos ET tetapi mendapatkan kursi di DPR untuk menjadi peserta pemilu 2009. KPU seharusnya melakukan verifikasi partai-partai politik berdasarkan persyaratannya. Akan tetapi, KPU justru mengikutsertakan partai-partai peserta pemilu 2004 yang tidak mendapatkan kursi DPR menjadi peserta pemilu 2009. Sehingga jumlah partai politik peserta pemilu 2009 secara nasional adalah 38 parpol. Pelaksanaan pemilu 2009 tidak jauh berbeda dengan pemilu 2004, yaitu menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka untuk pemilu DPR dan DPRD, sistem distrik berwakil banyak untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung (Hariyadi, 2021).

4)       Periode Pemilihan Umum Tahun 2014

Dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum, tidak terlepas dari masalah yang tentu saja akan menjadi kendala. Hal tersebut juga terlihat pada pemilihan umum Legislatif 2014 di Kota Denpasar kendala yang sering muncul misalnya proses pemilihan yang rumit dan selain itu kurangnya sosialisasi KPUD untuk menerangkan tata cara pemberian suara. Yang dulunya mencentang atau menandai kemudian diganti dengan cara mencoblos, pada pemilu 2014 yang semuanya ini diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2014 tentang Pemilihan Umum (Arniti, 2020).

          Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif pada tahun 2014 ini diharapkan masyarakat dapat memberikan partisipasi politik secara positif. Partisipasi politik melalui kegiatan pemilihan umum Legislatif yang didasarkan pada demokrasi karena keberhasilan pembangunan tidak hanya semata-mata tergantung pada usaha pemerintah saja tetapi harus adanya dukungan partisipasiseluruh masyarakat terutama dalam memberikan suara dalam pemilihan umum Legislatif di Kota Denpasar (Arniti, 2020).

5)          Periode Pemilihan Umum Tahun 2019

Penyelenggaraan pemilu serentak pada tahun 2019, memiliki dampak positif terhadap peningkatan partisipasi warga. Berdasarkan hasil data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), partipasi pemilih pada pemilu serentak 2019, yakni mencapai 81,97% pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sementara itu, partisipasi pemilih mencapai 81,67% pada Pemilihan Legislatif. Pada pemilu-pemilu sebelumya, partisipasi pemilih dalam pemilu tahun 2014 hanya mencapai 70% untuk Pemilihan Presiden dan 75% dalam Pemilihan Legislatif.16 Dari data tersebut, dapat dilihat bahwasanya penyelenggaraan pemilu serentak memberikan pengaruh yang positif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Melihat menigkatnya partisipasi pemilih, tidak lepas pula dari masalah yang ditumbulkannya. Menurut didik Suprianto, pemilu serentak 5 Kotak pada tahun 2019 merupakan penyelenggaraan pemilu paling rumit dan telah menciptakan beban yang berat bagi penyelenggara dan juga bagi pemilih (Amir, 2020).

Tingginya persentase partisipasi pemilih dalam pemilihan presiden dibandingan dengan pemilihan legislatif dikarenakan mayoritas aspek yang diliput media adalah pemilihan presiden. Sehingga informasi yang didapatkan terkait calon, visi dan misi, serta partai politik pengusung capres dan cawapres memiliki porsi yang lebih banyak dimedia dibandingkan dengan pemilihan legislatif. Sehingga banyak masyarakat asal pilih maupun golput dalam pemilihan legislatif. Pemilih sulit untuk memberikan rasionalitas dalam memberikan suara akibat terlalu banyaknya pilihan atau surat suara. Sehingga masuk akal jika memang seharusnya perlu dilakukan kajian ulang terkait model pemilu untuk kedepannya (Amir, 2020).

6)   Periode Pasca Pemilihan Umum Tahun 2024: Pilihan Model Pemilu Serentak Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi NOMOR 55/PUU-XVII/2019

Dalam hasil Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya karena dianggap permohonan tersebut tidak beralasan hukum. Akan tetapi Mahkamah Konstitusi memberikan pilihan terkait model-model keserentakan pemilu yang dapat dipilih dan dinilai konstitusional berdasarkan UUD 1945 yang diantaranya:

a)        Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD;

b)        Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/WaliKota;

c)        Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/WaliKota;

d)       Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/WaliKota;

e)        Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak Kabupaten/Kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan WaliKota;

f)         Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden;

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan dalam tulisan ini, model keserentakan pemilu yang paling ideal adalah Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/WaliKota. Model keserentakan pemilu tersebut dapat menjadi solusi terhadap kekurangan dan permasalahan yang dialami pada pemilu serentak tahun 2019 khususnya pada partisipasi pemilih, kinerja penyelenggara pemilu, serta penguatan sistem presidensial dan penguatan sistem pemerintahan daerah (Amir, 2020).

Dari sisi partisipasi pemilih, model diatas diharapkan mampu untuk menyeimbangakan partisipasi pemilih pada pemilihan presiden dan anggota DPR dan DPD. Dimana pada pemilu 2019 sebelumnya, meskipun persentase pemilih sudah meningkat pada pemilu-pemilu sebelumnya, akan tetapi belum dicapainya keseimbagan antara perolehan suaran dalam pemilihan presiden dan anggota legislatif. Terlalu banyaknya calon yang harus dipilih, sehingga banyak masyarakat asal pilih maupun golput dalam pemilihan legislatif. Pemilih sulit untuk memberikan rasionalitas dalam memberikan suara akibat terlalu banyaknya pilihan atau surat suara. Perhitungan suara yang tidak sah pun menungkat dari 10 % pada pemilu legisltatif 2014, kemudian mengalami kenaikan pada pemilihan umum legislatif 2019 menjadi 11%. Model pemilu serentak diatas, diharapkam mampu untuk mewujudkan kenyamanan pemiih dalam memberikan suara serta menjaga rasionalitas pemilih demi menghasilkan calon terpilih yang berkualitas. Dari sisi penyelenggara pemilu, adanya jeda dan pemisahan pada pemilu nasional untuk memilih Presiden/ Wakil Presiden, dan anggota DPR dan DPRD, kemudian dilanjutakan dengan pemilihan anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/WaliKota. Dengan mekanisme seperti ini memberikan kesempatan untuk penyelenggara pemilu untuk bekerja dengan maksimal karena beban kerja yang tidak terlalu berat dengan tetap mengadopsi model pemilu serentak. Pertimbangan model ini dirasa mampu untuk menekan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pemilu serentak 2019 khususnya banyak korban jiwa oleh petugas pemilu akibat beban tugas yang terlalu berat.

Dari sisi penguatan sistem pemerintahan presidensil, model pemilu ini tetap dapat menjadi pilihan. Pemilu 2019 menunjukkan bahwa model pemilu serentak untuk memilih Presiden dan DPR terbukti menghasilkan pemerintahan yang kongruen, di mana calon presiden dan wakil presiden mendapat sebagian besar dukungan DPR dari koalisi. Pemerintahan yang kongruen ini yang menjadi modal utama untuk mewujudkan sistem presidensial yang efektif  (Amir, 2020).

Dari sisi penguatan sistem pemerintahan daerah, berdasarkan analisa dari pemilu tahun 2019, dipisahkannya pemilihan anggota DPRD dengan pemilihan kepala daerah provinsi dan Kabupaten/Kota menjadi salah satu penyebab lemahnya pemerintahan daerah dalam memperhatikan tuntutan publik atas isu-isu daerah. Hubungan antara calon kepala daerah dengan anggota DPRD seringkali mendapati jalan buntu dalam setiap kebijakan yang diajukan oleh kepala daerah yang ditolak DPRD. Pemicunya adalah perbedaan terhadap latar politik antara kepala daerah dan DPRD. Dengan model pemilu ini, nantinya diharapkan nantinya DPRD dan kepala daerah provinsi dan Kabupaten/Kota mampu menjalankan fungsinya di pemerintahan daerah dalam menjalankan otonomi daerah (Amir, 2020).

 

D.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Dinamika Demokrasi Pasca-Pemilu 2024 di Indonesia

Menjurut pendapat Susilawat 2023 berpendapat bahwa pemilu adalah momen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Namun, dinamika demokrasi pasca-pemilu dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat memiliki dampak signifikan. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi dinamika demokrasi pasca-pemilu 2024 di Indonesia:

a)           Stabilitas Politik: Stabilitas politik merupakan prasyarat penting bagi pertumbuhan demokrasi yang sehat. Pergantian kekuasaan yang damai dan transparan, serta ketidakberpihakan lembaga-lembaga kekuasaan terhadap partai politik, sangat penting untuk memelihara dinamika demokrasi yang stabil.

b)          Ketidaksetaraan Sosial-Ekonomi: Ketidaksetaraan sosial-ekonomi yang tinggi dapat mengancam stabilitas demokrasi. Ketimpangan ekonomi yang signifikan antara kelompok masyarakat dapat memicu konflik dan ketegangan sosial yang berpotensi memicu polarisasi politik yang lebih besar.

c)           Partisipasi Masyarakat: Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pemilu sangat penting. Partisipasi aktif masyarakat dalam pemilihan umum, baik sebagai pemilih maupun calon, adalah cermin dari kesehatan demokrasi di suatu negara.

d)          Kualitas Institusi: Kualitas lembaga-lembaga pemerintahan, termasuk lembaga penegak hukum, lembaga keuangan, dan lembaga legislatif, juga sangat penting. Kemandirian dan kredibilitas lembaga-lembaga ini memainkan peran penting dalam memastikan tegaknya prinsip-prinsip demokrasi.

e)           Peningkatan Akses Informasi: Akses yang lebih luas terhadap informasi dan transparansi yang lebih besar dalam proses politik akan membantu mencegah penyebaran informasi palsu atau propaganda politik yang dapat mengancam integritas proses demokrasi.

f)           Kebijakan Publik yang Efektif: Implementasi kebijakan publik yang efektif dan transparan merupakan penentu kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang inklusif dapat memperkuat stabilitas politik dan demokrasi.

g)          Pemeliharaan HAM dan Keadilan Sosial: Perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan penegakan hukum yang adil juga penting dalam mempertahankan keseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat. Ketidakadilan sosial atau pelanggaran HAM dapat memicu ketegangan sosial yang dapat mengganggu stabilitas politik.

h)          Keterlibatan Masyarakat Sipil: Peran masyarakat sipil dalam memantau kinerja pemerintah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan sangat penting. Organisasi masyarakat sipil yang kuat dapat memastikan akuntabilitas pemerintah dan mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan.

 

E.       Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani Faktor-faktor yang mempengaruhi Dinamika Demokrasi Pasca-Pemilu 2024 di Indonesia

Menjurut pendapat Dimas 2023 berpendapat bahwa untuk mengatasi faktor-faktor yang memengaruhi dinamika demokrasi pasca-pemilu 2024 di Indonesia, diperlukan serangkaian upaya strategis. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menangani faktor-faktor tersebut:

a)            Peningkatan Kesadaran Politik: Meningkatkan kesadaran politik di kalangan masyarakat melalui pendidikan politik dan program-program kesadaran politik akan membantu meningkatkan partisipasi aktif dalam proses demokrasi.

b)          Penguatan Institusi: Menguatkan lembaga-lembaga demokrasi seperti lembaga legislatif, penegak hukum, dan lembaga keuangan dengan memperkuat independensinya dan meningkatkan akuntabilitas akan memperkuat fondasi demokrasi di negara tersebut.

c)           Peningkatan Transparansi: Meningkatkan transparansi dalam proses politik dan kebijakan publik melalui penerapan undang-undang kebebasan informasi dan audit publik akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik.

d)          Pemberantasan Korupsi: Melakukan upaya serius untuk memberantas korupsi di semua tingkatan pemerintahan akan membantu memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara dan memastikan penggunaan dana publik yang efisien dan adil.

e)           Pemberdayaan Masyarakat Sipil: Mendorong dan memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat sipil dalam pemantauan pemerintah, penegakan hukum, dan pembangunan sosial akan membantu menjamin akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.

f)            Peningkatan Akses Terhadap Informasi: Memperluas akses terhadap informasi publik dan media yang independen serta mempromosikan literasi media dan kritis akan membantu mencegah penyebaran berita palsu atau propaganda politik yang dapat mengancam integritas proses demokrasi.

g)          Pembangunan Ekonomi Inklusif: Mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan memperhatikan pengurangan kesenjangan sosial-ekonomi antar daerah dan kelompok masyarakat akan membantu mengurangi ketegangan sosial dan politik yang disebabkan oleh ketimpangan ekonomi.

h)          Penguatan Hak Asasi Manusia: Melindungi dan memperkuat perlindungan hak asasi manusia melalui penegakan hukum yang adil dan transparan serta pemberian perlindungan yang lebih baik kepada kelompok rentan akan membantu membangun fondasi yang kuat untuk demokrasi yang inklusif.

 

F.       Upaya Dalam Menjaga Kestabilan Partai Politik di Indonesia

Menjurut pendapat Labolo, and Teguh 2015 berpendapat bahwa untuk menjaga stabilitas partai politik merupakan faktor krusial dalam mempertahankan proses demokrasi yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas partai politik di Indonesia antara lain:

a)           Penguatan Struktur Organisasi: Penguatan struktur organisasi partai politik melalui peningkatan kapasitas manajemen dan kepemimpinan akan membantu memastikan keberlanjutan dan stabilitas partai politik dalam jangka panjang.

b)          Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong transparansi dan akuntabilitas di dalam partai politik, termasuk dalam pengelolaan keuangan dan pengambilan keputusan, akan membantu memperkuat kepercayaan anggota partai dan masyarakat umum terhadap integritas partai.

c)           Demokrasi Internal: Memastikan adanya proses demokrasi internal yang kuat di dalam partai politik, termasuk dalam pemilihan kepemimpinan partai, pengambilan keputusan strategis, dan penentuan kebijakan partai, akan membantu mengurangi potensi konflik internal dan meningkatkan legitimasi partai di mata anggota dan pemilih.

d)          Pelatihan dan Pendidikan Politik: Memberikan pelatihan dan pendidikan politik kepada anggota partai akan membantu meningkatkan pemahaman mereka tentang proses politik dan tata kelola partai yang baik, sehingga dapat mendorong partisipasi yang lebih aktif dan konstruktif dalam aktivitas partai.

e)           Konsolidasi dan Kolaborasi: Mendorong konsolidasi antara partai politik dengan ideologi dan visi yang serupa, serta mempromosikan kolaborasi antar partai politik untuk mencapai tujuan bersama yang lebih besar, dapat membantu memperkuat posisi partai politik secara keseluruhan dalam sistem politik.

f)           Peningkatan Keterwakilan: Mendorong keterwakilan yang inklusif dalam partai politik, termasuk keterwakilan dari berbagai lapisan masyarakat dan kelompok minoritas, akan membantu mewujudkan pluralisme politik yang sehat dan mendorong partai politik untuk menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara luas.

g)          Etika Politik yang Tinggi: Menegakkan standar etika politik yang tinggi di dalam partai politik, termasuk dalam hal kampanye politik, debat publik, dan interaksi politik secara umum, akan membantu menjaga citra positif partai politik di mata masyarakat dan mencegah terjadinya konflik yang merugikan.

 

G.      Upaya Dalam Penguatan Institusi Pemerintahan di Indonesia

Menurut pendapat Suyatmiko, and Alvin, 2019 berpendapat bahwa penguatan institusi pemerintahan merupakan hal krusial dalam membangun fondasi yang kuat untuk tata kelola pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel. Di Indonesia, beberapa upaya telah dilakukan dan dapat terus diperkuat untuk memperkuat institusi pemerintahan, antara lain:

a)            Reformasi Birokrasi: Reformasi birokrasi telah menjadi agenda penting pemerintah dalam upaya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan. Langkah-langkah seperti pengurangan birokrasi yang berbelit, pemangkasan jabatan struktural, dan penerapan sistem meritokrasi dapat membantu mendorong profesionalisme di dalam birokrasi.

b)           Peningkatan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, terutama melalui peningkatan penggunaan teknologi informasi, sistem pengawasan internal, dan eksternal, serta penguatan lembaga audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), adalah langkah penting dalam memperkuat integritas institusi pemerintahan.

c)            Penguatan Lembaga Legislatif: Penguatan lembaga legislatif seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam memastikan pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel, serta pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, akan membantu mendorong prinsip-prinsip demokrasi yang kuat.

d)           Penguatan Sistem Hukum dan Peradilan: Penguatan sistem hukum dan peradilan melalui peningkatan akses terhadap keadilan, penegakan hukum yang adil dan transparan, serta reformasi di dalam sistem peradilan akan memberikan jaminan perlindungan hukum yang adil bagi seluruh warga negara.

e)           Pengembangan Sumber Daya Manusia: Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia di sektor pemerintahan melalui pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan etika kerja akan membantu memastikan bahwa pemerintah memiliki pegawai yang kompeten dan berintegritas.

f)           Peningkatan Partisipasi Publik: Mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan melalui konsultasi publik, forum terbuka, dan mekanisme partisipasi lainnya dapat memperkuat legitimasi pemerintah dan memastikan bahwa kebijakan publik yang diambil mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat.

g)          Pemberantasan Korupsi: Meningkatkan upaya pemberantasan korupsi melalui penegakan hukum yang tegas, penguatan lembaga antikorupsi, serta peningkatan integritas di dalam institusi pemerintahan secara menyeluruh akan membantu menciptakan lingkungan pemerintahan yang bersih berintegritas.

 

KESIMPULAN

Indonesia pasca Orde Baru mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis. Dengan diterapkan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik. Demokrasi Indonesia secara fundamental terletak pada dasar negara sekaligus landasan idiil bangsa yakni Pancasila, khususnya sila ke-4, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan".

Dalam rangka memastikan kelangsungan demokrasi yang stabil, inklusif, dan berkelanjutan di Indonesia, terdapat sejumlah strategi dan rekomendasi yang dapat di berikan yakni; Penguatan Institusi Demokrasi, hal ini dapat dilakukan melalui penguatan terhadap lembaga-lembaga demokrasi, seperti lembaga legislatif, sistem peradilan, dan lembaga penegak hukum, melalui peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas pengawasan akan membantu memastikan tegaknya prinsip-prinsip demokrasi. Disini masyarakat dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam mendorong partisipasi proses politik dan pembangunan melalui pendidikan politik, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan masyarakat sipil akan membantu memperkuat legitimasi demokrasi dan menjaga keterlibatan masyarakat yang inklusif. Peningkatan akses terhadap informasi; melalui peningkatkan akses terhadap informasi publik melalui media yang bebas, transparan, dan independen, serta meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat, akan membantu mencegah penyebaran berita palsu dan propaganda politik yang dapat mengancam proses demokrasi. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat; melalui peningkatkan akses masyarakat terhadap layanan dasar, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan, melalui kebijakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, akan membantu mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi dan memperkuat stabilitas politik.       

 

DAFTAR PUSTAKA

Ade, U J. 2023. "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN VERIFIKASI DUKUNGAN BAKAL PASANGAN CALON PERSEORANGAN (Studi di Komisi Pemilihan Umum Kota Bandar Lampung pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020)."

Ahmadi, A. 2015. Analisis Konstruksi Hukum Konstitusionalitas Pemilu Serentak Pada Tahun 2019. Al-'Adl, 8(1), 1-19, hlm 8.

Asshiddiqie, J. 2016. Edisi Revisi, and Ketua Mahkamah Konstitusi RI. "Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi." Jurnal, 6..

Amir, M. 2020. "Keserentakan Pemilu 2024 yang Paling Ideal Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia." Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum 23.2. Hlm, 115.

Arniti, N. K. 2020. "Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Legislatif Di Kota Denpasar." Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial 4.2. Hlm, 329..

Amir, M. 2020. "Keserentakan Pemilu 2024 yang Paling Ideal Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia." Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum 23.2. Hlm, 115.

Anugrah, dan Jacop, 2018. Reorientasi Identitas Demokrasi Indonesia di Era Pasca Reformasi: Sebuah Ikhtiar Mewujudkan Daulat Rakyat. Jurnal Kajian Lemhannas RI.

Mariana, D. 2009. Dinamika Demokrasi dan Perpolitikan Lokal di Indonesia. Bandung: TRUENORIH.

Arrsa, R. C. 2014. "Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidasi Demokrasi." Jurnal Konstitusi 11.3. Hlm, 515.

Bintoro, R. A. 2021. IMPLEMENTASI UU NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (Studi Demokratisasi Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Magelang). Diss. Universitas Muhammadiyah Magelang.

Dimas, A. 2023. "STRATEGI KOMISI PEMILIHAN UMUM MENINGKATKAN PARTISIPASI PEMILIH LANSIA (Studi Pemilu Kabupaten Pringsewu 2024)."

Haris, S. ed. 2005. Pemilu langsung di tengah oligarki partai: proses nominasi dan seleksi calon legislatif Pemilu 2004. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Hariyadi, T. 2021. Kegilaan Virtual-Jejak Pustaka. Jejak Pustaka.

Irham, M. A. 2016. Demokrasi Muka Dua. Kepustakaan Populer Gramedia.

Irawan, B. B. (2016). Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum dan Dinamika Masyarakat, 5(1).

Indriyani, V. A. 2018. PENYELENGGARA PEMILU OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH. Diss. UIN Raden Intan Lampung.

Jadidah, F. 2020. "Perubahan Konstitusi Dalam Transisi Orde Baru Menuju Reformasi Di Indonesia." Jurnal Ilmiah Mandala Education 6.1.

Labolo, M, and Teguh I. 2015. Partai politik dan sistem pemilihan umum di Indonesia. Rajawali Pers,

Liany, L. 2016. "Desain Hubungan Kelembagaan Penyelenggara Pemilu." Jurnal Cita Hukum 4.1.

Maarif, A, S. 1996. Islam dan politik: teori belah bambu, masa demokrasi terpimpin, 1959-1965. Gema Insani.

Purnamawati, E. 2020. Perjalanan Demokrasi di Indonesia. Solusi, 18(2), 251-264.

Rahman, M. 2021 "DINAMIKA SERTA PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA."

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019, hlm. 323-324

Rauf, R. 2018. "Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: Dekonsentrasi, Desentralisasi, dan Tugas Pembantunya."

Romli, L. 2016. "Reformasi partai politik dan sistem kepartaian di indonesia." Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional 2.2.

Susilawati, Y. 2023. "PENGUATAN FUNGSI PARTAI POLITIK SEBAGAI PENCEGAHAN POLARISASI PARTAI POLITIK PADA MASA PEMILU 2024." As-Syifa: Journal of Islamic Studies and History 2.2. Hlm, 110-123.Suyatmiko, W. H, and Alvin, N. 2019. "Menakar lembaga antikorupsi: studi peninjauan kinerja komisi pemberantasan korupsi." Integritas: Jurnal Antikorupsi 5.2. Hlm, 35-56.

Tamim, F. M. 2023. "Strategi Komunikasi Politik Partai Gerindra dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Pemilih Muda melalui Media Sosial Twitter pada Pemilu Tahun 2024." JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 6.10. Hlm, 8040.

Winardi, W. 2010. "Menyoal Independensi Dan Profesionalitas Komisi Pemilihan Umum Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah." Jurnal Konstitusi 3.2.

Winardi, W. 2010. "Menyoal Independensi Dan Profesionalitas Komisi Pemilihan Umum Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah." Jurnal Konstitusi 3.2.

Zusrianty, N. 2022.  PENYELENGGARAAN PEMIILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN REJANG LEBONG DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. Diss. UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu.

Zuhdi, M. 2020. Komunikasi Politik di Era Virtual: Dinamika Komunikasi dan Media Pasca Pemilu Serentak 2019. Buku Litera, 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun