Dewasa ini Pemilihan Umum (Pemilu) telah menjadi bagian tak terpisahkan bagi negara-negara penganut demokrasi. Pemilu menjadi mekanisme dalam proses pergantian jabatan, khususnya di dua cabang kekuasaan, yakni di lembaga legislatif dan lembaga eksekutif. Seiring perkembangan zaman, Pemilu telah berubah menjadi sistem tersendiri yang selanjutnya melahirkan pelbagai corak, model, dan cara yang disesuaikan dengan sistem pemerintahan negara masing-masing. Di negara penganut sistem pemerintahan presidensial, model Pemilu akan berbeda dengan negara penganut sistem pemerintahan parlementer. Bahkan, negara-negara yang sistem pemerintahannya sama pun, model Pemilu atau untuk memilih siapa Pemilu juga dapat berbeda (DKPP RI, 2015:3-4).
Â
A. Â Â Â Perkembangan Demokrasi di Dunia
Perjalanan demokrasi di negara-negara Barat telah berlangsung hampir tiga abad lamanya. Berawal dari perlawanan terhadap kekuasaan monarki yang sewenangwenang, demokrasi lahir dengan semangat mendobrak relasi kekuasaan yang tradisional-patrimonial dan berupaya mewujudkan kesederajatan dalam hubungan rakyat dan penguasa. Legitimasi kekuasaan tidak lagi bersumber dari atas layaknya pada model teokrasi, tapi berakar dari bawah, dari mandat yang diberikan rakyat. Karena itu, siapa pun yang memegang tampuk kekuasaan harus mendengar dan mewujudkan suara rakyat bila ingin kekuasaannya diakui. Vox populi vox dei, demikian semboyan para pejuang demokrasi. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Bila penguasa mengabaikan suara rakyat, niscaya kekuasaannya tidak akan langgeng karena ia akan kehilangan kepercayaan rakyat, dan hilanglah mandat yang dipegangnya (Mariana, 2009).
Â
B. Â Â Â Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Praktik demokrasi yang diterapkan di Indonesia sejak awal kemerdekaan sebenarnya telah mengadopsi semangat itu. Bahkan lebih dari itu, nilai-nilai kebebasan ala Barat dipadukan dengan nilai-nilai budaya lokal yang menampakan karakteristik khas demokrasi ala Indonesia. Kuatnya pengaruh budaya lokal merefleksikan nuansa kepemimpinan patrimonial dalam praktik demokrasi di Indonesia (Bintaro, 2021). Dengan demikian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat. Atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat (Irawan, 2016: 54).
Perjalanan demokrasi di Indonesia sangat dinamis dan penuh dengan dinamika. Dinamika demokrasi tersebut dipengaruhi oleh aktor-aktor yang terlibat langsung terhadap pilar-pilar demokrasi seperti partai politik dan pemegang kekuasaan negara seperti presiden. Presiden Sukarno sebagai presiden pertama di Indonesia sangat banyak memberikan warna dalam mempengaruhi jalannnya demokrasi di Indonesia. Demokrasi di Indonesia mengalami perubahan-perubahan bentuk. Satu masa disebut masa demokrasi parlementer, atau kadang disebut juga demokrasi liberal. Pada saat yang lain disebut demokrasi terpimpin, atau pada orde baru disebut dengan demokrasi Pancasila. Perbedaan penamaan itu kadang membingungkan, karena antara nama dengan praktiknya tidak sesuai, atau sekalipun namanya berbeda, tetapi dalam penerapannya tetap hampir sama, yakni demokrasi itu hanya milik penguasa dan bukan milik rakyat. Padahal esensi demokrasi harus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, bukan dari rakyat oleh penguasa dan untuk penguasa. Penguasa itu bisa berupa presiden, anggota dewan atau partai politik (Irham, 2016).
Perkembangan demokrasi di Indonesia terdapat dua tahap yakni tahapan sebelum atau pra kemerdekaan dan tahapan sesudah atau pasca kemerdekaan. Perkembangan demokrasi di Indonesia sesudah kemerdekaan mengalami ketidakstabilan dari masa kemerdekaan sampai saat sekarang ini, permasalahan inti yang dihadapi adalah bagaimana demokrasi itu membentuk dirinya dalam berbagai sisi negatif kehidupan berbangsa dan bernegara (Rahman, 2021). Sebagai tatanan kehidupan, pokok tatanan kehidupan demokratis secara empiris terhubung dengan permasalahan pada korelasi antar pemerintah dengan rakyat, atau sebaliknya korelasi antar rakyat dengan pemerintah dalam posisi seimbang dan saling melaksanakan pengawasan satu sama lain. (Purnamawati, 2020: 254-255).
Demokrasi prosedural sukses dipraktikan melalui pemilihan umum sejak tahun 1955 hingga 2004, meski selama 32 tahun pemilihan umum sempat tereduksi sekedar mekanisme formal untuk melegitimasi penguasa (Mariana, 2009). Pemilihan Umum 1999 menjadi awal baru dalam praktik demokrasi prosedural di Indonesia. Era multipartai dimulai lagi, dengan semangat baru untuk mencari figur alternatif selain para aktor yang telah mapan dalam lingkaran rezim Orde Baru. Partai partai politik baru bermunculan "merayakan" kebebasan yang dibawa oleh reformasi. Pemilihan Umum 1999 memang memunculkan pemerintahan baru yang diisi oleh figur-figur reformis, tapi periode 5 (lima) tahun berikutnya ternyata tidak semulus yang diharapkan. Alih-alih memulihkan krisis moneter dan krisis kepercayaan masyarakat, para elit justru sibuk berkonflik, berlomba "mencicipi" bagian dari kekuasaan (Rauf, 2018).
Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem demokrasi harus dijamin bahwa rakyat terlibat penuh dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan. 1 Demokrasi perwakilan sebagai sistem demokrasi modern terdiri dari tiga macam, yaitu demokrasi dengan sistem parlementer, demokrasi dengan pemisahan kekuasaan, dan demokrasi yang dikontrol oleh rakyat secara langsung melalui referendum dan inisiatif (Asshiddiqie, 2016).