"Kelihatannya sudah tidak ada pesanan lukisan lagi," sang istri melongok ke ruangan tempat Prabangkara melukis. Hanya ada satu lukisan yang sedang dikerjakan. Lukisan seorang perempuan setengah baya memakai kebaya putih.
      "Ya, tinggal satu lukisan ini saja," Prabangkara menyahut sambil mendekati sang istri.
      "Tidak ada lagi?" desak sang istri.
      Prabangkara mengangguk tanpa bersuara.
      "Berapa bayaranmu untuk lukisan ini?" istrinya ingin tahu.
      "Cukup untuk makan tiga bulan."
      "Kenapa tidak menarik bayaran dari pemuda-pemuda yang belajar mengukir darimu?"
"Tidak. Aku mengajari mereka dengan sukarela."
"Tetapi kita butuh uang. Mereka bisa mendapatkan uang dengan ketrampilan yang kamu ajarkan. Seharusnya kamu meminta bayaran."
Prabangkara menggelengkan kepalanya. Setelah tiga bulan berlalu,  hanya tersisa dua orang yang  masih belajar mengukir kepadanya. Tiga di antaranya tidak melanjutkan belajar karena merasa tidak berbakat.Â
Dua orang yang masih bertahan melanjutkan belajar adalah mereka yang bersungguh-sungguh dan tidak pernah menyerah jika menemui kesulitan. Kini keduanya sudah lancar menggunakan pahat dan bisa mengukir beberapa motif ukiran klasik yang diajarkan sang guru.