Belum tentu mereka akan tahan bekerja menggunakan pahat. Kalau sekarang mereka belajar, itu hanya karena mereka penasaran ingin mengetahui cara mengukir menggunakan pahat.
      "Ternyata sulit juga ," keluh seorag pemuda yang sedang menggunakan pahat untuk membuat  dedaunan yang menjulur ke kanan dan ke kiri.
      "Jangan mudah putus asa. Kamu pasti bisa," Prabangkara membesarkan hatinya.
      "Berapa lama  kita akan  belajar di sini?" tanya  pemuda lainnya.
      "Sampai kalian bisa," jawab Prabangkara.
      "Apakah satu bulan sudah cukup?" tanya pemuda itu lagi sementara empat pemuda lainnya terus mencoba memainkan pahat di atas permukaan kayu yang dilapisi kertas bergambar motif ukiran.
      "Kalian sendiri yang tahu kapan kalian menguasai ketrampilan ini."
      "Kelihatannya perlu waktu lama," keluhnya.
      Prabangkara tersenyum dengan wajah riang. Dia menepuk bahu pemuda itu sambil berujar , "Percayalah, jika bersungguh-sungguh kamu akan cepat bisa."
Istri Prabangkara mengeluarkan teko besar berisi  wedang jahe untuk mereka. Biasanya mereka belajar sampai menjelang senja. Mereka  akan bergegas pulang ke rumah masing-masing setelah mengucapkan banyak terima kasih kepada Prabangkara  dan istrinya.Â
Prabangkara tersenyum puas melihat kesungguhan mereka sementara istrinya kerap kesal dibuatnya. Hanya ada uang di dalam pikirannya. Jika saja mereka membayar , pasti  banyak uang yang akan didapatnya.