"Baiklah. Aku malah tidak usah repot jika ada anak sakit. Kamu bisa rawat mereka, Bu Dokter."Â
Sang gadis terdiam. Sebenarnya ia ragu dengan keputusan barusan. Tapi mau bagaimana lagi. Ia benar-benar bingung saat ini.Â
Di saat bersamaan ponsel Faris berdering. Tertera tulisan "Mama" Pada layar.Â
"Assalamu'alaikum, Ma."Â
"Waalaikumsalam. Faris, calon istrimu kabur. Bagaimana ini? Kami semua bingung." Terdengar isakan pilu di seberang sana.Â
"Kabur?" Faris pura-pura panik.Â
Ia tatap gadis di depannya. Apa ini sebuah kebetulan? Ia kehilangan calon istri dan menemukan calon pengantin lain disini? atau... ah ia takut menyimpulkan sendiri. Takut kenyataan tak sesuai ekspektasi.Â
"Iya. Dasar cewek nggak tahu diuntung."Â
"Astaghfirullah. Ya, nanti Faris pulang. Mama tenangin dulu. Akan kutemukan dia dan membawanya pada Mama," ujar Faris dengan suara pelan tapi penuh penekanan.Â
Reflek sorot matanya beralih pada gadis di depannya. Membuat si gadis salah tingkah.Â
"Pulang sekarang, Ris. Kita selesaikan ini. Mama heran sama Najiyya itu. Tega-teganya dia melakukan ini pada kita. Kalau memang tidak cinta dan menolak menikah sama kamu, kan bisa dibicarakan baik-baik." Mama Faris meracau. Ada kobaran api pada nada suaranya. Ia merasa mendapat balasan tuba untuk air susu yang sudah ia korbankan.Â