Mohon tunggu...
Elin Khanin
Elin Khanin Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Cerita

Membaca Buku, Menulis Cerita Romantis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bodyguard Ganteng

1 Agustus 2022   09:26 Diperbarui: 1 Agustus 2022   15:15 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kang Zaki selalu menolak menjawab surat dariku karena alasan takut jika saja ketahuan keamanan dan mendapat hukuman dari Pesantren. Ah, dia memang santri yang sami'na wa atho'na.


Tapi aku tak menyerah, aku terus saja mengirimi Kang Zaki surat lewat Musyarofah. Kuutarakan perasaanku melalui syair-syair indah Jalaluddin Rumi. Juga imbuhan pertanyaan apakah ia memang sudah ada yang punya. Aku sungguh penasaran akan hal ini. Kalau memang dia sudah ada yang punya aku akan mundur. Kalau belum, aku akan memberanikan diri mengutarakan ini kepada Abah.


Akhirnya senja itu, ketika murottal berdengung syahdu lewat speaker musola, Musyarofah tergopoh-gopoh menghampiriku. Memberikan sepucuk surat balasan dari Kang Zaki. Sampai di kamar, aku membukanya dengan tangan gemetar.


(Saya harap ini adalah yang terakhir sampean mengirimi saya surat. Saya akan menjawab pertanyaan sampean. Sebenarnya saya belum punya calon. Jika memang sampean menaruh hati kepada saya, mari kita ta'aruf dengan cara yang Allah ridloi. Kita sama-sama santri, tidak pantas jika berbalas surat dan melanggar peraturan pesantren seperti ini. Rumah sampean di mana? Nanti saya silaturahmi setelah acara wisuda.)


Nyes. Hatiku serasa dihujani salju. Jutaan kupu-kupu hinggap di jantungku. Bunga-bunga bermekaran di jiwaku. Jika punya sayap, mungkin aku sudah terbang ke langit ke tujuh. Malam ini akan kuberanikan diri nembung sama Ummah dan Abah.


Bakda isya' selepas ngimami santri putri, aku bergegas menemui Abah. Kukumpulkan kekuatan dan keberanian. Jantungku berdebar-debar.


Namun betapa kagetnya aku ketika mendapati seorang lelaki sedang duduk bersimpuh di hadapan Abah di ruang tengah. Lelaki itu tak lain adalah Kang Zaki. Wajahnya tertunduk. Aku berdiri terpaku di belakang buffet, menguping pembicaraan mereka.


"Apa benar kamu surat-suratan sama Musyarofah? Ini ada salah seorang santri yang lapor."


Jantungku bagai genderang perang. Semacam ada dentuman dahsyat di dalam sana. Keringat dingin bercucuran. Ya Allah, bagaimana ini? Siapa yang sudah melihat Opah memberikan suratku pada Kang Zaki?


"Eeem ... Mboten, Bah. Itu ada ...."


Kalimat Kang Zaki menggantung dan langsung dipotong oleh Abah. Mungkin dia juga sedang menahan grogi dan ketakutan sepertiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun