Sebuah deretan semak rendah yang tertata rapi dan terhalang pepohonan besar di depan memberinya sebuah celah kecil.  Dan ia bergerak cepat.Â
Menyusul dengan hanya beberapa lompatan langkah lebar, mengurai seutas tali yang sejak tadi terlilit pada pergelangan tangannya, kemudian secepat kilat menyergap perempuan muda itu dari belakang, melingkarkan tali di lehernya untuk mencegah  teriakan keluar dari tenggorokannya, dan membantingnya ke samping untuk menahan tubuhnya yang meronta-ronta kehabisan napas.
 Setelah perempuan itu tak bergerak lagi, ia membaringkannya di balik semak dan mengeluarkan secarik kertas dari saku celananya. Lalu menyisipkannya pada saku kemeja perempuan itu. Kertas bertuliskan angka 7 dengan tinta merah.
Sang pembunuh telah menuntaskan misinya.Â
Aku terpaku.Â
dan kelanjutan kata-kata ibu yang selama ini terlupakan, kembali mengalir ke dalam memoriku.
 "Tapi kenapa, Buu? Kenapa harus seperti ini?"
"Cahaya bulan merah berbahaya bagimu, Anakku. Mengertilah."
"Tidak, Bu. Aku tidak mengerti! Aku tidak mengertiiii!"
"Dengar, Nak! Dengarkan Ibu. Kau memiliki kekuatan besar. Sangat besar. Kekuatan yang harus kau pelajari lebih dulu saat kau dewasa nanti supaya kau dapat mengendalikannya. Ibu akan membantu dan mendampingmu, Nak. Tetapi yang penting untuk saat ini, kau harus menghindari sinar bulan merah itu. Jangan...."
"Tidak! Aku tidak mau! Tidaaakk! Tidaakkkkk!!"