Kuliah hari ini sangat padat. Semua dosen membekali kami dengan berbagai bahan acuan untuk menghadapi midtest. Aku berjalan keluar kelas sambil mendengarkan keluhan Rini yang harus membeli buku-buku baru lagi karena beberapa bukunya hilang.
“Hai Sar,” seseorang menepuk bahuku dari samping. Aku menoleh.
“Hai Ndri,” balasku sambil berdebar melihat senyum manis Andri yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelahku.
“Makan baso yuk di kantin. Laper banget niih,” ujar Andri sambil mengusap-usap perutnya dengan ekspresi lucu. Aku tertawa. Wah … tumben Andri mengajakku makan. Kulirik Rini yang mengedipkan matanya sambil tersenyum seolah memberi isyarat persetujuan, dan langsung berjalan meninggalkan kami. Aku mengangguk setuju ke arah Andri dan mengikuti langkahnya menuju ke kantin kampus.
Saat kami tiba, kantin sudah ramai dan penuh sesak. Kulihat Windu, Yanto dan beberapa teman sekelas lain juga ada disitu. Kami melambai sekilas ke arah mereka dan langsung mengambil tempat di pojok, yang baru saja ditinggalkan oleh dua orang mahasiswa yang sudah selesai makan. Andri tampak senang mendapat tempat duduk tepat di bawah kipas angin. Kamipun langsung memesan dua porsi mie baso dan dua gelas es teh manis.
”Eh Ndri, kamu hanya tinggal berdua saja dengan ibu kamu ya ?” kucoba membuka pembicaraan sewaktu mie basoku sudah hampir habis. Andri mengangguk sambil meneguk es teh manisnya.
“Sama kalau begitu,” sambungku, “Bapakku juga sudah meninggal.”
Andri menoleh kearahku sesaat. Lalu menunduk lagi menatap gelas tehnya.
“Mmm…. sebenarnya sih nggak sama....” ujarnya pelan.
“M… maksudnya ?” aku tergagap. Wah gawat, sepertinya aku salah bicara.
Kabar yang kudengar dari teman-teman sekelas, ayah Andri sudah meninggal. Tapi jangan-jangan mereka salah ? Jangan-jangan sebenarnya ayah dan ibunya hanya berpisah karena bercerai saja ? Aku harus cepat-cepat meralatnya.