Mohon tunggu...
Yudhistira Widad Mahasena
Yudhistira Widad Mahasena Mohon Tunggu... Desainer - Designer, future filmmaker, K-poper, Eurofan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

He/him FDKV Widyatama '18

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brilliant Diamond and Shining Pearl (Bagian 2)

31 Maret 2022   18:05 Diperbarui: 31 Maret 2022   19:58 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ayo, Jihan, aku antar kamu pulang," kata Minyoung. Minyoung mencintai warna biru, jadi barang-barang yang mereka miliki kebanyakan berwarna biru. Motornya biru, bahkan barang-barang di kamarnya kebanyakan biru.
"Sampai jumpa, Jihan! Kita akan bertemu lagi! Sampaikan salamku kepada Steven!" kata Eunji. Eunji ternyata teman masa kecil ayah Jihan.
"Jangan khawatir, aku akan!" kata Jihan.

Ketika masuk kompleks perumahan...

"Kamu sekelas dengan anakku, Ji?" tanya Minyoung.
"Nggak," kata Jihan.
"Sumin anak yang baik. Dia mau bekerja keras, ayahnya dulu seorang perancang busana, namun karena perusahaan tempat dia bekerja bangkrut, dia beralih menjadi ilmuwan," kata Minyoung tentang Sumin.
"Sumin berapa bersaudara, unnie?" tanya Jihan.
"Dia anak tunggal..." jawab Minyoung.

Sampailah Jihan di rumahnya. Dia sampai tepat waktu karena tidak ingin ayahnya marah. Seperti biasa, dia disambut dengan dingin lagi oleh sang ayah.

"Dari mana kamu jam segini? Anak nggak tahu diri. Kurang ajar!" kata ayah Jihan sambil menampar pipi putri bungsunya.

Ternyata ayah Jihan mendapatkan laporan dari guru bimbelnya bahwa dia mengerjakan soal bimbel dengan buru-buru. Padahal dia memang disuruh ayahnya pulang cepat.

"Jihan, kamu tahu kesalahan kamu apa?" tanya ayah Jihan.
"Jihan minta maaf, Yah. Jihan kurang konsentrasi saat bimbel dan ingin buru-buru pulang karena takut Ayah marah," Jihan meminta maaf.
"Masih untung kamu dapat 100. Kalo tidak, Ayah akan usir kamu dari rumah ini," kata Jihan.
"Ayah, Jihan tadi ketemu Minyoung unnie. Dia tahu soal keberadaan Mama, dan Jihan mau ketemu Mama secepatnya," kata Jihan.
"Yang di pikiran kamu itu Mama terus. NGGAK PERNAH KAMU ANGGAP AYAH SEBAGAI TEMAN?!" amuk ayah Jihan.
"You're just my father, Yah," kata Jihan sambil melengos masuk kamar.
"Ayah ini bertambah tua. Harusnya kamu di rumah, belajar dengan keras untuk masuk sekolah keperawatan sambil menjaga Ayah di rumah dan menganggap Ayah teman. Kamu nggak ingat Mama ngasih kamu amanat apa sebelum Mama pergi ke Italia pas kamu umur 5 tahun? Kalo penyakit jantung kamu kambuh lagi gimana?" ayah Jihan masih marah.
"Jihan waktu itu masih kecil. Anak kecil itu dijaga, bukan menjaga! Udah, Jihan mau tidur!" Jihan kali ini benar-benar kesal. Dibantingnya pintu kamar sekuat-kuatnya. BRAKKK!!!

Jihan menangis di kamarnya. Bantalnya basah berurai air mata. Ayah Jihan sebenarnya marah pada kelakuan putri bungsunya yang posesif dan pilih kasih terhadap ibunya. Belum lagi ayahnya menderita stres karena tuntutan pekerjaannya sebagai satpam, sehingga menuntut anak-anaknya sempurna. Jihan memeluk boneka Teddiursa-nya yang lembut bak beludru.

"Ma... Jihan kangen... Jihan janji nggak akan nyusahin Mama dan Ayah... Jihan akan ngeyakinin Mama untuk tinggal sama keluarga di Galar..." tangis Jihan dalam hati.

Keesokan harinya, Jihan akan diantar ke Bandara Wyndon. Dia sudah menyiapkan keperluannya sendiri untuk bertahan hidup di negara berbentuk sepatu bot bernama Italia. Sabun, sampo, kondisioner, sisir, bahkan gimbot untuk menghabiskan waktu di pesawat. Gimbot itu pemberian ayahnya yang selalu dia bawa ke mana pun, kecuali ke sekolah. Jihan sudah mantap mengantungi izin dari Hadi dan Mirna, walaupun ayahnya tetap tidak mengizinkan.

"Mau kau apakan anakku?!" tanya ayah Jihan kepada Hadi dan Mirna.
"Eh, Steven hyung. Begini, kami ini mau nganterin Jihan ke Italia," kata Hadi.
"Jangan bilang Jihan ingin ketemu ibunya. Minkyeung sudah merusak nama keluarga kami dan dia adalah pendosa besar," tegas ayah Jihan.
"Eh, nggak, kok, Steven oppa. Jihan ingin mendukung pacarnya yang akan ikut lomba band internasional, dan dia diminta menonton," kata Mirna.
"Siapa pun dia, apa pun namanya, anak band biasanya nyusahin. Tapi saya mengizinkan Jihan jika hanya sekedar menonton konser. Jangan permalukan anakku," kata ayah Jihan.
"Baik, oppa. Kami akan usahakan untuk tidak mempermalukan Jihan selama dia di Italia," kata Mirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun