Nelayan tua itu selalu terharu setiap kali menerima oleh-oleh dari saya. Matanya berkaca-kaca kemudian berkata "Thank you, Yoyo. You're like a daughter to me."
"Daughter or granddaughter?" tanya saya becanda.
"You're right." katanya sambil menghampiri dengan tangan terbuka. "Now, come to Grandpa and give me a hug my granddaughter..."
Lalu kami berpelukan lama sekali. Entah kenapa saya selalu menikmati dipeluk olehnya. Rasanya damai sekali berada di pelukan kakek kurus ini.
"I love you, Yoyo. You are the only family I have," bisiknya hampir tak terdengar.
Saya bergetar mendengar ucapannya. Siapa pun di dunia ini pasti senang dicintai. Cinta itu tidak ada hubungannya dengan usia, agama, ras, jenis kelamin, status sosial dan apapun. Cinta itu berkah dari Tuhan! Merasa ada seseorang di dunia ini yang mencintai kita, itu adalah perasaan yang amat luar biasa, kecuali kalau hati kita memang sudah tertutup.
Tanpa menjawab ucapannya saya balas memeluknya sepenuh erat. Jauh di lubuk hati, saya merasa ucapannya terlalu berlebihan. Saya tau dia mengatakan demikian hanya karena terpicu oleh kerinduan yang teramat sangat pada keluarganya. Saya tidak pernah tau apakah ada keluarganya yang masih hidup. Setiap kali saya menanyakan hal itu, dia selalu menolak untuk menjawab.
Saya tidak menemukan Raoul di rumahnya. Pintu rumah sama sekali tidak terkunci namun orang tua itu tidak berada di dalamnya. Ah, mungkin dia sedang memancing, pikir saya. Dengan segera saya berlari ke arah pantai tapi sampai di sana, Raoul juga tidak ada. Saya bingung bukan main.
Entah karena alasan apa, saya menghampiri batu tempat biasa kami duduk memancing kemudian berdiri di situ beberapa saat. Di celah-celah batu, saya menemukan kertas bekas pembungkus rokok. Huruf-huruf cetakannya sudah luntur tak terbaca namun saya merasa yakin bahwa itu bekas kotak rokok Si Nelayan Tua.
Saya larut dalam pikiran tentang Raoul sampai tidak menyadari ada seorang polisi telah berdiri di hadapan saya.
"Are you Yoyo?" tanya Si Polisi.