“Apakah itubenar Udin...omongan kamu benar atau tidak? jangan bercanda kamu , hah...?”
Mang Udin pun mengiyakan pernyataan tersebut
“Iya, kang. Betul...sekarang Nyi Asih dan Panji sedang di bawa ke lapangan Kampung...Saya kesini untuk memberitahu Someh dan akang, supaya menenangkan warga kampung yang marah terhadap mereka...”
Jaka Someh berusaha untuk menenangkan dirinya dan pak Rohadi
“Sabar pak, sebaiknya kita berangkat sekarang, untuk memastikan kebenaran beritanya itu, ayo pak, ikut Mang Udin ke Lapangan Kampung...”
Tanpa pikir panjanglagi, mereka pun berangkat menuju lapangan kampung untuk menemui Asih.
Sesampainya di Lapangan Kampung, Asih nampak tertunduk malu sambil menangis terisak-isak. Dia menyesali perbuatannya yang memalukan diri dan keluarganya. Di sampingnya, Panji tampak sedang menekukan wajahnya. Tidak tahu apa yang dirasakannya, apakah malu, marah atau benci karena perbuatannya yang dihakimi masa.
Ketika Jaka Someh dan Pak Rohadi datang ke hadapan Asih, tak kuasa Asih langsung menangis keras sambil bersujud dan memegangi kaki Jaka Someh,
“Ampun...kang Someh...saya minta maaf...Silahkan akang hukum saya..., saya minta maaf...akang...”
Panji yang melihat Jaka Someh sudah berdiri di hadapannya, tiba-tiba merasa gentar. Meskipun dia tidak tahu bahwa Jaka Someh adalah seorangpendekar, namun hatinya ciut melihat muka Jaka Someh yang nampak memerah. Dia Khawatir dengan kemarahan Jaka Someh dan warga lainnya, Panji pun berkata dengan sedikit bergetar
“Someh...saya minta...maaf...tolong kamu maafkan Asih..., kalau kamu mau marah...silahkan kamu lampiaskan kemarahanmu kepada saya saja...”