“ Iihh…Asih…kamu kenapa sih…kenapa tidak bisa melupakan Kang Panji, kamu sekarang sudah menjadi istri Kang Someh….Kang Someh orang baik…kamu tidak boleh mengikuti hawa nafsu…astagfirulloh…kenapa saya ini…koq masih belum bisa melupakan Kang Panji…”.
Asih menghela nafasnya, kemudian sambil memejamkan mata dia berusaha menata kembali hatinya agar tidak lagi ingat kepada Panji. Setelah itu dia pun menyibukan diri dengan berbagai aktivitas,mulai dari membersihkan rumah, mencuci, memasak dan pergi menyusul Jaka Someh ke Ladang.
Satu bulan kemudian, Panji datang lagi ke rumahAsih. Dia datang di saat Jaka Someh dan Pak Rohadi sudah pergi ke ladangnya. Panji mengetahui kalaudidalam rumahhanyaada Asihsendirian, Panji mengetuk pintu sambil memanggil Asih
“Siih…Asihh…ini Kang Panji…tolong buka pintunya….”
Asih yang waktu itu sedang berada di kamar, sedikit terkejut mendengar suara Panji memanggil namanya. Ada perasaan kawatir dan senang dalam hatinya. Khawatir kedatangan Panji dilihat orang lain, namun juga dia senang ternyata Panji masih berusaha mengejarnya.
Asih sadar bahwa perasaannya begitu lemah, lemahkarena dia masih menyimpan perasaan cinta kepada Panji. Dia juga sadar bahwa hal itu adalah salah. Sekarang dia sudah bersuami, dan tidak mau lagi menghianati suaminya yang telah baik kepadanya. Hatinya pun mulai berperang, apakah dia menemui Panji ataukah mengusirnya. Asih terdiam cukup lama, bingung menentukan sikapnya. Karena masih belum ada jawaban dari Asih, Panji pun kembali menggedor pintu rumah, sambil berkata dengan suara yang lebih keras
“Asiih…Akang tahu kamu ada di rumah… tolong buka pintunya…ada yang ingin akang sampaikan ke kamu…”
Entah sadar atau tidak, asih berjalan ke arah pintu. Di balik pintu dia berkata pelan
“Ada apa lagi sih Kang Panji…Asih sekarang lagi sibuk…mendingan akang pergi deh…takut ada orang yang melihat, nanti jadi fitnah…”
Panji pun berkata lembut
“Iya, makanya kamu bukain dulupintunya…ada yang ingin akang sampaikan kepada kamu…”