Mohon tunggu...
Yadi STP MM
Yadi STP MM Mohon Tunggu... Penulis - Science Content Writer PT Algarosan Nusantara

Berasal dari Rangkasbitung sekarang tinggal di Surabaya. Bekerja sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Cerita Ksatria Ilalang Bab 18 Hati Yang Bimbang, Memilih Setia Atau Berselingkuh?

2 Juni 2022   11:25 Diperbarui: 28 Juni 2023   10:15 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Suatu hari Jaka someh pergi ke ladangnya bersama Pak Rohadi dan Jalu, sedangkan Asih menunggu di rumah. Beberapa saat setelah mereka berangkat, Panji datang ke rumahNyi Asih sambil mengetuk pintu.

“Asih…Siih…Asiih…”

Asih yang tahu bahwa yang datang adalah Panji, tak langsung membukakan pintu. Dia hanya berkata di balik pintu

“Kang Panji…ada apa kang…?”  

Panji berkata kepada Asih

“Asih…kamu koq tidak membukakan pintu buat akang…memangnya kamu tidak rindu dengan akang, sudah dua minggu kita tidak bertemu…”

Asih berkata tegas kepada Panji

“Kang Panji…saya minta maaf…akang lebih baik pergi…jujur saya merasa berdosa kepada Kang someh yang telah baik kepada saya dan keluarga, mohon akang tidak lagi mengganggu rumahtangga saya dengan Kang Someh…saya sekarang sudah bertobat….”.

Panji yang mendengar Asih mengatakan sudah bertobat langsung tertawa

“Ha…ha…kamu bertobat, asih…? Ah lucu kamu …memangnya sekarang kamu sudah jatuhcinta dengan si Someh yang udik itu…?”

Di tertawakan oleh Panji, Asih sedikit emosi.

“Kang Panji, sudah…saya sudah tidak mau lagi bertemu dengan akang…pokoknya titik…akang silahkan pergi dari rumahsaya “.

Panji merasa gondok di usir oleh Asih

“Beneran kamu mengusir saya?awas  nanti kamu akanmenyesal…memangnya kamu sudah tidak cinta lagi dengan saya…?”

Nyi asih terdiam mendengar ancaman dari Panji. Hatinya mulai bimbang, karena walau bagaimanapun dia masih belum bisa melupakan Panji.  Asih berkata kepada Panji

“Iya kang Panji, saya tidak menyesal, lebih baik akang sekarang pergi “

Panji berkata ketus

“Oke kalau begitu, sekarang hubungan kita putus…awas kamu jangan menyesal ya…”

Nyi Asih terdiam, hatinya merasa bimbang. Bujuk rayu setan pun mulai mempengaruhinya. Dengan hati yang galau dia memandang kepergian Panji yang marah kepadanya.

Sudah dua minggu semenjak Panji datang ke rumah,Asih terlihat sedikit galau.

Entah setan apa yang mempengaruhinya, dia merasa rindu dengan sosok Panji, mantan kekasihnya. Ada keinginan untuk bertemu kembali dengan mantan kekasihnya itu, meskipun untuk yang terakhir kalinya. Hatinya mulai dipenuhi kebimbangan, antara setia kepada suaminya atau kah memenuhi syahwatnya untuk bertemu dengan selingkuhannya. Berkali-kali dia berusaha menasehati dirinya sendiri

“ Iihh…Asih…kamu kenapa sih…kenapa tidak bisa melupakan Kang Panji, kamu  sekarang sudah menjadi istri Kang Someh….Kang Someh  orang baik…kamu tidak boleh mengikuti hawa nafsu…astagfirulloh…kenapa saya ini…koq masih belum bisa melupakan Kang Panji…”.  

Asih menghela nafasnya, kemudian sambil memejamkan mata dia berusaha menata kembali hatinya agar tidak lagi ingat kepada Panji. Setelah itu dia pun menyibukan diri dengan berbagai aktivitas,mulai dari membersihkan rumah, mencuci, memasak dan pergi menyusul Jaka Someh ke Ladang.

Satu bulan kemudian, Panji datang lagi ke rumahAsih. Dia datang di saat Jaka Someh dan Pak Rohadi sudah pergi ke ladangnya. Panji mengetahui kalaudidalam rumahhanyaada Asihsendirian, Panji mengetuk pintu sambil memanggil Asih

“Siih…Asihh…ini Kang Panji…tolong buka pintunya….”

Asih yang waktu itu sedang berada di kamar, sedikit terkejut mendengar suara Panji memanggil namanya. Ada perasaan kawatir dan senang dalam hatinya. Khawatir kedatangan Panji dilihat orang lain, namun juga dia senang ternyata Panji masih berusaha mengejarnya.

Asih sadar bahwa perasaannya begitu lemah, lemahkarena dia masih menyimpan perasaan cinta kepada Panji. Dia juga sadar bahwa hal itu adalah salah. Sekarang dia sudah bersuami, dan tidak mau lagi menghianati suaminya yang telah baik kepadanya. Hatinya pun mulai berperang, apakah dia menemui Panji ataukah mengusirnya. Asih terdiam cukup lama, bingung menentukan sikapnya. Karena masih belum ada jawaban dari Asih, Panji pun kembali menggedor pintu rumah, sambil berkata dengan suara yang lebih keras

“Asiih…Akang tahu kamu ada di rumah… tolong buka pintunya…ada yang ingin akang sampaikan ke kamu…”

Entah sadar atau tidak, asih berjalan ke arah pintu. Di balik pintu dia berkata pelan

“Ada apa lagi sih Kang Panji…Asih sekarang lagi sibuk…mendingan akang pergi deh…takut ada orang yang melihat, nanti jadi fitnah…”

 Panji pun berkata lembut

“Iya, makanya kamu bukain dulupintunya…ada yang ingin akang sampaikan kepada kamu…”

Meskipun ragu, Asih pun membukakan pintunya. Panji langsung masuk ke dalam rumah. Asih terkejut melihat Panji yang langsung masuk ke dalam rumahnya.

“Kang Panji…keluar…jangan masuk…tidakada orang di sini…ayo keluardari rumah saya…kang…”

Panji memberi isyarat dengan jari telunjuknya, agar Asih diam tak bicara lagi

“Ssst…Asih...Diam dulu…akang cuma sebentar saja…”

Asih pun terdiam sesaat, kemudian dia bertanya kepada Panji

“Ada apa sih Kang Panji, apa yang mau akang sampaikan…?”

Panji memandangi wajah Nyi Asih, kemudian dengan cepat dia mencium wajah Asih yang memerah. Dia pun berkata

“Akang cuma mau bilang, kalau akang masih cinta sama kamu…”

Asih berusaha menolak ciuman Panji dengan tangannya. Namun tolakannya begitu lemahsehingga Panji pun langsung memegangi tangannya. Di ciumnya tangan Asih, sambil berkata

 “Aduh akang rindu sekali…dengan kelembutan tangan kamu asih…”

Meskipun ada perasaan senang namun Asih masih tetap berusaha menolak Panji.

“Sudah kang ah…takut nanti di lihat orang…”

Entah sadar atau tidak bibir Asih tersenyum melihat perlakuan Panji terhadapnya. Panji yang melihat rona wajah Asih yang memerah berkata

“Ah…kamu pura-pura…padahal kamumerasasenang kan…?”

Asih cemberut mendengar ucapan Panji

 “Kata siapa Asihmerasasenang…? “.

Panji tertawa ringan sambil berkata

“Ah…buktinya kamu tersenyum ketika akang cium…hayo…”

Asih mencibirkan bibirnya

“Enggak…kata siapa Asih tersenyum…”

Panji menjawab ucapan Asih sambil berusaha memeluknya

“Ya kata akang lah…”

Dag dig dug, jantung Nyi Asih berdebar keras menadapat pelukan Panji. Sesaat dia terdiam, seakan-akan dia menikmati pelukan mantan kekasihnya itu. Namun tiba-tiba saja mereka terkejut ketika mendengar suara barang yang terjatuhdari arah dapur rumah. Mereka langsung panik dan segera melepaskan tangannya, kawatir ada orang yang memergoki mereka. Namun ternyata kekacauan tersebut di sebabkan oleh seekor kucing yang mencoba mencuri ikan yang ada di dapur.  Asih berkata kepada Panji

“Sudah kang Panji…ayo keluar, saya kawatir ada orang yang melihat kita berduaan seperti ini di dalam rumah…”

Panji menghela nafasnya, dia pun berkata

“Iya...iya... Asih…baiklah...Akang sekarang pergi…tapi kamu harus janji. Besok lusa, jam 3 sore kamu harus datang ke tempat biasa kita dulu bertemu. Awas kalaukamutidak datang…karena akang mau pergi jauh…akang mau cari uang dulu…pokoknya kamu harus datang…kalau tidak…akang tidak akan memaafkan kamu…mungkin ini adalah yang terakhir kali kita bertemu…setelah itu akang janji tidak akan mengganggu rumahtangga kamu lagi…”

Nyi Asih terdiam mendengarkan perkataan Panji. Melihat Asih terdiam,Panji kembali menegaskan ucapannya

 “Kamu harus datang ya asih…akang akan menunggu kamu …di sana“.

Asih menghela nafas lagi

“Ya bagaimana nanti ya kang…Asih tidak bisa janji…”

Panji pun memberi isyarat dengan tangannya agar Asih mau memenuhi keinginannya untuk bertemu di tempat yang biasa mereka bercengkrama berdua

“Akang tunggu...! Nyai…pokoknya kamu harus datang….”

Panji pun segera pergi meninggalkan Asih yang masih berdiri diam. Hatinya mulai goyah oleh tipu daya setan yang mulai mempengaruhinya.                                                                                                                                                        

Keesokan harinya....

Malam itu sudah jam 9 lebih, Asih terlambat lagi pulangnya. Pak Rohadi yang mengetahui putrinya masih belum pulang padahal hari sudah larut malam langsung meminta Jaka Someh untuk segera mencarinya.

Pak Rohadi bertanya kepada jaka Someh

“Asihpergi kemana lagi ...?”

Jaka Someh menjawab

“Saya tidak tahu Pak..., tadi Asih tidak bilang apa-apa ke saya, mungkin sedang ada keperluan...”

 “Biar saya cari saja, Pak......”

Pak Rohadi mengiyakan

“Iya ... kamu cari Asih ya, Suruh cepat pulang... tidak baik, perempuan keluar rumahsendirian apalagi sampai malam begini...”

Jaka Someh segera menyiapkan dirinya untuk pergi keluar untuk mencari Asih.

Baru saja dia mau membuka pintu, tiba-tiba dari arah luar, Mang Udin berteriak-teriak memanggil Jaka Someh. Dia nampak panik sambil memanggil nama Jaka Someh

“Meh...Someh...Someh...gawat...gawat euy...”

Jaka Someh bertanya kepadaMang Udin

“Ada apa mang? Gawat kenapa...coba  tenang dulu...baru bercerita...”

Mang Udin berkata dengan agak sedikit ragu kepada Jaka Someh“Anu...Meh...eeh...Anu...istrimu Asih...”

Mang Udin nampak enggan untuk meneruskan ucapannya, membuat Jaka Someh menjadi semakinpenasaran

“Ada apa dengan Asih, mang Udin...? Emang kenapa Asih ...? Silahkan ceritakan kepadasaya...”

Mang udin nampak semakin ragu, dia diam sejenak, nampak berpikir keras,kemudiandia punmelanjutkan perkataannya

“Anu...Someh...Asih digerebek warga...Anu... dia ditangkap warga karena kepergok sedang berbuat mesum dengan si Panji di pinggir sungai Cikaniki...”

Jaka Someh langsung berubah wajahnya menjadi merah padam, dalam hatinya berkecamuk berbagai perasaan,antara cemburu, marah, malu dan rasa kecewa, dia hanya mampu berkata kepada mang Udin dengan ucapan yang masih mengandung keraguan

“Hah...Apakah itu Benar, mang?”

Pak Rohadi yang mendengar ucapan mang Udin dari balik kamarnya pun nampak gusar dan Susah, dia berkata kepada mang Udin

“Apakah itubenar  Udin...omongan kamu  benar atau tidak? jangan bercanda kamu , hah...?”

Mang Udin pun mengiyakan pernyataan tersebut

“Iya, kang. Betul...sekarang Nyi Asih dan Panji sedang di bawa ke lapangan Kampung...Saya kesini untuk memberitahu Someh dan akang, supaya menenangkan warga kampung yang marah terhadap mereka...”

Jaka Someh berusaha untuk menenangkan dirinya dan pak Rohadi

“Sabar pak, sebaiknya kita berangkat sekarang, untuk memastikan kebenaran beritanya itu, ayo  pak, ikut Mang Udin ke Lapangan Kampung...”

Tanpa pikir panjanglagi, mereka pun berangkat menuju lapangan kampung untuk menemui Asih.

Sesampainya di Lapangan Kampung, Asih nampak tertunduk malu sambil menangis terisak-isak. Dia menyesali perbuatannya yang memalukan diri dan keluarganya. Di sampingnya, Panji tampak sedang menekukan wajahnya. Tidak tahu apa yang dirasakannya, apakah malu, marah atau benci karena perbuatannya yang dihakimi masa.

Ketika Jaka Someh dan Pak Rohadi datang ke hadapan Asih, tak kuasa Asih langsung menangis keras sambil bersujud dan memegangi kaki Jaka Someh,

“Ampun...kang Someh...saya minta maaf...Silahkan akang hukum saya..., saya minta maaf...akang...”

Panji yang melihat Jaka Someh sudah berdiri di hadapannya, tiba-tiba merasa gentar. Meskipun dia tidak tahu bahwa Jaka Someh adalah seorangpendekar, namun hatinya ciut melihat muka Jaka Someh yang nampak memerah. Dia Khawatir dengan kemarahan Jaka Someh dan warga lainnya, Panji pun berkata dengan sedikit bergetar

“Someh...saya minta...maaf...tolong kamu maafkan Asih..., kalau kamu mau marah...silahkan kamu lampiaskan kemarahanmu kepada saya saja...”

Pak Rohadi tak kuasa menahan amarahnya melihat Panji yang sudah dua kali merusak kehormatan keluarganya, tanpa pikir panjangdia pun langsung menendang perut Panji sambil berteriak

“Bangsat...kamu Panji...dasar lelaki tidak bertanggung jawab...lebih baik saya bunuh kamu...”

Panji pasrah meskipun dia merasakan sakit yang luar biasa akibat tendangan pak Rohadi. Melihat mertuanya yang nampak kalap, Jaka Someh merasa kawatir, dia pun berusaha menenangkan pak Rohadi

“Sudah bapak...sabar...tidak ada manfaatnya lagi kita marah...semuanya sudah terjadi...lebih baik kita memaafkan mereka...”

Melihat pak Rohadi yang kalap, Asih merasa takut yang luar biasa, namun dia terus menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba Jaka Someh berkata kepada panji

”Panji, apakah kamu benar-benar tulus menyayangi Asih?”

Panji tertegun mendengar pertanyaan dari Jaka Someh. Jaka Someh yang melihat Panji nampak ragu untuk menjawab karena takut pada kemarahannya, mengulangi lagi pertanyaannya tersebut

“Panji, apakah kamu benar-benar tulus menyayangi Asih dan mau bertanggung jawab...?”

Meskipun dengan terbata-bata dan suara yang bergetar akhirnya Panji menjawab pertanyaan yang dilontarkan olehJaka Someh

“Iiiyyaa, iya, Someh,sayamenyayangiAsiih...,Iyasaya maubertanggungjawab...”

Jaka someh kemudian berkata kepada Asih sambil melirik kepada pak Rohadi

“Nyai...sudah...!tidak usah menangis lagi,akang sudah memaafkan...kamutidak usah menangis lagi...mungkin ini sudah menjadi kehendak yangMahaKuasa...mungkin Nyai memang bukan jodoh akang...akang ridho kamumenikah dengan kang Panji...saat ini juga akang akan menceraikankamu...agarkamudapat segera menikah dengan Kang Panji...Pesan akang kepadakamu...semogakamutidak berputus asa dari rahmat Allah...bertaubatlah nyai...seberapa besar pun dosa kita...selama kita meminta ampun kepadaNya...Allah pasti akan mengampuni...mulai sekarang kamu harus bisa memperbaiki diri....mendekat kepadaNya...jangan berbuat maksiyat lagi...hidup di dunia ini sangatlahsingkat, nyai...ingatlah bahwa suatu kepastian yang tidak ada seorang punbisamembantahnya... kita semua PASTI akan meninggalkan dunia ini...kita akan menghadapi kematian, sebagai seorang beriman, kita meyakini bahwa apa yang kita lakukan selama di dunia iniPASTI akan dimintai pertanggungjawabanoleh Tuhan Yang Menciptakan kita”.

Mendengar kata-kata dari Jaka Someh, Asih bertambah keras menangisnya. Dia merasa menyesal, sekaligus merasamalukepadaJaka Someh. Padahal Jaka Someh sudah begitu baik kepadanya, namun diatelahtega mengkhianati dan menyakiti hatinya.

Pak Rohadi juga merasatak kuasa untuk meneteskan air mata. Dia pasrah dan berusaha untuk menerima keputusan Jaka Someh terhadap putrinya. Meskipun berat untuk melepaskan Jaka Someh sebagai menantunya, namun dia sadar betul bahwa sudah tidak mungkin lagi meneruskan pernikahan antara putrinya dengan Jaka Someh. Warga yang menyaksikan kejadian itu pun ikut terharu dan merasa iba terhadap Jaka Someh yang sudah diselingkuhi istrinya beberapa kali. Jaka Someh berkata pada para warga

“Bapak-bapak, ibu-ibu, akang-akang, saya minta maaf atas kejadian ini...atas nama keluarga,saya mohon untuk memaafkan kami..., saat ini juga saya menyampaikan bahwa saya dan Asih... mulai saat ini... resmi telah bercerai...”

Para warga yang bersimpati dengan Jaka Someh menyalami jaka Someh sebagai bentuk bela sungkawa. Beberapa warga berusaha menghibur Jaka Someh

“Sabar...yaJaka Someh...”

Sebagian besar warga pun akhirnya membubarkan diri, hanya tersisa beberapa warga saja, termasuk Ustaz Fikri. Ustaz Fikri pun menasehati Jaka someh

“Someh…sabar…mungkin ini adalah yang terbaik buat kamu…kamu tidak boleh berburuk sangka terhadap Allah, meskipun sakit tapi saya yakin, dengan musibah yang kamu alami ini, semua ada hikmahnya...yang penting kamu sabar dan berbaik sangka kepada Allah...…kehilangan sesuatu bukan berarti pertanda keburukan mungkin saja ini cara Allah menghilangkan keburukan dari diri kita…kamu itu adalah orang baik…Insya Allah akan mendapatkan ganti yang jauh lebih baik dan lebih berkah…kalau kamu tidak mendapatkannya di dunia ini, tunggu nanti di akherat kamu akan mendapatkan istri bidadari yang cantik...Aamiinn…bersabarlah Someh…”.

Jaka Someh merasa terhibur dengan nasehat dari Ustaz Fikri

“Iya Pak Ustaz…doakan saja supaya Saya selalu ditetapkan dalam keimanan dan ketakwaan…Semoga Allah memberikan kesabaran dan keihlasan…agar Saya bisa ridho dengan semua kejadian ini….”

Jaka someh berusaha tersenyum, meskipun hatinya menangis. Ustaz Fikri pun mengamini harapan Jaka someh sambil memegang pundaknya.

“Aamiin…amin…Someh Insya Allah kamu akan dapat ganti yang lebih baik dan barokah…”

Pada malam itu juga, Asih akhirnya dinikahkan dengan Panji. Jaka Someh pun ikut menyaksikan pernikahan mereka.

Awalnya Ustadz Fikri menolak untuk menikahkan Asih dengan  Panji. Namun atas desakan Bapak kepala Kampung, para sesepuh, Pak Rohadi dan juga Jaka Someh, Ustadz Fikri akhirnya terpaksa bersedia untuk menikahkan Asih dengan Panji.

“Baiklah saya bersedia menikahkan Asih dengan Panji, tapi nanti nunggu sampai masa idahnya telah habis...”Kata Ustadz Fikri

Jaka Someh berbisik kepada Ustadz Fikri. Ustadz Fikri mesem mendapat bisikan dari Jaka Someh.

Bapak kepala Kampung dan beberapa sesepuh lainnya merasa penasaran dengan apa yang dibisikan olehJaka Someh kepada ustadz Fikri.

Bapak kepala Kampung kemudian bertanya dengan suara pelan kepada Ustadz Fikri

“Ada apa Pak Ustadz...?”

Ustadz Fikri kemudian membisikan sesuatu ke telinga bapak kepala kampung

“Kata someh, dia belum pernah menggauli istrinya selama pernikahan, jadi tidak ada idah...”

Bapak kepala Kampung tersenyum, mesem dengan bisikan dari ustadz Fikri. Kemudian dia membisikan ucapan Ustadz Fikri kepada para sesepuh lainnya. Mereka pun mesem mendengar bisikan Bapak kepala Kampung.

Pak Rohadi tak kuasa melihat Jaka Someh, dia memeluk Jaka Someh denganberuraianair mata.

“Sayaminta maaf  ya, jang Someh...”

Jaka Someh tersenyum kepada pak Rohadi

“Iya Bapak, tidak apa-apa…Bapak sabar…ya…yang penting sekarang Asih sudah bahagia…saya juga minta maaf...”

Pak Rohadi kemudian bertanya kepada Jaka Someh

“Setelah ini,  Someh mau tinggal dimana? Apakah mau kembali ke lereng gunung Halimun?”

Jaka Someh menjawab pertanyaan Pak Rohadi sambil tersenyum getir

“Sepertinya tidak...Pak...Insya Allah saya ingin pergi berkelana, saya mau mencari pengalaman hidup...masih banyak yang ingin saya lihat dan saya pelajari Pak...Saya mohon doanya ya Pak...Agar saya bisa terus dalam perlindungan yang maha Kuasa”.

Pak Rohadi merestui niat Jaka Someh yang ingin pergi berkelana

“Iya, bapak hanya bisa mendoakan supaya kamu bisa sukses dalam pengembaraannya...besok pagi saja berangkatnya...ya , malam ini biarkamubermalam dulu di sini...”

Jaka Someh mengamini dan mengiyakan permintaan dari pak Rohadi.

Keesokan paginya, Jaka Someh berpamitan kepadapak Rohadi dan warga kampung Cikaret lainnya. Pak Rohadi membekalinya dengan sekantung uang

“ini uang punya bapak...buat kamu...buat bekal di jalan...mohon di terima...”

Jaka Someh tak kuasa untuk menolak pemberian uang dari Pak Rohadi

“Bapak. Terima kasih banyak...Saya minta maaf telahmerepotkan Bapak…”

Kata Jaka Someh dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangisan.

Mang Udin dan Bi Cicih juga ikut melepaskan kepergian Jaka Someh yang akan pergi meninggalkan kampung mereka untuk berkelana.

Mereka merasa sedih berpisah dengan Jaka Someh yang sudah mereka anggap sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri. Jaka Someh begitu berat berpisah dengan mereka, terutama dengan si Jalu. Dia begitu menyayangi Jalu meskipun bukan anak kandungnya sendiri.

Jaka Someh kemudianmemeluk dan mencium kepala Jalu. Si Jalu pun menangis, seakan-akan dia mengerti bahwa Jaka Someh akan pergi jauh meninggalkannya. Dengan berat hati Jaka Someh melepaskan pelukannya kepada Jalu.

Setelah pamit, Jaka someh melambaikan tangannya kepada pak Rohadi dan warga kampung Cikaret. Dia pergi meninggalkan kampung Cikaret menuju arah timur, untuk memulai pengembaraannya ke negeri entah berantah.

Bersambung Ke Bab 19. Pendekar Pengelana Sakti Yang Membumi

Lihat Sinopsis dan Daftar Isi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun