Mohon tunggu...
Yadi STP MM
Yadi STP MM Mohon Tunggu... Penulis - Science Content Writer PT Algarosan Nusantara

Berasal dari Rangkasbitung sekarang tinggal di Surabaya. Bekerja sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Cerita Ksatria Ilalang Bab 12. Terpaksa Menikahi Wanita cantik Yang Sedang Hamil

1 Juni 2022   14:28 Diperbarui: 23 Juni 2023   09:05 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara Jaka Someh sedang giat berlatih silat di gunung halimun, Pak Rohadi saat itu sedang bingung menunggu Asih, anak perempuan satu-satunya yang  masih belum pulang, meskipun hari sudah demikian larut malam.

Hari sudah begitu larut malam namun Asih masih belum juga kelihatan batang hidungnya. Dengan perasaan gelisah dan penuh kekawatiran, pak Rohadi terus menunggui Asih untuk pulang. Sudah beberapa hari ini, Asih memang sering pulang malam. Pak Rohadi sebenarnya sudah mengingatkannya agar Asih pulang ke rumah sebelum magrib, namun ternyata nasehat nya tersebut tidak pernah di gubris oleh Asih.

Jam sebelas malam Asih baru datang ke rumahnya, di antar oleh empat orang kawannya, satu wanita dan tiga laki-laki. 

Asih berjalan dengan mengendap-endap, khawatir ayahnya tahu kalau dia pulang sampai larut malam. Asih tidak menyadari bahwa ayahnya saat itu sedang menungguinya. Dengan pelan Asih membuka pintu rumah. Baru saja dia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah, tiba-tiba terdengar suara ayahnya

“Dari mana kamu nyai?” kata pak Rohadi.

Asih terkejut ternyata ayahnya masih belum juga tidur, dengan gagap dia menjawab “A...anu...Bapak...Asih...habis nonton wayang golek, Bapak belum tidur...?”

Pak Rohadi terlihat kesal melihat anaknya pulang sampai larut malam seperti itu. Ingin rasanya dia memarahi anaknya saat itu juga. Cuma dia sadar, saat itu tengah malam. Dia juga paham dengan tabiat anaknya yang gampang sekali mutung apabila dimarahi. Akhirnya meskipun kesal terhadap putrinya, Pak Rohadi tetap berusaha berkata lembut kepada putrinya itu

“Ya sudahlah, tapi kamu tidak boleh mengulangi lagi...sebenarnya Bapak  kesal kalau kamu pulang sampai larut malam seperti ini...bukan apa-apa...karena Bapak kawatir, takut terjadi apa-apa terhadap kamu...nyai kamu itu adalah anak perempuan...”

Asih yang sedang tidak mau mendebat dengan bapaknya, berusaha menjawab dengan lembut

“Baik pak...Asih minta maap...Asih janji tidak akan mengulangi perbuatan asih lagi”

Setelah itu, Asih langsung masuk ke dalam kamarnya.

Pagi harinya, pak Rohadi menyiapkan sarapan untuk putri kesayangannya. Setelah sarapannya sudah siap, pak Rohadi menuju kamarnya Asih, untuk membangunkan putri kesayangannya tersebut. Belum sampai pak Rohadi ke kamarnya Asih, tiba-tiba pintu kamar Asih terbuka. Dilihatnya Asih keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa sambil meletakan telapak tangan kirinya di mulut. Dia berjalan dengan tergesa menuju pekarangan rumah. Di pekarangan itu dia muntah. Pak Rohadi yang melihat anaknya muntah, hatinya menjadi kawatir, takut anaknya mengalami sakit parah.

“Kenapa nyai...apakah kamu sakit?” kata pak Rohadi.

Asih menjawab pertanyaan bapaknya

“Tidak tahu pak, tiba-tiba Asih merasa mual ingin muntah...mungkin Asih masuk angin, pak...”

Pak Rohadi kemudian membopong putrinya, supaya kembali ke dalam kamarnya untuk beristirahat disana.

“Nyai...kamu istirahat saja dulu...sebentar bapak buatkan minuman dari jahe” kata pak Rohadi.

Pak Rohadi segera pergi ke dapur untuk membuatkan wedang jahe untuk putri kesayangannya. Setelah siap, dia kembali ke kamar anaknya

 “ini nyai, kamu minum dulu minuman jahe ini...” Asih mengiyakan bapaknya

” baik bapak, Asih minum jahe ini dulu ya...”.

Tidak berapa lama setelah minum wedang jahe buatan bapaknya, tubuh Asih sudah kelihatan bugar kembali.

Keesokan harinya, Asih mengalami muntah lagi. Melihat anaknya sering mengalami muntah di pagi hari, Pak Rohadi menjadi kawatir takut anaknya kenapa-kenapa. Dia pun kembali membuatkan wedang jahe untuk anaknya itu. Tubuh Asih pun kembali bugar setelah meminum wedang jahe buatan bapaknya tersebut. Hari-hari berikutnya ternyata Asih masih juga muntah-muntah, bahkan frekwensinya meningkat. Bukan lagi hanya di pagi hari saja melainkan di waktu siang dan malam hari. Pak Rohadi menjadi curiga ketika melihat kondisi putrinya seperti demikian itu. Apalagi ketika diamati, badan Asih seperti mengalami perubahan, yaitu perutnya agak membuncit. Pak Rohadi berkata dalam hatinya

“jangan-jangan dia hamil, wah celaka kalau bener dia hamil di luar nikah “.

Ingin rasanya Pak rohadi menanyakan langsung kecurigaannya tersebut kepada Asih, namun karena rasa sungkan dia pun memilih untuk menahan diri. Pak Rohadi berusaha untuk menyabarkan diri untuk menunda rasa penasarannya itu.

Setelah satu minggu berlalu, Pak Rohadi mendapatkan kesempatan berbincang-bincang dengan Asih.  Saat itu juga dia menanyakan rasa curiganya kepada Asih. Dengan bahasa yang di atur sehalus mungkin supaya anaknya tidak tersinggung, Pak Rohadi memulai perbincangannya

“Nyai, sayang, maapkan bapak...mohon kamu berkata jujur kepada bapakmu ini...eeh...eeh...apakah kamu ...eeh...eeh...”

Pak Rohadi tidak jadi melanjutkan pertanyaannya. Asih tahu maksud pertanyaan bapaknya, dia pun menjawab dengan santai

“Maksud bapak asih sedang  hamil begitu...?”  

Pak Rohadi jadi gugup

“Oh...ah tidak begitu nyai, bapak minta maap kalau menyinggung perasaan kamu...tidak ada maksud bapak untuk menyinggung perasaan kamu...Bapak Cuma khawatir karena melihat kamu sering muntah-muntah...dan perut kamu juga membuncit.... seperti orang yang sedang hamil...”

Asih terdiam mendengar penjelasan bapaknya,  dia merasa bingung harus berkata apa kepada bapaknya. Asih juga sebenarnya curiga dengan keadaan dirinya, yang mungkin memang benar hamil. Karena diihamili oleh kekasihnya yang bernama panji.

Asih kemudian berkata kepada ayahnya

“Kenapa Bapak  menuduh yang tidak-tidak kepada saya, Asih tidak mungkin hamil  Bapak...Asih muntah-muntah karena masuk angin saja...”

Pak Rohadi sedikit lega mendengar jawaban putrinya

“Ooh...begitu ya nyai...Alhamdulillah kalau memang begitu...Bapak jadi lega...sekarang”.

Untunglah bapaknya sudah tidak lagi menanyainya, jadi untuk sementara Asih merasa tenang.

Asih kemudian pura-pura tidur di dalam kamarnya.

Meskipun Asih mencoba menyembunyikan kehamilannya, namun seiring dengan waktu, kehamilannnya sudah nampak begitu jelas apalagi setelah menginjak usia 3 bulan kehamilannya, perutnya semakin bertambah membuncit.

Kehamilannya kini sudah tampak begitu jelas, sudah tidak mungkin lagi dia bisa membantahnya. Asih merasa sangat bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan. Orang-orang pun sudah mulai memperguncingkan keadaan Asih tersebut.

Pak Rohadi sekarang sudah bisa memastikan bahwa anaknya memang benar-benar hamil. Dengan memberanikan diri, akhirnya Pak Rohadi bertanya langsung kepada anaknya

“Jujur sama bapak,  nyai,  siapa yang telah menghamili kamu...apakah si panji...?”

Asih tidak kuasa menahan tangisnya, akhirnya dia pun mengakui bahwa dia memang sedang hamil. Pak Rohadi  langsung merasa lemas setelah mendengar pengakuan putrinya, namun dia berusaha untuk menyabarkan diri,

“Ya sudah nyai, sayang...sekarang bapak akan meminta pertanggung-jawaban si Panji, agar dia mau menikahi kamu...tunggu di sini, bapak akan pergi ke rumah si panji...”

Pak Rohadi pun segera pergi ke rumah Panji. Disana dia hanya bertemu dengan kedua orang tua panji, Pak Sumanta dan Bu Yuyun.

Pak Rohadi membuka obrolan

“Permisi Pak Manta...maksud kedatangan saya kesini  mau menemui anak bapak, nak Panji, saya mau minta pertanggung jawaban anak bapak...”

Pak Manta sedikit terkejut

“Maksudnya Pak Rohadi pertanggung jawaban APA? Memangnya apa yang telah dilakukan oleh si panji ...?”

Pak Rohadi kemudian menceritakan perihal putrinya yang dihamili oleh panji. Setelah mendengar cerita pak Rohadi, Pak Manta terlihat menjadi bingung, lalu dia berkata

“Saya minta maap pak Rohadi, entah bagaimana ini...saya jadi bingung...bukannya saya tidak mau anak saya bertanggung jawab atas perbuatannya, tapi masalahnya, panji  sudah seminggu ini kabur dari rumah, pak...entahlah saya tidak tahu sekarang dia ada di mana... seminggu yang lalu, saya emosi, saya mengusirnya karena dia mencuri uang hasil jualan cengkeh...Panji menggunakan uang tersebut untuk berjudi...Makanya saya kebablasan mengusirnya…saya minta maap Pak...Tidak tahu kalau akan ada kejadian ini...”

Mendengar ucapan Pak Manta seperti itu, wajah pak Rohadi berubah menjadi pucat, tubuhnya juga mendadak lemas dan terlihat sangat susah.

Tidak mungkin dia memaksa pak Manta untuk memintai pertanggung jawaban perbuatan anaknya itu.

Akhirnya setelah sedikit berbasa-basi, Pak Rohadi memutuskan untuk pamit dari hadapan Pak Manta. Dia berfikir rasanya percuma untuk berlama-lama di sana, karena tidak menghasilkan solusi apapun untuk masalahnya.

Pak Rohadi terus berpikir berharap menemukan suatu solusi untuk masalah kehamilan putrinya itu, namun dia masih juga belum mampu menemukannya.

Perut Asih semakin hari semakin bertambah buncit, padahal keberadaan Panji masih belum di ketahui. Pak Rohadi bergumam dalam hatinya

 “Wah celaka kalau begini...saya tidak mungkin terus menerus menunggu si panji yang tidak jelas keberadaannya...saya harus mencarikan suami buat Asih... tapi siapa ya, kira-kira laki-laki yang bersedia untuk dinikahkan dengan Asih...?”

Pak Rohadi terus berpikir untuk mencari lelaki yang sekiranya mau dinikahkan dengan putrinya tersebut. Tiba-tiba dia ingat dengan Jaka Someh

“Duh kenapa saya tidak minta tolong ke  Jang Someh saja ya...mudah-mudahan saja dia mau menolong saya, bersedia menikah dengan Asih...”

Keesokan harinya, setelah shalat subuh pak Rohadi berangkat ke rumah Jaka Someh di lereng Gunung halimun. Tepat sebelum Jaka Someh berangkat ke ladangnya, pak Rohadi bertemu dengan Jaka Someh. Jaka Someh merasa heran dengan kedatangan pak Rohadi ke gubuknya yang tiba-tiba, sambil tersenyum ramah dia menyapa pak Rohadi

“Bapak...? Assalamualaikum...bagaimana kabar bapak...koq tumben, bapak mendatangi gubuk saya...ada APA ya Pak...?”

Jaka Someh bertanya kepada pak Rohadi. Pak Rohadi tampak berat menjawab pertanyaan Jaka Someh. Dengan perlahan, dia pun menceritakan permasalahan yang sedang dialami keluarganya. Di ujung ceritanya dia berkata kepada Jaka Someh

“Maksud bapak ke sini  mau minta pertolongan kamu...aduh mudah-mudahan kamu mau menolong bapak dan Asih... tolonglah kami, Jang someh  ...”

Jaka Someh sedikit terkejut mendengar kata ‘tolong’ dari Pak Rohadi, dia pun mencoba memperjelas rasa curiga yang ada dalam hatinya

“Maksud bapak saya harus menolong bagaimana  Pak...?”

Pak Rohadi menjawab

“Tolong nak Someh untuk menikahi anak saya, Asih...”

Deg, Jaka Someh merasa Jantungnya mau copot, meski dia sudah menyangka perihal tersebut, namun tetap saja dia merasa terkejut. Jaka Someh terdiam seribu Bahasa karena bingung harus menjawab APA. Meskipun Jaka someh memiliki rasa suka terhadap Asih, namun dia sadar kalau Asih tidak menyukainya, dia hanya menyukai Panji, kekasihnya.

Terlebih lagi dia sekarang sedang hamil di luar nikah. Melihat sikap Jaka Someh seperti itu, Pak Rohadi merasa tidak enak, namun dia tetap memaksakan untuk bertanya lagi kepada Jaka someh

“Apakah nak Someh keberatan? Tidak bersedia menolong saya dan Asih? Kalau memang keberatan...ya tidak apa-apa... bapak juga bisa memakluminya nak”.

Jaka Someh terperanjat, dengan spontanitas dia menjawab

“Oh tidak begitu, .bapak...Iya baiklah...iya saya bersedia menikahi Nyi Asih Pak...”

Berat rasanya bagi Jaka Someh untuk mengucapkan kata-kata tersebut. Dia bingung dan merasa syok telah mengucapkan kalimat tersebut. Namun jawaban Jaka Someh itu justru membuat lega dan bahagia pak Rohadi, seakan-akan telah terlepas dari beban berat yang menghimpitnya.

Jaka Someh tidak sadar telah membuat sebuah keputusan yang besar dalam hidupnya. Rasa sungkannya yang telalu besar telah mengalahkan rasio berfikirnya.

Menghadapi sesuatu permasalahan yang besar seharusnya melalui pertimbangan dan pemikiran yang matang. Bukan hanya sekedar hawa nafsu atau menuruti perasaan hati saja. Apalagi hanya berdasarkan pada perasaan sungkan kepada orang lain. Dia tidak sadar bahwa keputusan menikahi wanita seperti Asih, mungkin saja akan memiliki dampak negatif dalam kehidupannya.

Satu minggu kemudian upacara pernikahan antara Jaka Someh dan Asih pun di langsungkan. Jaka Someh sebenarnya masih merasa tak percaya dengan pernikahannya ini. Antara sadar dan tidak.

Jaka Someh sekarang telah menjadi suami Asih. Sungguh pernikahan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Semuanya karena rasa sungkan dan hormat yang terlalu besar kepada pak Rohadi yang telah baik kepadanya.

Jaka Someh sebenarnya merasa aneh dengan pernikahannya tersebut. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Tapi dia belum paham dimana letak kesalahan atau kekurangannya. Penghulunya ada, wali nikahnya juga ada, saksi pernikahan ada dan mas kawinnya juga tersedia. Akadnya juga cukup baik dan lancar. Terus dimana letak kesalahannya? apakah sesuatu yang membuat hatinya merasa tidak nyaman? Jaka Someh merasa bingung.

Letak kesalahannya mungkin terletak pada wanita yang dinikahi oleh Jaka Someh itu sendiri. Asih sedang dalam kondisi hamil, buah dari pergaulan bebas dengan kekasihnya. Kalau saja hamilnya karena korban dari pemerkosaan, mungkin itu bisa di tolerir tapi Asih hamil karena perbuatan dosanya dengan Panji. Atau kalau dia telah bertaubat secara sungguh-sungguh, menyesali perbuatannya, mungkin itu juga masih bisa di tolerir. Namun Asih sepertinya tidak merasa bersalah dengan perbuatannya. Dia justru menyalahkan nasib buruk atas musibah yang telah menimpanya.

Seorang lelaki yang baik seharusnya memilih wanita yang baik juga.

Di dalam kamar, di saat malam pertama, Jaka someh merasa risih terhadap Asih. Jaka Someh hanya berdiri di pintu, sedangkan Asih duduk di ranjangnya. Dia hanya tertunduk. Merasa bingung dan risih. Dengan langkah ragu, Jaka Someh mendekat pada Asih.

Nyi Asih mendongakan wajahnya ke arah Jaka someh, terlihat ada sedikit takut kepada Jaka someh. Kemudian Asih berkata

“Kang Someh, saya berterima kasih kepada akang yang telah bersedia menikahi saya, saya tahu akang menikahi saya karena terpaksa, hanya untuk menghormati bapak...Saya pun demikian...Saya terpaksa menikah dengan akang karena saat ini tidak ada pilihan lain...Mohon akang jangan punya pikiran macam-macam terhadap saya..Karena sebenarnya cinta saya hanya untuk kang panji seorang...”

Jaka Someh terkejut mendengar perkataan Asih, dengan perasaan sedih dan malu dia meyakinkan Asih, bahwa dia tidak akan melakukan sesuatu yang menyakiti Asih

“Nyai tidak perlu khawatir...akang tidak akan berbuat macam-macam terhadap Nyai…akang berjanji”

Dengan senyum yang dipaksakan bercampur rasa malu, Jaka Someh mengambil sebuah tikar dan menggelarnya di bawah samping ranjang, kemudian dia berkata kepada Asih

“Nyai, akang tidur di sini, silahkan Nyai istirahat di situ…Nyai tidak usah takut terhadap akang, akang bukan orang jahat…”

Jaka Someh pun membaringkan dirinya di atas tikar, yang tidak lama kemudian tertidur dengan nyenyak. Asih hanya memandanginya dari atas ranjang.

Bersambung ke Bab 13 Godaan Pertemuan Dengan Mantan Kekasih

Lihat Sinopsis dan Daftar Isi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun