"Liana, aku tidak suka kau seperti ini. Ini bukan dirimu,"
Tapi Liana tetap diam saja, ia tahu mungkin wanita itu masih membutuhkan waktu untuk bisa kembali bangkit. Tapi jika terus seperti ini, keadaannya bisa drop dan masuk rumah sakit.
"Kau sudah janji untuk bangkit kembali, jadi berhenti menyiksa dirimu sendiri. Karena itu...,"
Tok - tok - tok -tok...,
Suara ketukan di pintu membuatnya harus memutus kalimatnya, ia menoleh keluar kamar sejenak lalu kembali menatap Liana yang sepertinya mulai di serang rasa panik dengan suara ketukan itu.
"Aku akan lihat siapa yang datang, kau tak perku kuatir. Aku ada di sini!" hiburnya laku bangkit dan keluar kamar, ia mengintip dari jendela terlebih dulu untuk mengetahui siapa tamunya. Ia mengernyit melihat sosok yang berdiri di depan pintu.
Rizal terdiam beberapa saat sebelum membuka pintu. Saat pintu hendak terbuka, Nicky mengambil nafas panjang untuk mengurangi kegugupannya. Ia sendiri bingung harus bagaimana setelah bertatap muka dengan Liana, tapi sosok yang muncul ketika pintu itu terbuka harus membuatnya terpaku. Itu Rizal, bukan Liana.
Kedua pria itu saling tatap. Diam seribu bahasa. Rizal menatapnya nanar, ada kilatan benci di kolam matanya, juga amarah. Nicky melihat itu, tak perlu bertanya untuk mengetahuinya.
"Mau apalagi kau?" tanya Rizal datar, Nicky juga tak perlu bertanya kenapa Rizal bersikap seperti itu. Rizal memang pantas bersikap seperti itu padanya,
"Aku...,"
"Kau mau menemui Liana kan, sayangnya dia tidak mau bertemu denganmu lagi!" potong Rizal, "Tapi aku ingin bertemu dengannya!" tukas Nicky.